27 What's Done is Done

9.9K 1.1K 72
                                    

🌟

HANGOVER #1 - THE HAZARDOUS NIGHT

Chapter 27 What's Done is Done

🌟

Jatim Park II dan BNS memang seru. Apalagi rumah hantu. Tapi kalau ditanya tempat wisata favorit nomor satu bagiku adalah pantai: sesuatu yang tidak ada di Malang kota. Ada sih, di Kabupaten Malang yang berjarak 2 jam dari sini itupun kalau bebas macet.

Aku menyukai semuanya dari pantai. Airnya. Ombaknya. Pasirnya. Karangnya. Kerangnya. Rumput lautnya. Pohon kelapanya. Hangat mentari—atau halo rembulan. Aroma gurih laut yang melegakan paru dan terkecap sampai di lidah.

Kalau yang lain senang berenang, berlarian, bergulung di ombak, atau berjemur di tepi, sedikit berbeda denganku. Aku paling senang diam saja, benar-benar diam, di daerah pertemuan pasir dan air.

Riak-riak manja datang merenda kaki yang telapaknya segera amblas 1 cm, akibat rapuhnya pasir saat bersatu dengan air. Si riak kembali ke laut dengan temannya, untuk kemudian kembali menyapuku lagi, membenamkan kakiku semakin dalam. Berulang kali melakukannya, meledakkan produksi endorfinku. Merangsang sensasi bahagia yang aneh, yang tidak cukup dinyatakan dengan 'bahagia'.

Sensasi yang sama dengan mencium dokter McFord. Ditambah Americano dari hela napasnya. Semakin membenam bibirku padanya, kebahagiaan meletup dari setiap sudut pori-pori kulitku.

Namun semua berubah saat Bumi menendang dokter McFord di pipi.

Aku beringsut mendekap rapat si mungil dan memelorot dari tepi ranjang, bersimpuh di lantai. Jantung Bumi berdetak cepat memang wajar karena dia masih bayi. Jantungku yang menyamai detak Bumi jelas bukan wajar. Jemariku semrawut menyakari bibir nakal ini.

ASTAGA BARUSAN AKU NGAPAIN?!

Bumi masih lelap tanpa dosa. Yang dosa adalah aku, ibunya, yang tidak sengaja menekan tubuhya. Karena dengan sengaja mencium laki-laki selain Bumi. Di bibir. Lambe nyosor. Asdfghjkl.

Apa anakku marah? Kecewa kah dia pada ibunya? Tidak suka kah dia? Saat di dalam maupun di luar rahim, Bumi selalu menendangi dokter McFord di kepala, walau anehnya dokter McFord tidak keberatan dan justru sangat menikmati.

Sentuhan telapak bidang nan hangat di keningku membuyarkan semua fantasi.

"Masih hangat. Perlu ab? Aku selalu benci meresepkan ab."

Suaranya biasa. Lirih, tetapi masih biasa. Dia tahu? Atau tidak? Yang mana?!

"Kenapa di bawah? Duduk sini."

Terdengar suara ranjang ditepuk pelan. Kuberanikan untuk menengadah dan memutar kepala, mendapati dosenku dan rambut kacaunya sudah bersila di atas ranjang. Tersenyum letih, tetapi masih biasa juga. Perlahan kuangkat lagi Bumi dan menempati ruang yang tadi ditepuk dokter McFord.

Matanya masih terbuka separuh ketika mengangsurkan sebuah termometer digital padaku, ditukar dengan Bumi yang segera diambilnya.

"Cek."

Setelah memastikan aku menyisip stick itu di ketiak, dokter McFord menatap Bumi dalam. Lekat. Semakin hangat. Kemudian bibirnya melukis senyum lelah. Bibirnya. Bibir. Bibir. Bibir pahit-nikmat kopi Americano yang tadi kucium.

Hangover #1 [Repost Non-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang