Tiga Belas

170K 14.7K 915
                                    

"Angel, buka mulutnya. Makan dulu, entar Lo sakit" bujuk Aidan dengan penuh kelembutan pada Angel yang tengah duduk bersila di ranjangnya dengan kepala menunduk. Rasa takut masih mendominasi tubuh Angel pasca kejadian di tempat sate tadi. Saat dirinya diganggu oleh seseorang yang bisa disebut musuh oleh Aidan.

"Gak mau Dan, Angel gak mau makan. Buang aja satenya," ketus Angel.

Aidan menghela napas berat. Tubuhnya segera berdiri tegap dan piring berisi sate untuk makan malam Angel ia letakan di kursi yang tadi ia duduki.

Aidan duduk di atas ranjang yang sama dengan Angel, duduk menghadap ke arah Angel yang masih saja menunduk. Dagu Angel ia raih, memaksa Angel untuk menatap ke arahnya. Saat mata mereka bertemu, disitulah Aidan melihat ada genangan air mata.

Dikecupnya mata Angel secara bergantian oleh Aidan.

"Ingat masih ada gue, jangan takut. Angel dengerin, untuk kali ini aja gue mohon sama Lo, buat kehadiran gue seolah berarti buat Lo. Jangan takut, sedih, atau merasakan hal-hal buruk yang lain selama ada gue. Buat gue merasa kehadiran gue memang bisa membuat Lo bahagia, melupakan semua kesedihan yang Lo punya," gumam Aidan tepat di wajah Angel.

Angel tak berkedip menatap ke arah mata Aidan. Tanpa permisi, Angel langsung memeluk tubuh Aidan, tempat ia mencari kenyamanan di sana. Dada bidang Aidan lah yang menjadi sumber kenyamanan bagi Angel dalam suasana sedih seperti ini. Satu-satunya orang yang peduli pada Angel, menyayangi Angel dengan segenap jiwa dan raganya.

Semenjak kehilangan kedua orang tuanya, Angel memang merasa sendiri. Braga, kakak yang seharusnya menjadi pelindung bagi sosok rapuh seperti Angel, terlihat acuh tak mau tahu soal Angel. Ia lebih suka keluyuran sampai larut malam bahkan kadang tidak pulang. David, omnya yang diberi wasiat untuk menjaganya dan menggantikan sosok ayah baginya, setidaknya sampai Angel menemukan pemilik tulang rusuk yang ada dalam dirinya. Namun nyatanya, David lebih parah dari Braga. Jarang pulang dan acuh terhadap Angel.

Trauma Angel yang takut tidur sendirian membuatnya kerap tidak tidur saat Braga ataupun David pergi. Ia sungkan untuk meminta Aidan menemaninya karena Angel tahu, Aidan juga pasti memiliki kehidupan sendiri, tidak fokus untuk Angel.

Angel mengurai pelukannya, tangannya terangkat menggantung di leher Aidan. Aidan menundukan kepala, menyatukan dahinya dengan dahi Angel.

"Aidan janji ya, jangan tinggalin Angel. Biarpun angel cerewet, bawel, manja kalau sama Aidan, jauh dari sempurna, pokoknya Aidan harus menerima kekurangan angel ini. Angel mohon, Aidan tetap sama angel, meski diluar sana banyak perempuan yang menyiapkan kebahagiaan  Aidan," ucap Angel lirih.

Aidan mengedipkan mata sekali.
"Janji, gue gak bakal nyari kebahagiaan lain karena Lo udah lebih dari cukup" sahut Aidan lirih sembari mengusap pipi Angel dengan lembut.

"Sekarang Lo makan, gue suapin" ujar Aidan meraih kembali piringnya. Ia segera mengarahkan sendok ke arah mulut Angel.
Namun angel masih menutup mulutnya saat sudah tepat di depan mulutnya. Nafsu makannya memang sudah menguap bersama ketakutannya tadi, Aidan terlalu memaksakan kehendak.

"Pake sendok atau mulut gue?" tawaran Aidan membuat Angel langsung mencubit lengan Aidan dengan kesal.

"A----" Aidan tersenyum geli saat Angel melotot lantaran Aidan memasukan sendok ke mulut Angel yang hendak berteriak menyebut namanya.

Telapak tangannya mengusap lembut kepala Angel.

"Kunyah terus telan. Mau dibantuin ngunyah?" Bisik Aidan. Angel mengunyah makanan dalam mulutnya dengan gerakan cepat lantaran kesal sendiri. Matanya berbinar saat merasakan kelezatan sate, apalagi suapan dari Aidan menambah cita rasa tersendiri.

The Lady KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang