二 十 二 : Ni Juu Ni

64 3 0
                                    


♫☼☼☼☼☼♫

Gue melepas helm lalu mengangsurkannya pada Ryu. "Thanks, ya."

Ryu mengangguk. "Besok gue jemput," ucapnya.

"Iya," balas gue nggak heran. Karena bukan kali pertama gue berangkat bareng Ryu ke sekolah.

"Ya udah. Gue cabut dulu."

♫☼☼☼☼☼♫

Gue menatap jam yang melingkar manis di pergelangan tangan gue. Sudah jam tujuh, tapi belum ada tanda-tanda kedatangan Ryu.

"Nggak biasanya Ryu telat," gumam gue.

Brrm.. Brrmm..

Suara geraman mesin motor terdengar jelas di hadapan gue. Gue mengangkat kepala, Ryu udah dateng.

Ryu membuka kaca helm sport hitamnya, "Buruan naik!" titahnya.

Ryu memegang tangan gue, berniat membantu gue mendudukkan bokong dengan posisi menyamping di sadel motor Ryu yang cukup tinggi.

Sekian lama diperjalanan, belum ada satupun dari kami yang memecah kesunyian.

"Tumben telat?" tanya gue membuka percakapan.

"HAH?" Ryu berteriak agar suaranya terdengar oleh gue dan tidak tenggelam dengan deru mesin kendaraan lain.

"LO, KOK TUMBEN TELAATT?!!!" ulang gue dengan suara yang lebih keras.

"BANNYA BOCOR, KENAPA?"

Enggan menjawab karena gue juga nggak enggak tahu mau jawab apa, gue bergumam, "Oh."

Ryu tak mengatakan apa-apa lagi setelah itu. Hanya saja, tangannya menangkap tangan gue dan membawanya membelit pinggangnya. Gue bergeming. Lantas, berusaha menarik tangan gue yang melekat erat disana, dan menaruhnya di tas yang berada di punggung Ryu.

Entah mengapa, akhir-akhir ini, gue menyadari bahwa terkadang diantara gue dan Ryu seakan terdapat suatu sekat tak kasat mata, yang membuat gue selalu merasa canggung berdekatan dengan Ryu. Padahal, sebelum-sebelumnya, gue bisa bersikap santai dan terkesan biasa-biasa saja. Sama sekali tidak seperti ini.

Apa yang terjadi sebenarnya pada gue?

♫☼☼☼☼☼♫

[16.02.2018]

Her Theory : Best Enemy [Saikō no Teki
] ✔✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang