15 Depan, Belakang? Samping

12.2K 1.3K 97
                                    

🌟

HANGOVER #1 - THE HAZARDOUS NIGHT

Chapter 15 Depan, Belakang? Samping

🌟

Belakangan, aku semakin rajin jalan kaki. Sejak awal kuliah aku memang pedestrian. Walau teman-temanku kebanyakan dibekali transportasi roda dua maupun empat oleh orang tua, aku pikir aku belum butuh kendaraan pribadi. Fakultas Kedokteran hanya 20 menit jalan kaki. Hajat lambung banyak yang menjajakan di dekat kos juga kampus. Akses angkot mudah, meski aku sering salah menghapal trayek. Tapi itu bisa diatasi dengan bertanya.

Salah satu alasan aku rajin jalan kaki demi kelancaran proses persalinan. Menurut pedoman tidak sahihku, berjalan kaki dapat memperkuat otot rahim, yang artinya rahimku akan lebih siap untuk mendorong janin keluar. Aku bersedia melakukan apa saja supaya dia bisa keluar dengan sehat dan utuh, apalagi cuma jalan kaki. Terlalu mudah.

Hmm. Mengapa aku bersemangat begini hanya untuk nyawa yang tidak seharusnya ada di rahimku?

"Mel, sini!"

Aku baru meletakkan ransel di atas meja, ketika Sandra melambai padaku dari tengah kerumunan belasan anak. Tanpa berpikir aku mendekat. Mereka sedang menandatangani gipsum Fathir yang dua hari lagi akan dilepas.

"Kamu harus tanda tangan, Mel." Danny menyerahkan spidol permanen padaku. Mereka menyingkir untuk memberiku akses ke Fathir. "Ini gegara si lutung belagak jadi hanoman nolongin bidadari."

"Nggak lah, Dan." Aku membuka tutup spidol, tak lupa membungkuk dan tersenyum untuk Fathir, kemudian membubuhkan tanda tanganku di dekat milik Sandra. Aku menutup spidol. "Kalau kamu atau Sandra di posisi Fathir, pasti nolongin aku juga. Kalian kan gitu, tampang memble hati menye-menye."

Sebuah toyor datang dari belakang kepalaku.

Joko menyeletuk. "Untung cakep, Mel. Kalo jelek kek Sora Aoi Abang bedil kamu."

"Sing genah Jok, Sora Aoi jelek?" ejek Fathir. "Bedil pake apaan?"

"Pake hati sama quotes Tumblr, Thir, mbok pikir opo? Benda tumpul?" Kecuali Sandra dan aku yang saling pandang tak paham, semua tertawa. Benda tumpul apa, ya? "Kalo mbedil Melati takut kena sentimen dokter bule pas OSCE, jadi aku mbedil Sora Aoi wae."

Aku memelotot. "Aku yo emoh kon bedil, Jok!"

"Maunya dibedil siapa, Mel?" Sandra menyeringai.

"Dokter bule spesialis mata yang irisnya biru."

Asyem.

Mereka berciya-ciye bahagia. Aku menungkupkan wajah yang memanas karena jawaban terang-terangan Roman. Memoriku kembali pada video call malam itu, waktu bibirku kelepasan mengatakan suka matanya.

Untung cuma MATANYA. Bukan orangnya.

"Anak kita lahir kapan, Mel?"

Sandra menjitak Fathir. "Ambigu, goblok."

"Juni akhir perkiraannya," Aku menyelipkan tawa. "Deket UAB, mudah-mudahan setelah itu. Males ikut susulan."

"Iya Eneng, jangan susulan. Ntar Abang contek siapa?"

"Contek Sora Aoi, dong," celetuk Danny. "Kan guru besar?"

"Sora Aoi apanya yang besar?"

Pertanyaan itu bukan berasal dari salah satu dari kami, tapi dari belakang Sandra. Kontan keempat cowok kocar-kacir menyingkir, aku dan Sandra saling cengkram. Kena serangan jantung.

Hangover #1 [Repost Non-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang