3.0

4K 729 231
                                    

Woojin tak dapat menutup matanya lagi, kala suara tangis yang terdengar samar berasal dari kamarnya (yang saat ini ditempati Hyeongseob dan putranya). Mengetuk pintu namun tak mendapat jawaban selain tangisan bocah, yang Woojin rasa putranya itu terbangun dari tidur.


Euijin disana. Dengan wajah basah dan napas yang sesegukan diiringi dengan rengekan menyebut Hyeongseob dalam tangisnya.


Benar perkiraannya. Jika sang ibu tak berada ditempat. Woojin lantas mendekati putranya yang masih setia menangis. Membawa tubuh sesegukan Euijin dalam gendongannya. Menyeka wajah basah bocah dengan rambut berantakan dengan selembar tisu.



"huks bunda—"



Woojin terkekeh gemas. mirip sekali dengan ibunya. Dalam hati ia berkata demikian. Menyingkirkan helai rambut yang menutupi dahi si bocah, lantas mengecup pipi gempalnya dalam-dalam.


"Bunda sedang memasak untuk Euijinie. Bermain dengan paman dulu eum?"


Bocah lima tahun yang mewarisi hampir keseluruhan gen sang ibu, tak lantas mengangguki ajakan Woojin (masih memilih menangisi ibunya yang tengah memasak didapur milik woojin).



Woojin tak habis akal. "Paman punya jelly, Euijinie suka jelly?" Dan diangguki Euijin dengan bibir yang ditekuk, membuat sang ayah ingin sekali mengecup bibirnya.


"Kalau begitu, berhenti menangis. Jagoan tidak boleh cengeng"



"huks, Euijinie tidak cengeng! Euijinie kuat!"



Astaga, bagaimana bisa ia membuat bocah yang sebegini menggemaskannya? Woojin akan membuatnya satu lagi nanti, yah— jika permaisurinya mengizinkan.










Woojin dan Hyeongseob diselimuti keheningan. Hanya terdengar suara televisi yang sedang menayangkan acara memasak. Diam-diam melirik si pucat dari ekor matanya, Hyeongseob nampak tak terusik. Tenang, sesekali membulatkan bibirnya kala menangkap hal baru.





"Hyeongseob-ah"





Sang empu menoleh. Menatap manik Woojin dengan iris hitamnya yang jernih.





"Bisa, kau ceritakan masa kecil—, eum Euijin?"


Hyeongseob tak langas menjawab,membuat Woojin dirundung gelisah. Takut-takut jika permintaannya menyinggung Hyeongseob.



"Tak apa jika--"



"Haruskah aku mematikan televisi terlebih dahulu?"





Kurva tipis tersemat diwajah Hyeongseob. Dengan itu, segala kegelisahan Woojin menguap entah kemana. Ia lega luar biasa saat Hyeongseob mau mengabulkan inginnya.







"--sebaiknya darimana aku harus memulainya?"


"Mulailah dari yang membuatmu nyaman untuk menceritakannya"


Hyeongseob mengangguk. Matanya menatap lurus seakan menerawang ke masa kecil Euijin.


"Saat masih bayi, Euijin sering sekali menangis. Hampir sepanjang malam aku terus terjaga untuk menemaninya, sekedar bersenandung agar tangisnya mereda. Kau tau, jika bayi yang lahir prematur memang lebih banyak menangis dibanding bayi yang lahir normal. Dan Euijin adalah salah satunya"

Hyeongseob dapat merasa jika Woojin baru saja meremat jemarinya lembut.




"euijinie ingin punya ayah?"




[1]  Little Girl ;jinseob ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang