Seharusnya aku tahu, setiap perkataanmu seharusnya tidak membuatku semakin jauh melangkah dalam perasaan ini.
***
Revan membereskan pakaian kotor yang sejak pagi tadi belum sempat ia bereskan. Pagi tadi, ia bahkan hampir terlambat karena kakaknya yang sangat lama. Padahal jarak rumah mereka terhitung jauh. Alhasil dirinya hampir saja terlambat.
Revan sangat merutuki kakaknya itu. Dia kesal dengan kakaknya yang selalu lama saat akan berangkat ke sekolah. Kenapa Revan tidak berangkat sendiri? Karena orang tua mereka menyarankan untuk mereka berangkat bersama selagi masih satu sekolah.
"Van, handphone lo bunyi thu," Bayu-kakak Revan datang dengan penampilan khas rumahannya sambil membawa handphone ditangannya. Cowok itu lalu menghempaskan tubuhnya dikasur Revan.
"Ck. Minggir, mau gue beresin dulu," ucap cowok itu.
"Elah, pelit amat lo,"
Bayu lalu bangkit dari kasur Revan dan membatalkan niatnya untuk mengungsi di kamar Revan. Namun sebelum ia benar-benar melangkahkan kakinya keluar dari kamar Revan, cowok itu menyempatkan diri untuk mengintip handphone Revan yang beberapa kali berbunyi menandakan ada beberapa pesan yang masuk.
Revan yang menyadari gerak-gerik kakaknya, langsung mengambil handphone yang sedari tadi ia letakkan diatas nakas.
"Ck, apaan sih,"
Bayu berdecak, lalu pergi sepenuhnya meninggalkan kamar Revan.
Sepeninggal Bayu, Revan lalu membuka pesan yang beberapa kali masuk ke handphonenya.
Meyla : Van, kalo misal ada temen cewe yang suka sama lo gimana?
***
Meyla merenung dibangkunya. Bel jam pertama belum berbunyi. Sedangkan ia hari ini berangkat lebih awal. Jadilah ia sangat bosan dan malah teringat kejadian kemarin.
Kemarin itu adalah hari yang membuat Meyla sedih sekaligus kembali mempertimbangkan perasaannya.
Gadis itu membuka roomchat nya dengan Revan. Chat terakhir hanya dibaca oleh Revan dan Meyla tidak berniat untuk membuka topik lagi setelah pertanyaan itu.
Meyla : Van, kalo semisal ada temen cewe yang suka sama lo gimana?
Revan : ya nggak gimana-gimana
Meyla : maksud gue, lo bakal bersikap gimana kalo semisal lo tahu dia suka sama lo,
Revan : gue bakal pura-pura nggak tau
Meyla : kenapa? Bukannya itu malah bikin dia sakit?
Revan : gue pura-pura nggak tau biar gue sama dia tetep jadi temen.
Meyla : tapikan itu sama aja lo nyakitin dia dengan lo bersikap kayak gitu.
Revan : nggak tau sih. Tapi yang pasti gue bakal jaga pertemanan gue sama dia dengan pura-pura nggak tau kalo dia suka sama gue. Gue rasa itu yang terbaik.
Meyla : terserah deh
Meyla memejamkan matanya sejenak. Menghembuskan nafasnya dengan kasar. Bagaimana jika suatu saat Revan tahu mengenai perasaannya? Apakah Revan akan bersikap seperti itu padanya? Bukankah itu sama saja memalukan dirinya sendiri?
"Eh, Mey, ngelamun aja lo!"
Erin datang dengan bekal yang bersembunyi dibalik tas kecil yang ditentengnya.
"Apaan sih. Tumben lo baru berangkat?"
"Temen gue kesiangan,"
Meyla hanya mengangguk-angguk paham. Gadis itu kemudian menyiapkan beberapa bukunya ketika bel jam pertama akhirnya berbunyi.
"Mey, Revan!"
"Mana?"
Erin menunjuk keberadaan Revan menggunakan dagunya. Meyla lantas mengikuti arah pandang Erin, dan benar saja disana Revan sedang berjalan menuju kelasnya.
"Dia bareng kakaknya lagi?"
"Iyalah. Tadi gue lihat,"
Meyla kembali mengangguk paham.
***
Revan berdiri diujung taman dekat parkiran menunggu Bayu yang sedang mengambil motor. Cowok itu memainkan handphonenya untuk membuang rasa bosan setiap kali ia menunggu Bayu. Kakaknya itu pasti sedang mengobrol dengan temannya. Mungkin kakaknya yang menyebalkan itu tidak memiliki kesadaran diri jika adiknya sedang menunggu.
Revan berdecak. Pesan-pesan yang masuk kedalam ponselnya sangat tidak penting. Hanya ada pesan dari grup kelas yang membahas ulangan kimia esok hari.
Tanpa sengaja, mata Revan menatap nama Meyla yang tertera diponselnya. Pesan terakhir dari Meyla hanya dibaca olehnya. Dan gadis itu nampaknya tidak ada tanda-tanda mengirim pesan kepadanya lagi.
Teringat pertanyaan Meyla tempo hari yang membuatnya terkejut. Gadis itu tiba-tiba bertanya demikian. Revan bukan tipe orang yang suka membahas hal seperti itu. Bukannya ia tidak pernah menyukai seseorang, hanya saja Revan terlalu canggung untuk membahasnya bersama Meyla.
Revan tidak tahu mengapa secara tiba-tiba Meyla memberinya pertanyaan seperti itu. Beberapa kemungkinan melintas dipikirannya begitu saja.
Apakah Meyla menyukainya? Atau hanya sedang bertanya kemungkinan yang terjadi pada seorang cowok melalui dirinya, yang berarti Meyla sedang suka kepada cowok lain?
Revan kembali teringat perkataan Meyla ketika keduanya sedang bermain truth or dare.
Meyla : Truth
Revan : kenapa akhir-akhir ini lo sering buat status "Gara-gara Mr _ _ _ _ _"
Meyla : Karena gue pengen buat seseorang peka.
Entahlah. Revan bingung. Perkataan Meyla kala itu seperti mengarah pada seseorang yang Meyla suka. Dan seseorang itu biasa disebut Meyla dengan sebutan Mr dengan 5 huruf. Dan ia yakin, nama orang itu disamarkan oleh sebutan lain.
"Van, Meyla sekarang manggil lo dengan sebutan 'Batu' lhoo," Raina menyeletuk dengan sembarang hingga Meyla membekap mulutnya dengan wajah malu.
Revan cengoh lalu tersenyum salah tingkah sambil menutupinya dengan menatap ponselnya dengan fokus. Meyla menyadari raut wajah Revan itu. Gadis itu sedikit merasa bersalah dengan panggilan yang ia berukan pada Revan. Ia takut Revan marah. Namun ketika melihat ekspresi wajah Revan yang salah tingkah, rasa bersalah gadis itu sedikit berkurang.
Revan menghembuskan nafasnya pelan. Matanya lalu menghadap ke depan dan tidak sengaja melihat Meyla yang sedang berjalan menuju gerbang sambil tertawa puas bersama seorang temannya. Cowok itu lalu memilih memutus kontak mata ketika Meyla pada akhirnya menyadari bahwa ada Revan disitu. Revan lalu memilih memperhatikan kakaknya yang telah selesai mengobrol dengan temannya dan bersiap menghampirinya.
"Apa yang dimaksud Meyla itu gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DISAPPOINTED [Completed]
Fiksi Remaja"Akan aku ceritakan bagaimana rasa sakit ini dimulai," Cover illustration from Pinterest