Dua Belas

179K 17.3K 889
                                    

Aidan duduk santai di sofa ruang tamu dengan pandangannya lurus ke arah Angel yang tengah sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. Sudah lebih dari satu jam Aidan duduk tanpa berbicara apapun karena Angel yang fokus pada tugasnya. Aidan tidak ingin menggangu konsentrasi Angel.

"Lo laper?" tanya Aidan saat mendengar suara dari perut Angel yang berbunyi tiba-tiba. Bunyi perut yang menjadi isyarat jika pemilik perut tengah kelaparan dan menunggu asupan makanan masuk.

Bolpoin yang tadi Angel pegang ia gunakan untuk menggaruk pipinya yang tidak gatal. Senyum lebar ia perlihatkan pada Aidan, menunjukan rentetan giginya yang putih dan rapi.

"Angel belum makan, mas Braga gak pulang-pulang katanya mau nyari makan malam," sahut Angel jujur.
Braga memang pergi sebelum Aidan datang ke rumah. Dan sampai saat ini Braga belum juga pulang padahal Angel sudah sangat kelaparan. Terakhir makan itu pas siang, di kantin. Itu juga makan bekal pemberian Aidan ditambah dengan sebuah apel.

Aidan meraih jaket kulitnya yang tadi ia lepas, dikenakannya kembali jaket kulitnya itu.

"Mau beli apa?" tanya Aidan saat menarik resleting jaket yang ia kenakan.

"Eh--- Aidan mau kemana? Mau beli makanan? Mas Braga kan udah beli, bentar lagi juga pulang. Angel bisa nahan kok."

Aidan mengulurkan tangannya ke arah Angel.
"Biar cepet, mending Lo ikut" ajak Aidan.
Angel tak kunjung meraih uluran tangan Aidan. Ia tidak enak hati jika harus selalu merepotkan Aidan. Lagipula Angel masih kuat jika harus menunggu Braga pulang.

"Angel," jika panggilan Aidan sudah seperti ini, Angel tidak bisa menolak apapun yang Aidan katakan. Tangannya terangkat, meraih tangan Aidan yang terulur padanya. Aidan membantu Angel berdiri.

"Angel ganti baju dulu, masa pake piyama kayak gini, mau dandan bentar. Takutnya ntar Aidan malu lagi, Aidan penampilannya kece badai, Angel malah kayak Upik abu" ujar Angel yang melihat penampilannya. Mengenakan stelan piyama, rambutnya yang dibiarkan tergerai menutupi punggung. Tidak ada cantik-cantiknya dari sisi manapun.

Lain halnya dengan Aidan yang meskipun memakai pakaian sederhana, celana pendek selutut, dan kaus pendek yang dibalut jaket kulit mampu membuat penampilan Aidan tetap terjaga. Wangi tubuhnya yang selalu maskulin tak pernah luntur dari tubuhnya.

"Gak perlu cantik di depan orang lain, cukup cantik di depan gue. Dan apapun penampilan Lo, Lo tetap cantik dan menarik" bisik Aidan lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Angel.

Rasanya tubuh Angel begitu lemas saat mendapatkan kecupan dari Aidan. Jika Aidan tidak merengkuh pinggangnya, mungkin Angel sudah jatuh ke lantai. Ucapan Aidan selalu membuat kedua kaki Angel serasa meleleh. Meskipun sifat Aidan yang terkadang sangat dingin pada waktu tertentu, namun Aidan selalu memperlakukan Angel dengan sangat manis. Hal manis itulah yang Angel jadikan sebagai alasan untuk tetap bertahan dengan Aidan.

∆∆

Aidan menghentikan laju motornya saat ia sudah sampai di depan tukang sate yang mangkal di pinggir jalan. Sebenarnya Aidan ingin mengajak Angel ke salah satu restoran ternama dengan menu yang harganya lumayan fantastis demi Angel. Namun Angel dengan keras menolaknya. Ia tidak butuh diperlakukan dengan banyak uang, cukup dengan perhatian. Bukan uang Aidan yang Angel butuhkan.

"Di sini bukan?" tanya Aidan menoleh ke belakang, untuk memastikan jika ia berhenti di tempat yang tepat.
Angel mengangguk pertanda iya.
Aidan dan Angel sama-sama turun dari motor. Keduanya berjalan beriringan menuju tukang sate yang tidak terlalu rame. Hanya ada dua orang pembeli yang tengah menunggu pesannya sembari duduk di bangku plastik yang tersedia.

The Lady KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang