BAB 27

581 27 0
                                    

Meyla menghampiri Thalita yang telah menyambutnya didepan pintu sambil berkacak pinggang. Sedangkan Meyla terlihat dari kejauhan sudah cengar-cengir seolah mengerti maksud Thalita.

"Astaga, Mey. Jam segini lo baru berangkat?"

Meyla menyengir sambil mengangkat tangannya dan membentuk huruf "V" diudara.

"Hehe, ya maaf,"

Thalita berdecak sambil menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Meyla yang selalu berangkat sekolah nyaris terlambat. Bahkan, setahu Thalita, Meyla sudah terlambat ke sekolah sebanyak 3 kali.

Setelah meletakkan tasnya di kelas, Meyla menyusul Thalita yang sudah berada di depan kelas menunggunya. Dengan tawa yang masih menghiasi wajahnya, Meyla menghampiri Thalita.

"Tha, gue udah bilang ke Revan," ucap Meyla mengawali pembicaraan.

"Gue udah tahu. Kan semalam lo cerita," ucap Thalita, sedangkan Meyla malah tertawa menyadari kelupaannya.

"Gue lega banget, Tha. Gue nggak nyangka, setelah sekian lama akhirnya gue bisa bilang ini ke Revan. Rasanya lega banget, astaga," ucap Meyla mengingat bagaimana ia merasa lega karena pada akhirnya dapat mengatakan apa yang selama ini ingin ia katakan kepada Revan.

"Iya, gue juga gitu. Setelah gue tahu gimana Vian sekarang, gue lega banget," ucap Thalita yang juga mengungkapkan kebahagiaannya sekarang.

"Tapi, Tha. Revan cuma baca pesan gue," ucap Meyla yang mendadak lesu.

"Ha? Masak? Serius dia nggak bales?" Meyla mengangguk lemah.

"Ya ampun, kok bisa?"

"Nggak tahu. Jahat banget, kan, dia?" Ucap Meyla.

"Ya mungkin aja Revan masih shock karena tiba-tiba aja lo ngirim pesan kayak gitu ke dia, mana tulisannya panjang lagi," ucap Thalita.

"Yaudahlah. Setidaknya gue udah coba buat ngomong sama dia,"

Thalita tersenyum lalu memunculkan jempolnya didepan Meyla.

***

Revan bersama seorang temannya berjalan memasuki kantin siang itu. Terlihat dari kejauhan cowok itu berjalan sambil tertawa bersama dengan temannya.

Disisi lain, Meyla bersama dengan Thalita sedang mengantre untuk memesan makan siang. Meyla yang semula tidak menyadari kehadiran Revan yang semakin mendekat kearah kantin, mendadak menjadi gugup dan wajahnya pucat ketika melihat Revan yang mulai memasuki kantin.

"Ta, ada Revan," lirih Meyla.

"Mana?" Tanya Thalita. Meyla lalu mengarahkan Thalita kearah Revan.

Demi apapun saat ini Meyla gugup sekali dan bingung harus melakukan apa. Gadis itu lalu mengedarkan pandangannya, melihat sekelilingnya yang tidak begitu ramai, ia harus sembunyi.

Meyla lalu bersembunyi disamping tempat ia memesan makanan. Sedangkan Thalita menghela nafas melihat kelakuan temannya yang memalukkan itu. Tentu saja Revan akan tahu.

"Mey, kenapa, sih?"

Meyla mengabaikan pertanyaan Thalita, lalu memastikan bahwa Revan tidak memesan makanan yang sama dengannya.

Gadis itu menghela nafas lega karena harapannya terkabul. Meyla lalu keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Thalita yang sudah tampak kesal dengan kelakuan Meyla itu.

"Lebay lo. Malu-maluin aja," ucap Thalita.

"Hehe, maaf. Gue tadi bingung harus gimana,"

"Ck. Yaudah, nih, lo bawa minumnya," Meyla mengangguk dan membawa kedua minuman itu ke meja. Dengan rasa gugup lagi, Meyla mencoba terlihat biasa saja ketika melewati Revan.

***

Sore itu, setelah pulang sekolah, Meyla menghempaskan tubuhnya dikasur, tanpa mengganti seragamnya terlebih dahulu. Gadis itu lalu meraih ponselnya yang sedari tadi ia letakkan diatas kasur.

Meyla kembali membuka roomchatnya dengan Revan dimana pesan terakhirnya hanya dibaca oleh Revan. Sedih sih, tapi mau gimana lagi?

Meyla lalu dengan ragu mengetikkan sebuah pesan lagi kepada Revan.

Meyla : Gue ngerasa lo jauhin gue, Van.

Meyla menunggu beberapa menit berharap bahwa pesannya kali ini akan dibaca oleh Revan.

Meyla : Masalah itu dihadapi, bukan dihindari.

Meyla menghela nafas. Kemudian ponselnya berbunyi dan menampilkan nama Revan di layar ponselnya.

Revan : Nggak thu, biasa aja kayaknya.

Meyla menghela nafas.

Meyla : Biasa aja tapi kenapa lo nggak pernah bales chat gue?

Lama menunggu pesan itu tak kunjung dibaca oleh Revan, Meyla memutuskan untuk mengisi daya baterainya yang sudah hampir habis.

DISAPPOINTED [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang