🌟HANGOVER #1 - THE HAZARDOUS NIGHT
Chapter 09 What Doctors Do
🌟
Masa Sekolah Dasar kuhabiskan sebagai penyendiri. Menukar kehidupan sosial dengan pengamatan langit, bunga, tanah, hewan, dan tumbuhan dalam diam. Aku juga suka mengamati sesama spesiesnya, manusia, walau tanpa terjun langsung. Atas kekakuan itu, pengasingan adalah hadiah yang kudapat dari teman-teman.
Di bangku Sekolah Menengah Pertama, aku belajar membuka diri dan tetap tidak mempunyai banyak teman. Bukan aku tidak mau, hanya saja terlalu banyak interaksi menguras energi. Satu sahabat yang seirama denganku adalah Arumi; kami senang berdamai dengan kebenaran. Ketika Arumi tutup usia di meja operasi melawan tumor otak, aku menangis dan menolak makan selama seminggu.
Dan, bertekad untuk menjadi dokter. Ketika diminta mengisi formulir ekstrakurikuler di Sekolah Menengah Umum, aku tidak ragu menulis Palang Merah Remaja (PMR) sebagai pilihan. Untuk pertama kalinya di ekstrakurikuler itu, teman lelaki yang bukan keluarga mengatakan bahwa aku cantik dan menyatakan cinta. Aku menolak baik-baik.
Berapa hati yang terusir, tersirat atau tersurat, tidak kuhitung. Di mataku sama sekali bukan prestasi, tetapi gelagat sebagian teman perempuan mengisyaratkan antipati. Aku tak pernah paham apa yang salah denganku, hingga suatu hari di belakang punggungku, mereka mengatakannya.
"Pelacur."
Aku memainkan peran sebaik-baiknya. Berpura-pura tuli dan tetap bodoh agar tak benar-benar ditinggalkan. Menebalkan dinding hati agar sakitnya tak meluber keluar. Menyibukkan diri dengan studi demi sebuah kesan baik-baik saja.
Tetapi sungguh, sepanjang bangku sekolahku yang penuh puji-umpat, belum ada perempuan yang mencoreng wajahku dengan kosmetik seperti yang telah dilakukan Disya, Jean, dan Mona.
Aku menyambar ransel yang kutitip pada geng Sora Aoi di sofa lobby. Keempatnya berhenti mengutik ponsel lantas tersentak memelotot, seolah melihat jasad yang bangkit dari kubur.
"Muka kamu kenapa?!"
Bibirku kebas karena tebalnya carut-marut lipstick. Lidahku kelu. Alih-alih menjawab, aku berlari keluar gedung utama jurusan Pendidikan Dokter. Hujan lebat disertai angin kencang yang merajam, tidak menyurutkan langkahku untuk pergi sejauhnya dari neraka berkedok perguruan tinggi ini.
Ke manapun, namun bukan di sini.
Kuraup kasar wajah hingga telapakku menghitam ternoda luntur pensil alis. Mataku berair, serasa dibakar, karena sikat maskara yang sempat menggesek sklera. Jejak merah menyala tertinggal di punggung tanganku saat menyapu bibir. Seret kakiku melemah. Dingin telah menggigit, tetapi aku tak akan berhenti.
Lari, Melati.
Pergi.Sejak mulanya ini bukan tempatku.
Jurusan ini, universitas eminen ini, kota besar ini, bukan tempatku. Dokter, bukan masa depanku.
Satu-satunya masa depan adalah kematian.
Jangan lagi berusaha melampaui marka Tuhan.Pergi.
Dan jangan kembali.***
Hidungku telah terbiasa dengan aroma antiseptik, hingga tak lagi dapat membedakan antara kos, laboratorium, atau... ah, tentu saja. Aku terbaring di bangsal rumah sakit ini untuk kesejuta kalinya. Dan aku masih membuka mata. Pun masih bernapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hangover #1 [Repost Non-Revisi]
RomanceREPOST TANPA REVISI ⚠️ Rᴀᴛᴇ M (17+) ⚠️ Mᴇɴɢᴀɴᴅᴜɴɢ ᴅᴇᴘʀᴇsɪ, ᴋᴇᴋᴇʀᴀsᴀɴ, ᴋᴀᴛᴀ-ᴋᴀᴛᴀ ᴋᴀsᴀʀ, ᴋᴏɴᴛᴇɴ sᴇᴋs ɪᴍᴘʟɪsɪᴛ. Pɪʟɪʜʟᴀʜ ʙᴀᴄᴀᴀɴ sᴇsᴜᴀɪ ᴜsɪᴀ. ***** • Hangover #1 (the Hazardous Night) • Melati Pusparana tidak menampik bahwa cantik dapat berbuah konflik...