17 Adiknya, Temannya

9.6K 1.2K 47
                                    


🌟

HANGOVER #1 - THE HAZARDOUS NIGHT

Chapter 14 Adiknya Temannya

🌟

"Mel, bagi kacang."

Tanpa pikir panjang kupeluk setoples kacang atomku, menjauhkan dari jangkauan kingkong betina bernama Elia.

"Ih kok pelit, sih!"

Kutudingkan telunjuk ke dahinya. "Salahmu sendiri ngehasut geng Sora Aoi. Dasar provokator."

Bibirnya menekuk tajam. "Kan udah minta maaf."

"Dimaafin, tapi nggak dilupain!"

Bukan Elia kalau tidak gendeng. Bocah itu merangsek di kakiku, dan kontan saja aku berusaha menarik kaki ke atas ranjang. Tapi sepasang lengan Elia lebih gesit menahan telapakku, dan menciumi bagian punggungnya.

"Heh! Ini barusan nginjek telek ayam!"

Tak mengacuhkan makianku, Elia malah semakin sambat, menggerayang dan menciumi kakiku. "Ampuni hamba, Kanjeng Ratu. Hamba bertobat, tobat nasuha dari lubuk hati terdalam. Tolong jangan hukum hamba seperti ini. Hamba masih punya lambung yang harus-"

"Iya. IYA! Mamam noh!"

Elia berdiri lantas menari ubur-ubur, sambil mengangkat tinggi toples kacangku yang-dengan sangat terpaksa-kuserahkan padanya. Daripada kakiku melepuh terkena liurnya.

"Li."

"Hadir, Kanjeng Ratu!" Elia segera duduk di ranjang bersamaku, membuka toples, menyuapkan sebutir kacang ke mulutku, dan lima butir ke mulutnya. "Ada yang bisa hamba bantu?"

Kutelan dulu kacang ini sebelum memulai. "Jadi gini," aku memutar mata, mencari kalimat. "Aku harus pindah akhir bulan ini. Tadi dibilangin sama Bu Karlina. Aku juga tahu kok, nggak mungkin aku tinggal di sini sama bayi."

Kecepatan mengunyah Elia menurun kontras. Mata bulatnya kehilangan sinar.

"Nanti siapa yang ngasih aku kacang?"

Aku tersenyum satir. Walau terdengar seolah pertemanan kami hanya diikat oleh kacang atom, percayalah, raut kecewa Elia tidak bisa disembunyikan.

"Gampang dah, Li. Kalo kamu bisa bantu cariin kontrakan rumah yang murah dan deket sini, aku beliin satu kardus kacang. Aku nggak mungkin ngekos lagi. Harus kontrak rumah, karena si bayi ini."

Sepasang mata bulat itu berair. Alisku bertaut.

"Kurang? Oke dua kardus. Penawaran terakhir ini. Lebih dari ini aku bisa bangkrut," bujukku.

"Bukan itu-"

Dering smartphone Elia di atas meja menginterupsi kalimatnya. Gadis itu menarik ingus, mengusap kasar sudut matanya, lantas beranjak melihat gawainya. Dia berjengit seperti disambar geledek.

"Datang?!"

"Siapa?" Aku melongok di sebelahnya, berusaha kepo, tapi Elia lebih cepat menutupi layar smartphone-nya.

Dia cengengesan culun. "Temen kecil. Hehehe." Dan tanpa menunggu pertanyaanku, dia melesat keluar kamar untuk menerima panggilan itu.

Aku berbaring menyamping, menilik smartphone-ku yang belum tersentuh sejak dari wastafel karaoke. Balasan dari dokter McFord kubaca paling pertama.

dr. McFord
ngapain?

Statusnya sedang online. Aku ketahuan sudah nge-read.

Hangover #1 [Repost Non-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang