29 Holiday : Black Out

8.8K 1.1K 43
                                    

🌟

HANGOVER #1 - THE HAZARDOUS NIGHT

Chapter 29 Black Out

🌟

"Nih, berkas daftar ulang. Simpen yang bener."

Sebuah stopmap buffalo biru ditepuk ringan di puncak kepalaku. Segera kuraih dan membolak-balik berkas di dalamnya. Bukti pembayaran, bukti daftar ulang, bukti daftar praktikum, KRS, dan lainnya—semua lengkap.

Aku menengadah disertai senyum termanis.

"Makasih, Dok."

Aku sayang Dokter, hehehe.

"Cuma makasih?" Alisnya terangkat sebelah bersama seringai jahil yang membuatku gerah sekaligus degdegser.

"Trus maunya apa?" Aku mencoba terdengar kalem.

"Aku mau kamu,"

"Ha?"

Kalemku drastis menjadi badai yang mengguncang, ketika dengan cepat dokter McFord menyatukan kening lami.

"Aku mau kamu tahu, selama masih ada nafas, kamu punya hak penuh untuk berharap dan bahagia. I won't let you giving up so easily."

Setelah satu panggilan dari Bu Helena di bawah, dia beranjak dari ranjang, menutup pintu kamar sebelum keluar memenuhi panggilan ibundanya. Dengan debar yang masih acakadut, aku berbaring menyamping pada putraku.

Telunjukku memainkan pipi gembulnya, refleks kepalanya berputar gelisah. Mata pekatnya membulat tegang. Bibirnya megap-megap seperti ikan cupang kehabisan oksigen. Khusus Bumi, dia bukan kehabisan oksigen.

Cari mimik dia mah.

Seperti yang sudah-sudah, kuncup bibirnya segera menempel di dadaku setelah kubuka tiga kancing teratas. Mata bulat berkilau itu sama sekali tidak berkedip, menyembul dari balik dada. Percis bayi matahari yang terbit dari balik bukit Teletubbies.

Kubisiki anak ganteng ini. "Bum, kita sekarang di rumah Papa-Mamanya Dokter. Bumi jangan ngompol di sini ya, nanti susah jemur kasurnya."

Entah perasaanku saja atau Bumi menggeleng kuat, masih sambil menyesap sumber energinya.

"Lho, jadi mau ngompol?"

Bumi mengerjap dua kali.

"Aduu jangan, Bum. Kalo Bumi ngompol di sini Mama bisa dicoret dari daftar calon istri. Bumi sayang Mama nggak nih?"

Kali ini yang kuterima berupa tepuk ringan dari jemari pendek-mekar di dadaku. Andai bukan anak sendiri sudah kukunyah pipi mochinya itu.

***

Bu Helena ingin punya anak perempuan. Anak perempuan cantik yang bisa didandani dan diajak shopping berdua. Pada dasarnya semua anak perempuan cantik dan bisa didandani, menurutku. Tapi tidak semua anak perempuan mengerti shopping.

Aku adalah salah satunya. Tanya saja Elia, aku ini tidak punya fashion sense yang bagus. Si slebor itu walau sehari-hari penampilannya tomboy, gitu-gitu lebih sering nonton FashionTV daripada aku. Maka, sebenarnya aku kurang yakin ketika malam ini Bu Helena menyeretku shopping. Tentu saja tidak hanya berdua, berempat dengan putranya dan putraku.

Beliau memilihkan gaun pesta untukku. Bukan aku ingin menolak, tapi dalam setahun berapa kali sih aku pergi ke pesta? Pesta pertama dan terakhir yang kudatangi di Malang adalah pestanya Disya; dan aku tidak mau lagi.

Hangover #1 [Repost Non-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang