BAB 19

625 35 0
                                    

Setidaknya, kamu mulai bisa tersenyum, meski bukan untukku.

***

Meyla menghela nafas. Matahari sudah tenggelam, dan langit sudah mulai gelap. Namun, pekerjaan membuat mading kelas tak kunjung selesai.

Meyla berhenti. Gadis itu lalu menatap teman-temannya yang masih tetap sibuk meski jam tambahan telah habis. Hujan diluar nampaknya juga menjadi alasan mengapa teman-temannya masih setia berada di dalam kelas.

"Pulang, yuk! Udah malam, nih!" Ajak salah seorang teman Meyla yang terlihat sudah sangat lelah.

"Hujan tapi,"

Terlihat teman Meyla itu menghela nafas berat.

"Yaudah. Mending kita beresin dulu aja,"

Semua mengangguk setuju dan mulai membereskan sampah-sampah yang berserakan dimeja dan dilantai.

Meyla memilih mengumpulkan sampah-sampah yang berada diatas meja, lalu memasukkannya kedalam tempat sampah.

Tong sampah berada diluar kelas. Meyla keluar lalu membuang sampah-sampah tersebut. Lalu, tak sengaja matanya menatap sosok Revan yang sedang duduk persis didepannya, mungkin hanya berjarak 1 meter saja.

Terlihat Revan sedang mengobrol dengan seorang gadis, yang Meyla ketahui itu adalah teman SMP-nya dulu. Gadis yang pernah Meyla lihat waktu itu sedang mengobrol dengan Revan juga.

Meyla menghela nafas. Berulang kali masuk dan keluar kelas untuk membuang sampah, selalu ia hanya melihat wajah Revan yang tersenyum, bahkan sesekali tertawa bersama temannya.

'Lo kelihatan bahagia, Van,'

***

"Lo baru pulang?"

Revan menghela nafas. Bayu yang kembali menghuni kamarnya tanpa izin. Pasti cowok itu sedang numpang tidur karena adik-adiknya membiat keributan di kamar Bayu.

"Hm,"

"Kenapa? Tumben amat," tanya Bayu.

"Ada lomba buat mading. Lembur,"

Bayu hanya mengangguk. Cowok itu lalu kembali fokus ke layar ponselnya.

"Gimana rencana lo buat kuliah?" Tanya Revan.

Bayu menghentikan aktivitasnya bermain game. Cowok itu lalu beralih posisi menjadi duduk, menatap Revan yang tengah sibuk menggantung jaket hitamnya yang sedikit basah.

"Gue mau coba tahun depan,"

"Di universitas yang sama?" Tanya Revan.

"Nggak kayaknya,"

Revan menghela nafas. Kemudian mengangguk setuju dengan keputusan kakaknya.

"Good luck,"

"Yoi,"

***

Meyla meringkuk kedinginan dikasur. Sepulang sekolah dengan jam lembur membuatnya terpaksa mandi di malam hari. Karena itulah, Meyla kedinginan sekarang.

Alergi udara dingin yang membuat Meyla tidak bisa baik-baik saja ketika udara sangat dingin. Hidungnya akan berulang kali gatal dan alhasil ia akan bersin berulang kali.

Seperti sekarang, Meyla masih berusaha mengendalikan hidungnya agar tidak bersin. Karena jujur hal ini membuat Meyla merasa tidak nyaman karena flu yang dideritanya.

Gadis itu kemudian menarik selimutnya sampai leher. Berusaha menghirup wangi aromaterapi yang nerada ditangannya.

"Makan dulu, Kak!" Ucap adik Meyla dari arah ruang keluarga.

"Iya, nanti!" Jawab Meyla dengan sesekali bersin.

Jika seperti ini, makan pun Meyla tidak akan kuat. Apalagi bersinnya semakin menjadi.

Meyla beralih posisi menjadi duduk. Terlalu lama berbaring membuatnya tidak bisa bernafas. Sepertinya lebih baik ia duduk saja agar ia bisa sedikit bernafas.

Ditambah lagi, sekarang ia teringat pada kejadian saat di sekolah tadi. Saat ia melihat Revan bersama temannya sedang bercanda gurau dengan lepas. Ya, meskipun memang pada kenyataannya Revan tidak hamya berdua dengan gadis itu. Namun, hal tersebut saja sudah membuat Meyla iri.

Melihat Revan yang bisa tertawa begitu lepas dengan orang lain, setidaknya itu cukup membuat Meyla bahagia. Meskipun ia tahu, senyum dan tawa itu tercipta bukan untuknya, lagi.

DISAPPOINTED [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang