🌟
HANGOVER #1 - THE HAZARDOUS NIGHT
Chapter 41 Hari Ini, Kami Jauh
🌟
Tiket elektronik itu tertanggal 24 Desember. Besok lusa. Tepat sehari setelah UAB sistem integumen.
Perasaan dokter McFord untukku, demi Tuhan tidak ada keraguan di dalamnya. Tapi bukan lantas dia mengerti, bahkan memiliki prerogatif atas haluan hidupku. Dia pikir dia siapa? Suamiku?
Pacar pun bukan! Dia cuma dosen PA-ku, yang sering kali ngawur, gila, edan. Sesaat dia begitu manis, detik berikutnya, dia membuatku ingin menyiram cokelat hangat ini ke mukanya. Demi keamanan, kutempatkan gelas itu di atas meja.
Mengingat dia dosenku, dan mengingat perasaanku sama dengannya, aku membendung kukuh semua repetan kalimat yang hendak kumuntahkan. Sebagai gantinya, hanya satu pertanyaan serak terputus.
"Ini sudah… dibayar? Berapa… harganya?"
"Ada di situ." Begitu polos, dia menunjuk layar gawainya. "Around 2 millions, maybe? Lupa."
Kupelototi lagi tiket elektronik itu. Tercantum pula di situ, issued date 15 Desember. Bola mataku nyaris menggelinding keluar.
Dia menyusun rencana goblok ini sejak seminggu yang lalu?!
Seberapa sadar pria ini dengan apa yang diperbuatnya?!
Tegas. Kujejalkan ponsel silver itu di dadanya. Menatapnya sengit agar dia paham amarahku bukan main-main.
"Saya nggak bisa terima ini. Besok saya ganti."
Dia menyimpan benda pipih itu kembali. "Aku nggak butuh diganti."
"Saya juga nggak butuh tiket ini."
"Kamu mungkin nggak. Tapi Papa dan Mamamu perlu bertemu kalian. Kamu dan Bumi." katanya, sok tahu. Sok tahu!
"Dokter tahu apa soal Papa Mama saya? Dokter nggak kenal mereka. Jangan ikut campur karena Dokter nggak lebih dari seorang yang asing bagi keluarga saya!"
"Fine. But just--" Kutampik gusar lengannya yang hendak mengusap rambutku. Dia menurunkan tangan itu bersama mata yang memohon. "Aku nggak mau kamu jadi asing bagi keluargamu sendiri, Mel…"
Aku? Asing bagi keluargaku sendiri?
HAHA.
"Kalau saya--" Kutelan ludah yang membatu. Tersangkut. "Yang akan mengasingkan saya dari keluarga saya… adalah kelakuan sok pahlawan Dokter sekarang ini."
"No, Mel. Listen." Dia menghimpun jemariku yang sekeras batu. "Operasi adalah momok untuk sebagian besar pasien, karena mereka tahu, mereka akan luka. Mereka akan diinsisi, dibuka, dan dibedah. Mereka punya hak untuk menolak, do nothing, biarkan penyakit itu bersarang dan membunuh perlahan. Atau, jalani bedah demi kebaikan mereka sendiri.
"And so are you… kamu bisa memilih terus bohong sama orang tuamu dan menyembunyikan Bumi. Tapi kamu juga paham, yang seperti ini nggak baik untuk kamu dan Bumi. Cepat atau lambat, orang tuamu akan tahu tentang ini. Semakin jauh kamu menunda, semakin besar kekecewaan mereka terhadap kamu, Mel."
Tanganku berontak ingin melepaskan diri. Tapi genggamnya begitu kuat, kukuh, mengintimidasi. Aku tak berkuasa.
"Beban kuliah terakhir semester ini selesai besok setelah UAB. Waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya kepada beliau, tanpa ditambahi, tanpa dikurangi. Jatah cutiku tahun ini masih utuh, jadi bisa dipakai untuk menemani kamu di perjalanan. Pasti repot kalau cuma kamu dan Bumi. Promise I will not interfere with anything between you and your parents. I just hope them to be able to meet their missing daughter. I'm sure that you miss them too."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hangover #1 [Repost Non-Revisi]
RomanceREPOST TANPA REVISI ⚠️ Rᴀᴛᴇ M (17+) ⚠️ Mᴇɴɢᴀɴᴅᴜɴɢ ᴅᴇᴘʀᴇsɪ, ᴋᴇᴋᴇʀᴀsᴀɴ, ᴋᴀᴛᴀ-ᴋᴀᴛᴀ ᴋᴀsᴀʀ, ᴋᴏɴᴛᴇɴ sᴇᴋs ɪᴍᴘʟɪsɪᴛ. Pɪʟɪʜʟᴀʜ ʙᴀᴄᴀᴀɴ sᴇsᴜᴀɪ ᴜsɪᴀ. ***** • Hangover #1 (the Hazardous Night) • Melati Pusparana tidak menampik bahwa cantik dapat berbuah konflik...