"Lebih baik sendiri dalam ruang sepi daripada merasa sepi dalam keramaian."
***
Hari ini hari Sabtu. Sesuai rencana, Meyla akan pergi ke rumah Sisil bersama Erin. Hari ini mereka akan berkumpul untuk sekedar melepaskan diri daei pelajaran yang sangat menguras pikiran. Sayangnya Vina tidak ikut kali ini.
Meyla telah siap dengan pakaiannya. Ia kemudian keluar rumah untuk menunggu ojek online yang ia pesan beberapa menit yang lalu.
Ia berangkat sendiri karena Erin akan menyusul beberapa menit kemudian. Tidak apa. Erin akhir-akhir ini memang sedang sibuk dengan keluarganya yang sedang menjalankan usaha.
Tak lama kemudian, ojek online yang ia pesan sampai. Meyla menutup pintu rumahnya setelah berpamitan kepada mama dan hergegas menghampiri ojek online tersebut.
***
"Gue thu sampe stress tahu kalo ngerjain kimia. Susah banget,"
Sisil memulai sesi curhatan konyolnya pada saat ketiganya telah berkumpul di ruang keluarga.
Suasana rumah Sisil yang sepi karena keluarganya sedang ada acara, membuat Erin dan Meyla merasa tidak canggung. Meskipun sebebarnya jika ada keluarga Sisil mereka juga tetap biasa saja. Karena keduanya dan juga Vina telah dianggap keluarga sendiri.
"Kalo gue sih masing mending kimia daripada matematika tahu. Gue kalo ngerjain dirumah, satu soal pasti gue nggak bisa jawab,"ucap Meyla
"Nggak mending semua," Ucap Erin santai. Santai karena saking bencinya dengan kimia dan matematika.
"Oh ya, gue mau curhat nih,"
Sisil dan Meyla kemudian memposisikan diri mereka dan memasang wajah mempersilahkan Erin untuk memulai curhatannya.
"Gue bingung nih, masa Devo sekarang kayak menjauh gitu ke gue. Padahal katanya dia nggak bakal menjauh dari gue,"
Devo adalah seseorang yang selama beberapa bulan ini dekat dengan Erin. Kata Erin, Devo juga pernah mengungkapkan perasaannya pada Erin. Namun, karena Erin belum boleh pacaran, maka dia menolak Devo. Padahal sebenarnya Erin juga menyukai Devo.
Lah, Meyla hanya menyimak kalimat demi kalimat yang dikeluarkan Erin setelahnya. Sedari tadi sebenarnya ia sedikit bingung. Hanya Sisil yang langsung menjawab setiap pernyataan yang dikeluarkan Erin.
"Gue jadi bingung," Erin menghela nafas.
"Kok Devo gitu sih? Sebenernya dia itu serius apa nggak sama lo?"
"Nggak tahu, Sil. Kadang gue sedih juga banyak temen sekelasnya yang diam-diam natap gue sinis gitu. Seakan-akan gue nggak pantes buat Devo,"
"Mungkin Devo cuman main-main kali,"
"Nggak tahu juga,"
Meyla menghela nafas. Diambilnya segelas jus jeruk dimeja. Lalu meminumnya aga tenggorokannya terasa lebih basah.
"Udahlah lupain aja Devo. Cowok juga banyak. Mungkin Devo butuh kepastian. Bukan salah dia juga kalo menjauh," ucap Meyla
"Ya tapikan setidaknya Devo nggak menjauh kayak gini, Mey," tutur Erin
"Lagian cewek mana yang nggak baper dan berharap kalo cowoknya aja terus ngedeketin. Gue aja kalo Ryan ngedeketin gue, guenya baper,"tambah Sisil
Meyla hanya terdiam. Secara tidak langsung hatinya merasa sesak. Oke, mungkin ini sedikit berlebihan. Tapi entah mengapa ia merasa kedua sahabatnya tidak ma tahu tentang pendapatnya.
"Gue tahu, mungkin kata-kata gue nggak tepat karena gue belum pernah ngerasa dideketin cowok kayak kalian," ucap Meyla
"Tapi gue cuma mau ngasih pendapat dari sudut pandang gue aja. Hehehe," tambahnya sambil terkekeh paksa. Terpaksa. Agar keduanya tidak terlalu mengetahui rasa sakitnya.
"Oh ya, lo udah isi biodata anggota tari belum?"
"Udah. Bentar gue ambil. Soalnya gue rada bingung gitu,"
Sisil mengambil kertas biodata anggota tari dan menunjukkannya pada Erin. Meyla melihatnya hanya bisa diam tanpa berkata. Ia tidak suka menari dan tidak tahu apapun mengenai tari. Sedangkan kedua temannya malah kini kompak membicarakan tari.
Meyla kembali hanya terdiam setelah menghela nafas yang sangat panjang. Ia merasa tersisihkan ketika keduanya malah asik dengan kegiatan mereka. Tanpa mengajak Meyla berbicara. Atau setidaknya tidak membicarakan hal yang membuat Meyla tersisihkan. Erin dan Sisil terus membicaran tentang ekskul tari yang membuat Meyla hanya menyimak dan mencoba agar tidak terlihat murung didepan keduanya.
***
Meyla menatap langit-langit kamarnya. Kini ia mulai memikirkan kedua sahabatnya yang telah berubah. Berubah dalam artian sikapnya yang cenderung seakan menyingkirkannya.
Meyla ingin bersikap selalu positif terhadap kedua sahabatnya. Ia tidak ingin berpikir bahwa sahabatnya kini menjauh. Ia tidak ingin persahabatannya hancur untuk kedua kalinya karena hal yang sama, yaitu melupakan karena hal baru.
"Gue nggak tahu kenapa, belakangan ini mereka jadi kayak gitu,"
"Gue kira cukup temen gue yang lain yang pergi. Nggak dengan mereka,"
"Tapi nyatanya..."
Meyla bergumam kesal. Bagaimana bisa persahabatannya hampir hancur seperti ini. Ingin sekali ia berkata kesal ketika kedua sahabatnya menyudutkannya ketika dikantin tadi siang. Tetapi mulutnya seakan sulit untuk berkata.
Meyla ingin membuang jauh pikiran buruknya. Setiap kali ia bergabung dalam pembicaraan di grupnya bersama temannya yang lain, ia hanya bisa membalas dengan paling tidak satu kali balasan. Disaat grupnya sedang sepi, ia mencoba mencairkan suasana tetapi tidak ada yang merespon. Lain halnya ketika Sisil, Erin atau Vina yang memulai pembicaraan, semuanya langsung ikut bergabung. Dan Meyla hanya memandang sambil sesekali tersenyum miris.
***
A/N
Jangan lupa vote dan komentarnya yaaaaa.....
KAMU SEDANG MEMBACA
DISAPPOINTED [Completed]
Fiksi Remaja"Akan aku ceritakan bagaimana rasa sakit ini dimulai," Cover illustration from Pinterest