BAB 9

782 44 1
                                    

"Rasanya sungguh bahagia. Melihatmu meski dalam jauh, mengagumimu dalam hati, lalu menggapai sesuatu yang hanya sebatas harapan,"

***

Meyla menjerit saking senangnya setelah beberapa pesan dari Revan masuk kedalam roomchat nya dengan cowok itu secara bersamaan. Dengan cepat, Meyla membuka pesan itu, membaca dengan seksama dan langsung membalasnya.

Meyla menyadari bahwa sikapnya selama ini telah berubah setelah dia mengakui bahwa dia menyukai Revan. Ia lebih sering bertindak aneh, bersikap seperti bukan dirinya yang dulu. Ia jadi terlihat sedikit lebay dan sebagainya.

Setelah menekan tombol mengirim, Meyla kembali melamun. Pikirannya melayang pada sosok Revan yang berbeda tiap kali dia mengirim pesan dan juga bertatap secara langsung. Entahlah, meskipun begitu, Meyla tidak mengerti mengapa dirinya masih tetap menganggap hal itu wajar.

Revan : yadeh, lo yang menang.

Meyla tersenyum.

Meyla : yeayyy!
Meyla : eh, van, lo udah ngerjain pr fisika belum?

Revan : yg mana?

Meyla : yg bab 3 itu.

Revan : udah

Meyla : gue liat dong

Revan : udah gue kumpulin tadi. Lo sih nggak bilang.

Meyla : alah..😩 ya mana gue tau kalo udah lo kumpulin van.😭

Revan : ya maap.

Meyla : yaudah.

Meyla melihat pesan terakhirnya itu hanya dibaca oleh Revan. Gadis itu kemudian meletakkan ponselnya diatas nakas.

***

Rasanya sungguh membosankan sekaligus menyenangkan bisa kembali memasuki lingkungan sekolah. Nampaknya itu yang Meyla alami saat ini. Bertemu dengan guru yang berbeda dalam sehari, melahap pelajaran satu ke pelajaran lain. Itu semua membuat Meyla sangat muak.

Waktu akhir pekan yang hanya dipenuhi tugas yang hari ke hari semakin menumpuk. Apalagi tugas kelompok yang mengharuskannya pergi kesatu tempat ke tempat lainnya secara bergantian. Menurutnya itu sangat tidak efektif.

Meyla melihat kearah pintu. Suasana kelas yang lumayan ramai, tak membuat Meyla berkeinginan untuk bergabung dengan anak-anak cewek lainnya yang sedang bergosip dibangku tengah. Toh, dari tempatnya duduk saja sudah terdengar.

"Mey, gue tadi lihat Revan lagi sama cewek lhoo," ucap Vina yang tiba-tiba saja muncul dari arah depan Meyla. Gadis itu lantas memposisikan duduk disebelah Meyla. Meyla nampaknya terkejut, pada akhirnya dia menengok penuh minat kepada pembicaraan Vina.

"Oh ya? Siapa?"

"Teman sekelasnya. Dan mereka kayak akrab gitu,"

"Namanya siapa, Vin?"

"Lupa gue. Pokoknya yang anak ekskul paskibra itu," ucap Vina sambil mengingat-ingat siapa nama cewek yang sebenarnya tidak diketahuinya sama sekali.

"Rena maksud lo?"

"Nggak tahu namanya gue,"

Meyla nampak memberi isyarat agar Vina menunggunya sebentar. Gadis itu mengotak-atik ponselnya menuju sebuah aplikasi.

"Yang ini?" Ucap Meyla menunjukkan foto seorang gadis yang kemungkinan adalah orang yang Vina maksud.

"Nah. Iya! Kok lo bisa kenal?"

"Gue udah kepoin dia. Dan dia sering bales-balesan komentar di instagram sama Revan. Sedangkan gue, komentar gue aja nggak dibales," ucap Meyla dengan sedih.

"Kasihan banget sih, lo!"

"Tuh kan jahat, lo!"

Vina hanya menyengir sambil menunjukkan dua jarinya keudara. Gadis itu hanya berniat bercanda. Meyla memahaminya. Akan tetapi kedekatan Rena dan Revan membuatnya badmood.

***

Meyla berjalan bersama Lily, temannya sewaktu SMP. Rencananya, mereka berdua akan menghampiri Sisil dikelasnya.

Mendadak Meyla terpaku akibat dari kejauhan, matanya tak sengaja menangkap sosok Revan yang berjalan kearahnya. Revan bersama satu orang temannya yang saat itu berpenampilan seperti badboy, dengan seragam atas yang dikeluarkan.

Meyla mendadak gugup. Pasalnya, beberapa menit yang lalu, keduanya baru saja saling mengirim pesan dan berdebat mengenai jenis-jenis ekspresi. Bukankah itu hal yang sangat konyol?

"Mey, jenis ekspresi itu ada 2 ya, bukan 3," ucap Revan tiba-tiba ketika keduanya telah berpapasan.

"Nggak ya, Van. Ada 3," ucap Meyla sambil tersenyum-senyum.

Setelah itu, Meyla melihat kedua sudut bibir Revan terangkat, menampilkan satu senyuman yang jarang sekali Meyla lihat. Iti senyuman yang Meyla sangat tunggu-tunggu. Ya ampun, demi apa, Meyla akan meleleh saat ini juga.

Disisi lain, Lily nampak tersenyum ketika Revan melewatinya begitu saja.

Perlu diketahui bahwa saat SMP, Lily pernah menyukai Revan. Dan saat keduanya satu kelas, Lily nampak gencar mendekati Revan dengan cara apapun. Seperti duduk bareng di kelas dengan modus mendekatkan Erin dengan Dhani, dan sebagainya. Namun, sekarang, Lily bilang, dia sudah tidak menyukai Revan. Tetapi, apakah Meyla bisa mempercayai itu?

"Revan sekelas sama lo, Mey?"

"Enggak. Beda kelas. Cuma tetanggaan,"

Selanjutnya, Lily hanya membuka mulutnya membentuk huruf 'O' dan keduanya lalu melanjutkan perjalanan menuju kelas Sisil.

***

Thanks sudah membaca. Jangan lupa vote dan komentarnya.

Baca juga cerita ketiga aku judulnya GENGSI.
Langsung cek di work akuuu...

DISAPPOINTED [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang