Dua Puluh Dua

142K 13.4K 1.7K
                                    

Gadis bersurai hitam sepunggung yang dibiarkan terurai menutupi punggung kecilnya, menunggu kedatangan seseorang bersama dengan anak kecil yang tengah memeluk boneka lumba-lumba yang besarnya hampir sama dengan besar tubuhnya. Gadis itu adalah Angel dan anak kecil itu adalah Putri, adik dari kekasihnya.
Keduanya menunggu kepulangan Aidan yang pamit keluar dengan alasan membelikan camilan untuk bersama.

Kedua paha Angel sudah cukup pegal memangku tubuh Putri lebih dari satu jam.
"Kak, kak Aidan mana? Kok nggak pulang-pulang sih? Katanya cuma sebentar? Kebiasaan banget kak Aidan suka bohong. Nanti Putri bilang ke mama biar kak Aidan di tabok bokongnya," gerutu Putri yang melilit lengan kecil Angel.

Angel mengusap lembut surai anak kecil di pangkuannya yang sudah ia anggap seperti adik kandungnya. Senyum di bibirnya terlihat samar.
"Mungkin kak Aidan kena macet di jalan. Kakak coba telepon dulu deh, tolong ambilin HP kakak," pinta Angel seraya menunjuk ponselnya yang tergeletak di meja. Posisi Putri lebih mudah untuk menjangkau ponsel milik Angel, untuk itu Angel meminta bantuan Putri untuk mengambilnya.
Tanpa banyak bicara, Putri turun dari pangkuan Angel dan meraih barang yang diminta calon kakak iparnya.

"Bilangin ke kak Aidan, kalau nggak pulang-pulang bakalan diajak berantem sama Putri," pesan Putri seraya mengulurkan tangannya yang menggenggam ponsel ke arah Angel.

Putri memang sangat menggemaskan. Apalagi ancamannya yang selalu membuat Aidan menuruti keinginan bocah kecil itu. Sosok kakak yang sangat didambakan oleh semua adik. Mengalah, penyayang, lembut, dan selalu melindungi. Berusaha untuk selalu menuruti keinginan adiknya, bisa menjadi teman, dan jarang sekali marah-marah.

Panggilan ke empat tanpa jawaban dari Angel. Sekali lagi, gadis itu menghela napas dan tidak berhenti melempar senyum pada anak kecil yang mendongakkan kepala menatap wajahnya. Di dalam hatinya, ia terus memohon menyebut nama Aidan untuk menjawab panggilan telepon darinya.

"Raffa? Juna?"
Niat Angel untuk mencoba menelpon Aidan kembali, diurungkan saat melihat motor yang dikendarai oleh Raffa berhenti di pelataran rumahnya. Raffa tidak sendiri, ada Juna yang duduk di boncengan sambil menenteng kantung plastik putih berukuran sedang.
Juna melepaskan helm yang ia kenakan lalu menyerahkan pada Raffa. Bergegas Raffa juga melepaskan helmnya dan segera menyusul Juna yang sudah melangkah terlebih dahulu.

"Putri! Lihat kak Juna bawain apa buat Putri!" seru Juna dengan riang. Cowok itu menekuk kedua lututnya di hadapan Putri. Kantung plastik yang ia bawa dibuka, memperlihatkan isi kantung plastiknya. Putri melihat sebentar. Isi kantung plastik itu adalah jajanan kesukaannya. Cokelat, permen, dan es krim.

"Kalian kok ke sini? Aidan yang nyuruh? Aidan kemana?" tanya Angel dengan nada tak suka. Bukan karena kedatangan kedua sahabat Aidan yang memicu rasa tidak sukanya. Namun karena Aidan yang selalu melempar peran kepada dua sahabatnya. Sungguh, Angel benci tertahan di dada saat Aidan menjadikan Raffa dan Juna sebagai dirinya.

"Kakaknya Putri mana? Kok kakak cuma berduaan aja? Biasanya kakaknya Putri sama kakak," tanya Putri menatap ke arah Juna dan Raffa bergantian. Juna menggosok leher belakangnya dengan gerakan pelan. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Kedua bola mata Putri yang berkaca-kaca membuat Juna semakin tidak tahu harus seperti apa menanggapi anak kecil itu.

"Es krimnya enak. Putri mau? Kak Juna beli es krim banyak buat Putri," tawar Juna sambil menyodorkan es krim yang ia beli sebelum bertandang ke rumah Angel.

"Bohong, es krimnya cuma satu. Kalau banyak itu sepuluh," protes Putri.
Juna mengaduh kesakitan. Timpukan dari Raffa cukup keras.

"Kak, kak Aidan mana?" rengek Putri diikuti suara tangisnya yang pecah. Kedua tangannya melingkar di pinggang ramping Angel. Mengguncang tubuh Angel dengan tenaga kecil yang ia miliki.

Raffa dan Juna saling tatap. Keduanya tidak tahu harus melakukan apa. Menghadapi anak seusia Putri bukanlah keahliannya. Mereka lebih ahli mengurusi cowok yang seumuran. Tonjokan yang melayang di rahang mungkin cukup untuk menghadapi cowok yang berurusan dengannya.

"Sini gendong sama kak Raffa," tawar Raffa penuh kelembutan lalu meraih tubuh mungil ke dalam gendongannya.
Melihat Putri yang bercucuran air mata seperti sekarang, membuka kenangan Raffa bersama Julia. Saat keduanya masih berpacaran, Raffa selalu menjadi sandaran bagi Julia yang tengah bersedih ketika prahara melanda. Masih teringat dengan jelas bagaimana saat Raffa begitu lembut ketika memperlakukan Julia yang dalam keadaan rapuh.

"Kakaknya Putri kemana?" rengek Putri kembali. Kepala bocah itu tenggelam dalam dada bidang Raffa. Sentuhan lembut telapak tangan Raffa di punggung kecilnya, membuat rengekan Putri menghilang. Menyisakan suara sesenggukan yang belum juga menghilang.

"Kak Raffa kan kakaknya Putri juga. Kak Juna sama kak Angel juga kakaknya Putri. Ini kakak-kakaknya Putri di sini, jadi Putri jangan nangis," ujar Raffa lembut.
Angel tersenyum seraya mendekat dan berdiri di samping Raffa. Gadis itu dibuat terkesima dengan kelembutan Raffa pada Putri. Penampilannya yang terkesan berandalan, ternyata memiliki hati selembut sutera saat menenangkan anak kecil yang tengah menangis mencari kakaknya.

"Maunya kak Aidan sama kak Angel, bukan kak Raffa sama kak Juna. Kak Raffa sama kak Juna bukan kakaknya Putri."

"Putri jahat, tuh kak Juna nangis gara-gara nggak dianggap kakak sama kamu," hibur Raffa sambil menunjuk ke arah Juna. Juna yang paham akan situasi langsung memeluk lututnya dan menenggelamkan kepalanya. Suara pura-pura menangis terdengar cukup keras membuat Putri menjauhkan kepalanya dari dada Raffa untuk melihat ke arah Juna.

"Kak Juna nangis gara-gara Putri?" tanya Putri begitu lugu pada Raffa.

"Iya. Tadi Putri jahat sih, nggak mau ngakuin kak Juna sebagai kakak. Nangis kan jadinya," sahut Raffa.

Putri meminta diturunkan dari gendongan Raffa. Dengan perlahan, Raffa menurunkan tubuh mungil Putri.
"Kak Angel mau nemenin Putri minta maaf sama kak Juna," pinta Putri sambil mengusap sisa-sisa air mata yang menggenang di wajahnya.

"Ayo, kakak temenin minta maaf."

"Kak Juna, Putri minta maaf. Kak Juna kakaknya Putri juga yang nomor tiga deh," ucap Putri yang membuat Angel dan Raffa saling melempar senyuman manis.
Suara tangisan yang dibuat-buat oleh Juna tidak lagi terdengar. Cowok itu juga sudah menarik kepalanya dan menatap ke arah Putri.

"Kok nomor tiga? Maunya nomor satu"

"Nomor satu kak Aidan. Nomor dua kak Angel. Jadi kak Juna nomor tiga. Nanti nomor empatnya kak Raffa. Satu, dua, tiga, empat, kakaknya Putri ada empat. Sayang Putri semuanya," seru Putri kegirangan lalu meloncat-loncat bersama Juna. Keduanya lalu menari-nari tidak jelas sambil berputar-putar dan berakhir memegangi kepalanya yang terasa pusing.

"Lucu ya?" komentar Angel melihat kelucuan Juna dan Putri. Terlihat sangat lucu. Dimana cowok yang hobinya berantem, ngerokok, dan balapan liar di jalanan, kini tengah menari dan berteriak tidak jelas bersama anak kecil hanya demi menghibur anak itu.

"Iya," sahut Raffa singkat.

"Raffa, sebenarnya Aidan kemana?"

"Gue kira lo udah tahu kalau Aidan ke tempat Raisya."

"Raisya? Kenapa Aidan harus bohong kalau mau ke tempat Raisya. Mereka ada hubungan apa Raf? Masih sahabatan atau lebih dari itu di belakang Angel?"

"Maksudnya?"

"Raffa pasti tahu. Raffa udah pernah ngalamin saat Julia sama Dimas main di belakang Raffa. Angel nggak perlu memperjelas, kan? Raffa tahu soal Aidan sama Raisya?"

"Selingkuh? Sama sekali nggak."

"Tapi gue tahu" ujar seseorang yang membuat Raffa dan Angel menoleh bersamaan.

"Mas Braga?"

TBC

Follow akun Instagram ku yaa
(At)sitiumrotun0703

Spam komen sini 💃💃

The Lady KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang