Melihatmu bahagia, itu cukup membuatku mengukir senyum. Namun dengan melihatmu terluka, kamu tahu bagaimana perasaanku?
***
Meyla celingukan berulang kali melihat kearah luaran kelasnya. Matanya tak jarang melirik kearah kelas sebelah. Siapa lagi jika bukan Revan yang dicari?
Suatu keanehan jika pagi tadi Meyla tidak melihat Revan melintas di depan kelasnya. Karena biasanya, Revan berangkat lebih siang darinya sehingga saat Meyla sudah didalam kelas, gadis itu sering melihat Revan berjalan melewati kelasnya.
Namun, tadi pagi Meyla tidak melihat rutinitas itu. Bahkan saat jam istirahat seperti ini, Meyla hanya melihat teman-teman cowok itu keluar kelas tanpa Revan. Lalu dimana Revan?
Satu getaran ponsel berhasil membuat Meyla tersadar. Gadis itu melirik pesan yang baru saja masuk diponselnya.
Erin : Mey, Revan kecelakaan.
Rasanya seperti ditimpa beberapa kerikil, kabar buruk tersebut membuat Meyla mendadak panik. Ia sesegera mungkin membalas pesan Erin dan menanyakan banyak pertanyaan yang mungkin akan membuat Erin bingung.
Kemudian matanya melihat kearah sekeliling. Ia mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya dangat gelisah mendengar Revan.
Erin : kemarin dia jatuh dari motor. Gue kekelas lo sekarang
Meyla hanya membaca pesan dari Erin. Mengabaikan tatapan heran dari teman sebangkunya demi menatap cemas kearah kelas Erin. Menunggu gadis itu sampai menghampirinya.
Beberapa saat kemudian, Erin keluar dari kelasnya seorang diri. Tanpa Sisil, gadis itu kemudian sedikit berlari sambil membawa ponsel dalam genggamannya.
"Gimana?" Tanya Meyla sesaat setelah Erin sampai dihadapannya.
"Ayo, kita tanya ke Vira. Gue dapat kabar dari Vira,"
Meyla mengangguk, lalu mengikuti langkah Erin untuk menemui Vira, teman sekelas Revan yang bisa dibilang adalah penggemar Revan.
Meyla tidak berani masuk. Alhasil, gadis itu hanya menunggu Erin didepan pintu. Erin mengabaikan hal tersebut lalu masuk menemui Vira. Semakin penasaan, pada akhirnya Meyla masuk kedalam kelas tersebut dan ikut nimbrung sembari mengatur raut wajahnya agar tidak terlihat cemas.
"Okey, thanks. Gue pergi dulu, Vir!"
"Yoi!"
Meyla mengikuti langkah Erin keluar kelas sambil menunggu cemas jawaban dari Erin atas pertanyaan yang berputar diotaknya.
"Gimana, Rin?"
"Dia itu kemarin kecelakan. Jatuh dari motor. Tapi katannya cuma lecet," jelas Erin
"Yang bener?"
"Iya. Chat aja sendiri coba,"
Meyla terdiam. Bagaimana ia bisa mengirimkan pesan kepada Revan jika sekarang ini dirinya masih dalam mode menjauh dari Revan?
"Mey, gue kekelas dulu. Mau ngerjain pr,"
"Oke,"
Meyla berdiri lemas disana. Menatap kepergian Erin, lalu fokus pada ponselnya. Haruskah ia mengirim pesan kepada Revan?
***
Meyla : katanya lo kecelakaan?
Revan : nggak, cuma jatuh aja
Meyla : sekarang gimana?
Revan : udah mendingan. Cuma lecet aja
Meyla : syukur deh kalo gitu. Get Well Soon ya,
Revan : siap. Thanks,
Setelah selesai sholat, Meyla melipat mukena yang ia gunakan, lalu secepatnya menghampiri Thalita yang telah menunggunya.
"Cepet dong, Mey!"
"Iya-iya. Orang sabar disayang Tuhan,"
"Iyain,"
Meyla tersenyum. Gadis itu merasa lega karena ternyata Revan baik-baik saja. Padahal sebelumnya Meyla mengira bahwa Revan sampai masuk rumah sakit. Akan tetapi ternyata Revan hanya lecet sedikit saja.
Sedikit lucu memang. Tapi, setidaknya Meyla lega mendengar Revan baik-baik saja.
"Erin,"
Erin menoleh ketika Meyla memanggilnya dari belakang.
"Rin, ternyata Revan itu cuma lecet biasa. Gue udah panik duluan. Gue kira dia sampe masuk ke rumah sakit atau apalah," jelas Meyla
"Haha, gue kira juga gitu," jawab Erin
"Habisnya Vira kalo bilang kecelakaan sih, ya mana gue tahu,"
"Hmm, jadi nggak jadi nih jenguk Revan?"
"Ck, nggak ah. Dianya nggak kenapa-napa,"
"Yaudah," ucap Erin
Meyla tersenyum, lalu berjalan ke kelasnya bersama dengan Thalita.
"Ada apa sih?" Tanya Thalita
***
Revan duduk ditepi kasurnya. Melihat sejenak luka ditangannya akibat jatuh dari motor kemarin sore.
Hari ini, Revan memutuskan untuk belum berangkat ke sekolah. Meskipun keadaannya sudah membaik, namun rasanya malas berangkat jika besok saja sudah weekend.
Revan merebahkan tubuhnya dikasur. Setelah membalas pesan singkat dari Meyla, cowok itu kembali melanjutkan bermain game disela-sela tangannya yang masih sakit.
"Van, makan dulu," suara mama Revan menggema sampai terdengar di kamar Revan.
"Iya," jawabnya dengan santai dan mungkin saja mama Revan tidak mendengarnya.
Cowok itu kemudian menutup aplikasi game-nya dan secepatnya menghampiri mama agar wanita paruh baya itu tidak berteriak lagi sehingga dapat mengganggu adiknya yang sedang tertidur pulas.
"Beneran luka kamu nggak mau diperban?" Tawar mama.
"Nggak usah. Lagian cuma lecet dikit aja,"
"Yaudah,"
KAMU SEDANG MEMBACA
DISAPPOINTED [Completed]
Teen Fiction"Akan aku ceritakan bagaimana rasa sakit ini dimulai," Cover illustration from Pinterest