BAB 3

1.1K 58 2
                                    

"Seharusnya aku tidak mengabaikan rasa curiga itu sejak awal,"

***

Meyla mengusap dahinya yang baru saja terbentur tiang listrik dekat gerbang sekolah. Tawa anak-anak lain yang mengiringi kejadian tersebut membuat Meyla merasa malu.

"Sial banget sih, gue,"

Kejadian ini kembali terjadi, menabrak sebuah benda tinggi, ya tiang listrik. Sungguh, ini hal yang sangat memalukan bagi Meyla untuk kesekian kalinya.

Mata Meyla kemudian beralih kearah kanannya. Matanya mendadak membulat ketika melihat sosok yang mengirimnya pesan, dan sosok itulah yang membuatnya terkejut sampai menabrak tiang listrik. Revan.

Dengan cepat, Meyla berlari keluar gerbang sebelum nantinya Revan mendekat kearahnya. Entah mengapa, namun hal ini Meyla berpikir harus dilakukannya.

***

Meyla guling-gulingan di kasurnya seperti cacing kepanasan. Tingkahnya sudah seperti orang gila jika Erin dan Sisil melihatnya. Sayangnya tapi untungnya kedua sahabatnya itu tidak ada dirumahnya sekarang.

Meyla tidak tahu kenapa. Sejak pesan pertama dari Revan yang masuk di whatsapp nya, Meyla jadi tidak mau melakukan aktifitas apapun selain memegang handphonenya. Ia nyenuk dikamar meskipun mamanya berulang kali memanggil untuk membantu memasak.

Satu hal yang terlintas dipikirannya saat ini adalah Revan yang terlihat berbeda jika berada dalam dunia maya. Bagaimana tidak, Revan terlihat sangat cold didunia nyata, namun saat berada didunia maya, Revan terlihat sangat konyol.

Tipe cowok yang utama bagi Meyla adalah mereka yang humoris dan tidak terlalu serius. Awalnya Meyla mengira Revan adalah cowok yang sama sekali tidak masuk kriteria cowok idamannya. Dilihat dari sikap Revan yang terbilang kaku dan terlihat serius, meskipun fisiknya nyaris masuk kriteria Meyla. Tapi bagi Meyla, fisik bukanlah hal utama, namun yang menjadi hal utama dalam kriteria cowoknya adalah sikap. Dan sikap humoris adalah orang yang Meyla cari untuk pertama kalinya.

Meyla jarang sekali berinteraksi dengan Revan. Bahkan jika dihitung banyaknya percakapan dirinya dengan Revan bisa dihitung dengan jari. Itupun dalam durasi yang sangat singkat.

Baiklah, mungkin pengalaman satu kelas dengan Revan menjadi hal yang paling ia sesali. Bukan karena menyesal satu kelas dengan cowok yang kaku, tetapi menyesal karena baru menyadari sikap Revan dibalik tampangnya yang kaku. Dan juga, menyesal karena ia jarang sekali berkomunikasi dengan Revan saat satu kelas.

Bisa dibilang, Meyla akan mengucapkan selamat kepada orang yang nantinya akan menjadi kekasih Revan. Karena menurutnya, menaklukkan hati cowok penggemar game itu sangatlah sulit. Pasti memerlukan banyak kesabaran.

Lama Meyla menunggu Revan yang tak kunjung membalas pesannya sejak 5 menit yang lalu. Jangankan membalas, cowok itu bahkan belum membaca pesannya.

Meyla kemudian mengubah posisi tidur terlentangnya. Ia berjalan keluar kamar ketika suara mama kembali terdengar sangat keras.

'Daripada nunggu Revan, mending gue bantuin mama dulu deh,' pikirnya.

Namun baru satu langkah ia keluar dari kamar, suara dari handphonenya terdengar. Cukup banyak pesan yang ia terima dan salah satunya dari Revan. Akan tetapi ketika ia akan membalas pesan tersebut, tiba-tiba panggilan masuk dari Sisil menghampiri ponselnya.

Dengan kesal, Meyla mengangkat panggilan dari ratu gosip sekolah itu.

"Kenapa, Sil?"

"Ih, santai dong jawabnya. Lo kenapa sih?"

DISAPPOINTED [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang