Delapan

199K 15.5K 744
                                    

Aidan perlahan membuka kedua kelopak matanya yang menutup saat mendengar alunan lagu. Ia hapal dengan koleksi lagu di ponselnya, ia tidak memiliki lagu itu. Saat kedua kelopak matanya membuka sempurna, Aidan menoleh ke arah sumber suara dan ternyata lagu itu berasal dari ponsel Angel karena sebuah panggilan masuk.

Aidan segera meraih ponsel yang berdering itu. Rasanya ia ingin membanting ponsel itu karena suara deringannya mengganggu angel yang sedang tidur.
Aidan menolak panggilan yang ternyata adalah dari Braga, kakak Angel. Lalu ia merubah mode ponsel menjadi diam. Tangannya terangkat dan mendarat di lengan Angel yang meringkuk memeluk gulingnya. Tangan Aidan bergerak naik turun untuk menenangkan Angel agar tidak terbangun karena suara ponsel tadi.

Cowok yang tengah duduk di tepi ranjang sembari bersandar di kepala ranjang itu merentangkan kedua lengannya yang terasa pegal. Tertidur dengan posisi duduk cukup membuat sekujur tubuhnya terasa pegal. Ditambah Angel yang menjadikan pahanya sebagai bantalan untuk tidur membuat paha Aidan semakin pegal. Aidan melirik ke arah ponsel Angel yang terus menyala karena panggilan yang terus masuk dari Braga.

Dengan hati-hati takut membangunkan Angel, Aidan memindahkan kepala Angel agar terbaring di atas bantal.
"Husttttt, tidur sayang. Gue tetep di sini" bisik Aidan parau saat angel menggeliat tak nyaman. Diusapnya puncak kepala Angel selama beberapa waktu sampai angel benar-benar kembali tenang tidurnya.

Aidan beranjak perlahan dari ranjang Angel. Sebelum memijakan kaki ke lantai, Aidan terlebih dahulu menggerak-gerakkan kakinya untuk sedikit menepis rasa pegalnya.

"Angel! Kenapa lama bodoh?! Gue udah di depan! Cepat buka pintunya" ujar seseorang di seberang sana yang tak lain adalah Braga, saat Aidan menjawab panggilan dari Braga yang masuk ke ponsel Angel. Aidan sudah berdiri di balkon kamar Angel, sengaja agar angel tidak terusik. Ia tidak mau jika tidur Angel yang tidak pernah nyenyak harus terganggu hanya karena Braga.

"Tutup mulut lo!"

"A---aidan?! Kenapa ponsel Angel ada di Lo? Mana Angel? Suruh bukakan pintu utama. Gue udah pusing. Cepat!"

"Angel tidur, dan Lo jangan ganggu! Angel baru bisa tidur jam 1 dan Lo mau ganggu? Jangan harap!"

"Kalau gitu Lo aja yang buka pintunya, gue tahu Lo di rumah gue kan? Cepat buka!"
Aidan tahu, seseorang di seberang sana pasti dengan tidak sabaran mencoba untuk tidak emosi pada Aidan. Aidan tidak takut jika dia adalah Braga, kakak Angel.
Toh, Aidan berpacaran dengan Angel. Bukan kakaknya. Untuk apa Aidan takut padanya yang selalu mengancam akan mengadu tentang keburukan Aidan pada Angel. Sama sekali tidak takut, bahkan Aidan menunggu kapan Braga menceritakan pada Angel. Sudah lama Aidan menunggu, namun Braga tetap diam sampai sekarang. Aidan tahu, Braga pasti tahu siapa dirinya.

"Lo tidur aja di luar, gue yakin seratus persen Lo pasti mabuk. Lo bisa ke hotel, atau apartemen gue" usul Aidan. Aidan tersenyum miring saat mendengar sumpah serapah yang keluar dari bibir Braga di seberang sana.
Tanpa sepatah kata, Braga memutuskan panggilannya.

Dari tempat Aidan berdiri, Aidan melihat Braga berjalan sempoyongan. Pakaiannya sudah tidak karuan, begitu juga dengan rambutnya. Braga memasuki mobil.

"Nyari mati," komentar Aidan saat melihat Braga duduk di kursi kemudi.

Selama hampir tiga menit berlalu, mobil itu tidak menyala. Awalnya Aidan berpikir jika Braga akan mengendarai mobilnya untuk mencari penginapan. Ternyata salah, Braga hanya ingin tidur di mobil.

"Itu karena Lo hampir aja membuat Angel bangun." Aidan bermonolog pada dirinya sendiri. Tubuhnya memutar seratus delapan puluh derajat, lalu mengayunkan kaki memasuki kamar Angel.

The Lady KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang