04 Tidak Menang, Jangan Kalah

15.2K 1.6K 75
                                    

🌟

HANGOVER #1 - THE HAZARDOUS NIGHT

Chapter 03 Hyperemesis Gravidarum

🌟

Tranduser bergulir di permukaan perutku, sedikit nyeri karena dokter Zesta harus menekan untuk mendapat tampilan di layar USG. Tampilan monokrom yang aku tidak mengerti, sampai akhirnya dokter Zesta menjelaskan.

"Sudah 12 minggu ini, Mel. Sudah ada kepala, dua tangan, dua kaki," beliau menunjuk bagian yang kukenali sebagai janin di layar. Bentuknya mirip bayi hamster. "Jantungnya sehat, jarinya lengkap, geraknya aktif. Jenis kelamin belum kelihatan, paling cepet bulan depan. Calon anak pinter ini."

Haruskah aku mengucap alhamdulillah?

"Anaknya pinter, ibunya juga harus sehat, Mel," jelas beliau lagi, merapikan tranduser lalu mencetak hasil USG-ku. Seorang perawat menyeka perutku dengan kain steril, dan aku dipersilakan menutup baju kembali. "Ketuban kamu kurang, harus banyak minum. Janin itu senang berenang di perut ibunya, lho."

Dokter Zesta sudah duduk di bangkunya kembali, dan aku di hadapannya, dipisahkan oleh meja kerja. Beliau menulis sesuatu di map berisi rekam medisku. Sesekali wanita kepala empat itu melirikku.

"Mualnya masih?" Aku mengangguk. "Tapi nggak ada flek atau bleeding, kan?" Aku menggeleng.

Dokter Zesta meletakkan penanya, sejurus kemudian melekatkan pandangnya padaku. Kurasa beliau menangkap keganjilan dari kebisuanku. Kuhindari mata dokter Zesta dengan menunduk. Mataku sendiri, memanas, ketika akhirnya ayat keji itu meluncur dari lidahku.

"Dok, saya ingin aborsi."

Aku memejam kuat hingga bulir air mata luruh di atas meja. Ada sumbat besar di tenggorokanku, mencekat nafasku. Pelipisku berdenyut hebat saat kuingat siluet makhluk mungil di rahimku.

Maaf, Nak...

Tubuhku lunglai direngkuh dokter Zesta.

"Malam itu saya dijebak, Dok. Saya nggak—" suaraku memudar. "nggak tahu siapa ayahnya..."

"Melati."

Nafasku makin memburu tak karuan. Dr. Zesta membelai puncak rambutku.

"Melati." Aku seperti anak kecil yang merengek dipeluk ibunya. Beliau berbisik parau. "Terlepas dari bagaimana prosesnya, setiap nyawa dalam rahim itu suci, Nak. Dia nggak punya dosa. Dia nggak tahu apa-apa."

Aku tahu, Dok.

"Kamu boleh kecewa, kamu boleh marah, tapi jangan bunuh dia, Melati. Lahirkan dia, peluk dia, cium dia, beri dia nama. Saya janji kamu nggak akan menyesal. Kamu akan menyesal seumur hidup kalau kamu putus nyawanya, Melati."

Aku tahu, Dok. Berhenti.

"Melati, lihat saya," Bahuku menegak diraih dr. Zesta, yang menahan nafas setelah menemukan wajah marutku. "Ayo janji sama saya, kamu akan lahirkan dia. Bilang, ‘Dia akan lahir dengan selamat’.”

Kuhindari mata dolter Zesta. Pecundang sepertiku tak bernyali mengikrarkan sumpah yang ingin kuingkari.

Kelingking dokter Zesta terulur di depan hidungku. Kaca mengaburkan pandangku, namun dapat kulihat beliau melukis senyum lembut.

"Semua biaya sampai persalinan dan perawatan di klinik ini, saya bebaskan. Obat sudah dicover asuransi kesehatan kamu. Saya hanya minta satu: selamatkan anak ini. Cuma kamu yang bisa, Melati."

Hangover #1 [Repost Non-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang