BAB 16

713 37 0
                                    

Orang bilang, jatuh cinta adalah hal yang paling indah. Karena ketika jatuh cinta, hidup kita akan lebih berwarna.

Meyla mempercayai itu. Sejak ia menyukai Revan, hidupnya lebih berwarna. Ia lebih sering tersenyum karena hal-hal kecil. Ia pun lebih bisa memperhatikan dirinya sendiri agar selalu terlihat baik didepan Revan.

Tetapi, Meyla melupakan satu hal. Bahwa ketika jatuh cinta, maka seseorang juga harus siap untuk patah hati.

Mengingat Revan, membuat Meyla merasakan perasaan yang tidak menentu. Ketika mengingat perlakuan baik Revan kepadanya dahulu, tentu saja selalu membuat Meyla tersenyum. Namun, ketika hal-hal menyakitkan itu muncul, maka Meyla harus siap untuk menahan perih dihatinya.

Meyla tidak tahu harus sampai kapan ia akan merasakan hal seperti ini. Menyukai Revan, bukanlah tujuannya sejak dahulu. Karena memang, dahulu tidak sedetikpun waktu yang ia pergunakan untuk berniat mendekati Revan.

Memang benar. Perasaan itu muncul layaknya matahari di pagi hari. Kita tidak bisa mengatur waktu kapan matahari akan terbit. Tetapi, ketika matahari terbit, kita bisa merasakan hangat sinarnya.

Seperti itulah cinta. Seperti Meyla yang menyukai Revan. Ia tidak bisa menentukan kapan ia jatuh cinta pada Revan. Tetapi, rasa itu muncul begitu saja. Hingga Meyla pun tidak dapat  mencegah ataupun menghindarinya.

***

Malam itu, Meyla terlihat asyik dengan handphonenya. Jari jemarinya tidak berhenti untuk mengusap layar benda pipih tersebut.

Hingga saat salah satu postingan muncul, Meyla menatap foto itu dengan seksama. Kemudian sedikit tersenyum melihat foto yang berisi sebuah kata-kata yang cukup manis.

Sudah lama, aku tidak melihat senyumanmu.

Meyla tersenyum. Sebuah ide konyol muncul dikepalanya. Ia kemudian memotret foto tersebut langsung dari layar handphonenya. Kemudian mengirimnya pada Revan.

Beberapa saat, Meyla menunggu pesan tersebut direspon oleh Revan. Namun, nampaknya sinyal yang buruk membuat Meyla kesal. Ia jadi tidak dapat melihat respon apa yang akan diberikan oleh Revan.

Meyla menghela nafas. Kemudian mengecek kembali setelah sinyalnya telah kembali baik. Dan, pesan itu hanya dibaca oleh Revan.

"Ck. Di read doang?"

Meyla kemudian mengetikkan sebuah pesan kepada Revan lagi.

meyla_karina
Just Kid😂

Hanya membutuhkan beberapa detik saja, dan pesan tersebut lagi-lagi hanya dibaca oleh Revan.

Meyla berdecak kesal. Kemudian, gadis itu memutuskan untuk menghapus kiriman fotonya itu.

***

Kesal, bingung, ingin marah, namun tak bisa.

Mungkin hal tersebut yang sedang dialami oleh Meyla. Merasakan berbagai perasaan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan sehingga membuat hatinya seperti dicampur aduk.

Dari hari ke hari, Meyla hanya melihat sikap Revan yang semakin berubah. Matanya hanya bisa terkunci setiap kali melihat Revan bisa tertawa bersama orang lain, bisa tersenyum dengan orang lain, namun tidak untuk Meyla. Mulutnya hanya bisa diam setiap kali rasa sakit itu kembali menyelimuti hatinya.

Satu pertanyaan yang terngiang dalam pikiran Meyla. Mengapa Revan berubah secepat itu? Apa hanya perasaannya saja?

Entahlah. Sejak awal tahun lalu, sikap Revan mulai berubah. Cowok itu semakin singkat ketika membalas setiap pesan Meyla dan seperti terkesan cuek. Meyla menyadari hal tersebut, hingga pada suatu hari Meyla memutuskan untuk membiarkannya.

Berkali-kali Meyla berusaha untuk melupakan Revan. Namun berkali-kali juga hatinya kembali melarang.

Seperti saat ini, Meyla membutuhkan seseorang yang benar-benar bisa mengerti dirinya. Sejak kenaikan kelas, bahkan sebelum itu, dirinya sudah tidak terlalu sering menghubungi Erin. Ya, bahkan sejak kejadian itu, hubungan Meyla dengan teman-teman lamanya kian renggang saja.

Meyla sendiri. Merasa tidak ada seorang pun yang bisa ia percaya untuk diceritakan tentang masalah ini. Cukup. Terlalu banyak rasa kecewa yang Meyla dapatkan dari teman-temannya. Hal itulah yang membuat Meyla kurang bisa sedikit terbuka dengan orang lain.

Beberapa saat kemudian, Meyla lalu mengetikkan sebuah pesan kepada Thalita. Ia berharap, sekiranya Thalita bisa sedikit mengurangi beban dihatinya.

Meyla : Ta,

Thalita : Kenapa? Lo mau cerita tentang Revan?

Meyla terpaku, 'Kok Thalita bisa tahu?'

***

Thalita hanya diam dan sesekali menanggapi tingkah Meyla yang sedari tadi terus mendesaknya untuk bercerita mengapa dirinya bisa mengetahui tentang Revan.

"Eh, serius. Kok lo bisa tahu kalo tadi malem gue mau cerita tentang Revan?" Tanya Meyla

"Tahu, lah!"

"Iya, maksud gue kenapa lo bisa tahu? Padahal sebelumnya gue nggak pernah cerita ke elo kalo gue suka sama Revan,"

"Kelihatan kalo lo itu suka sama Revan," ucap Thalita dengan santai.

"Ih, masak?"

"Iyalah. Cara lo natap dia dengan cara lo natap cowok lain itu beda," ucap Thalita.

"Ih, sama aja," elak Meyla

"Beda. Lo itu terkesan judes dan cuek kalo sama cowok lain. Tapi kalo sama Revan, mata lo itu kelihatan berbinar-binar. Itu tandanya lo suka sama Revan," jelas Thalita.

"Mana bisa cuma karena itu lo nyimpulin kalo gue suka sama Revan!"

"Banyak lagi sikap lo yang bikin gue yakin kalo lo suka sama Revan," tekan Thalita.

"Coba sebutin!" Tantang Meyla

"Males. Lagian intinya gue yakin lo suka sama Revan. Udah ngaku aja lo. Nggak ada gunanya nyembunyiin kayak gitu ke gue,"

"Ck. Iya iya, gue suka sama Revan," ucap Meyla pasrah.

"Nah, gitu aja susah,"

"Eh, tapi jangan bilang siapa-siapa ya, Ta?"

"Iya. Santai aja kali,"

DISAPPOINTED [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang