BAB 2

1.5K 65 1
                                    

Meyla menyeka keringat yang membasahi pelipisnya. Olahraga adalah pelajaran yang paling tidak ia sukai. Apalagi jika disuruh berlari saat pemanasan. Sungguh, sejujurnya, Meyla tidak kuat jika harus berlari keliling lapangan sepakbola sebanyak 3 kali.

Meyla kemudian meneguk air putih dinginnya. Rasanya, setelah air itu mengalir di kerongkongannya, hawa tubuhnya mulai mendingin, tidak seperti tadi, yang terasa panas.

"Habis ini pelajarannya siapa, sih?" Erin mengibas-ngibaskan telapak tangannya, agar sedikit angin bisa menerpa wajahnya.

"Pak Rendy,"

"Lo udah ngerjain tugasnya?"

"Belum, gue nggak ngerti. Nanti mau gue tanyain sama pak Rendy," jawab Meyla.

Meyla kemudian mengambil seragamnya yang ia simpan di loker. Berjalan keluar kelas, menuju ruang ganti. Diikuti oleh Erin dan Sisil yang juga melakukan hal yang sama.

"Gue heran, deh. Kenapa dari sekian banyak cowok disekolah ini, nggak ada yang narik perhatiannya Meyla. Padahal kalo dibilang, tampang cowok disekolah kita juga lumayan banyak yang keren," ucap Sisil sambil menatap Meyla yang berjalan didepannya.

"Apalagi senior-senior. Sayang banget kalo nggak diliatin,"

"Lo nggak tahu, sih!" Jawab Erin dengan senyum jail, bermaksud menggoda dan menyindir Meyla.

Meyla yang masih bisa mendengar percakapan kedua temannya, masih fokus mendengarkan kelanjutan ucapan Erin dan respon yang akan diberikan Sisil.

"Apa yang nggak gue tahu? Buruan kasih tahu gue!"

Meyla mendengus sebal. Penyakit kepo Sisil mulai muncul. Dan bisa ia prediksi bahwa Erin akan mengatakan bahwa dirinya menyukai Revan. Hey? Itu tidak benar bukan?

"Meyla kan lagi penasaran sama Revan,"

"WHAT???"

Sisil berlari kecil mengejar langkah Meyla. Sedangkan Erin terkikik melihat tingkah Sisil yang super kepo.

"Lo suka sama Revan, Mey?"

"Nggak usah dengerin omongan Erin, Sil,"

Sisil menghentikan langkahnya. Membuat Meyla dan Erin juga ikut menghentikan langkahnya. Ketiganya saling pandang.

"Rin, lo bohong sama gue, ya?"

"Nggak, Sil. Ini beneran, teman gue yang satu ini lagi penasaran sama Revan," ucap Erin sambil merangkul Meyla.

Meyla mendengus sebal lagi. Melihat tingkah Erin yang malah berkata seolah-olah ia menyukai Revan. Padahal tidak, kan? Apalagi Erin mengatakannya pada Sisil, si ratu kepo disekolah.

"Kalo iya nggak papa, Mey," ucap Erin.

"Apaan, sih!" Meyla melepas rangkulan Erin. Menatap cewek itu dengan tatapan peringatan agar tidak memperpanjang masalah dengan berbicara dengan Sisil soal ini.

"Udah, ayo. Waktunya tinggal 10 menit lagi. Kalian mau dihukum pak Rendy gara-gara telat masuk kelas karena ngomongin hal yang unfaedah?" Meyla melanjutkan langkahnya lebih dulu. Erin dan Sisil kemudian menyusul Meyla.

***

Sisil mengelus perutnya yang terlihat sangat puas setelah makan dikantin tadi. Erin yang malah sibuk memegang roknya agar tidak melorot karena ikat pinggangnya yang putus.

"Mey, ke toilet dulu ya? Rok gue mau copot nih!"

"Iya iya. Cepet tapi. Habis ini ada fisika, dan gue belum ngerjain tugasnya,"

"Iya iya, bawel lo!"

Meyla menghela nafas melihat Erin yang dengan terburu-buru memasuki bilik kamar mandi. Matanya lalu menatap Sisil yang kini sudah berdiri didepan cermin, merapikan rambutnya yang sudah sangat rapi.

Meyla bosan. Ia sangat sering pergi ke kamar mandi. Namun 80 persennya hanya mengantar temannya. Dan sisanya, dia sendiri yang sedang ingin.

Beberapa saat kemudian, matanya menangkap sosok yang belakangan ini membuatnya penasaran. Revan yang sedang berjalan bersama ketiga temannya kearah kantin. Entah mengapa hal ini membuat Meyla sedikit gugup.

Kemudian, gadis itu buru-buru memasuki bilik toilet untuk bersembunyi. Ia tidak tahu mengapa ia seperti ingin menghindar dari Revan.

"Woy, Mey! Lo kenapa?"

Sisil menatap sekilas kearah Meyla yang sudah memasuki toilet. Tatapannya kemudian bergeser ke Revan dan teman-temannya yang sudah cukup dekat dengan toilet cewek.

Dengan senyum penuh arti, Sisil memahami tingkah Meyla ini. Sekalipun Meyla mengelak dengan apa yang ia pikirkan.

***

Dengan santai, Meyla berjalan menuju gerbang sekolah. Kali ini tanpa ditemani Sisil dan Erin karena mereka berdua telah pulang terlebih dahulu.

Untuk mengatasi keheningannya, Meyla memainkan handphonenya. Namun kali ini ia tidak akan memainkan game. Karena pernah suatu hari, Meyla berjalan sambil bermain game. Dan pada akhirnya, ia malah menabrak tiang di depan kelas tetangga. Itu sangat memalukan.

Meyla menghela nafas. Dan baru beberapa menit bel pulang sekolah berbunyi, grup kelasnya sudah ramai dengan celotehan anak-anak mengenai ulangan fisika esok hari. Tentu saja membuat Meyla malas untuk menyimak hal tersebut.

Jujur saja memang, Meyla suka bingung dengan orang-orang yang masih sempat menghitung gravitasi bumi, menghitung kecepatan benda, dan lain-lain. Entahlah, tapi Meyla tidak pandai dalam fisika meskipun ia ingin sekali bisa memahami fisika.

Lupakan saja fisika. Jika terus memikirkan fisika, bisa-bisa dia akan tertabrak tiang lagi, atau mungkin yang lebih parah lagi. Pohon misalnya?

Beberapa saat kemudian, handphonenya berbunyi. Sebuah pesan masuk melalui aplikasi unggah foto dan video paling fenomenal itu. Dengan cepat Meyla melihatnya ketika mengetahui si pengirim pesan

revanptr_
Gue minta nmr lo,

"Oh My God!"

BRUKKK!

***

Udah pasti nabrak itu si Meyla. Tapi kira2 nabrak apa ya?

DISAPPOINTED [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang