Adzan Subuh membangunkan Sakha dari tidurnya. Dengan cepat Sakha mandi dan mengambil Wudhu untuk Sholat berjama'ah di Masjid bersama Handaya.
Tokk...Tokk...
"Iya Abi bentar Sakha sudah selesai". Ucap Sakha.
"Ok.. Abi tunggu di depan ya". Ucap Handaya dari balik pintu kamar Sakha.
Saat Sakha sudah keluar kamar ia mendengar lantunan ayat al-Qur'an yang begitu merdu dari kamar Nafisah.
Indah sekali dia mengaji. Aku kira dia seorang wanita seperti biasanya, ternyata dia berbeda. Batin Sakha terkagum dan tanpa dia sadari sebuah senyuman menghiasi wajah tampannya itu.
"Cepat Sakha nanti kita telat berjama'ahnya". Teriak Handaya dari lantai 1 membuat Sakha sadar dari lamunannya dan langsung berlari kecil ke arah suara teriakan Abinya itu.
"Iya... Bi...". Teriak Sakha.
Mereka pun pergi menuju Masjid untuk melaksanakan Sholat Subuh berjama'ah.
Dalam perjalanan Sakha selalu di geluti oleh pertanyaan yang di lontarkan Handaya mengenai Nafisah.
"Sebenarnya kamu bisa kenal Nafisah karna peristiwa apasih?". Tanya Handaya yang mulai penasaran bagaimana Sakha bertemu dengan Nafisah.
"Waktu aku ga sengaja nabrak dia pas mau ke kampus dia bilang kalau dia kabur dari rumahnya karena orangtuanya ingin menjodohkan dia dengan pria yang usianya sangat jauh darinya. Dan dia langsung minta bantuan aku, jadi ya... Aku kasih tempat dia di kost-an sebelum aku bawa dia ke rumah". Jelas Sakha PxL.
"Oh... Begitu... Terus kamu ada perasaan ga sama dia...". Goda Handaya, Sakha yang melihat ekspresi tidak enak dari Handaya justru mengernyitkan matanya.
"Perasaan. Maksud Abi?". Sakha justru balik bertanya pada Handaya dengan ekspresi polosnya.
Ya... Handaya tau Sakha tidak pernah dekat atau bahkan berinteraksi dengan wanita karna dia takut akan zina. Tapi saat Handaya melihat Sakha pernah memperhatikan Nafisah meski dalam diam itu cukup membuat Handaya penasaran apakah Sakha menyukai Nafisah atau hanya sekedar kagum dengan gadis shalihah itu.
"Ya... Perasaan kamu ini sok polos, udah remaja juga. Maksud Abi apa kamu kagum atau bahkan suka dengan Nafisah?". Handaya lagi-lagi terus melontarkan pertanyaan demi pertanyaan pada Sakha dan itu berhasil membuat Sakha tertegun dan bingung harus menjawab apa.
Entah perasaan apa yang aku rasakan saat ini. Entah itu rasa kagum atau apa yang pasti saat aku mendengar saat Nafisah membaca al-Qur'an itu cukup membuatku sangat kagum dengannya meski umurku dan dia hanya terpaut 2 tahun lebih muda dariku. Aku rasa pria yang kelak mampu menaklukan hati gadis sekaku Nafisah sangatlah hebat. Batin Sakha senyuman manis terukir dari Sakha. Diam-diam tanpa sepengetahuan Sakha, Handaya melihat Sakha terseyum sendiri tanpa sebab entah apa yang putranya itu fikirkan.
"Hey... Diam saja". Handaya menyikut pelan lengan Handaya, sontak Sakha sadar dari lamunannya itu.
"Ehh...emmm.. Ya sudah Bi ayo pulang, aku lapar mau makan masakan Umi yang super enak". Cegah Sakha kemudian berjalan mendahului Handaya karna dia tidak ingin Handaya melontarkan lebih banyak pertanyaan.
"Dasar.... Remaja Zaman Now untuk mengungkapkan perasaan pada Abinya saja dia sungkan apalagi untuk jujur pada Nafisah tentang perasaannya itu". Handaya menggelengkan kepala melihat tingkah putranya itu.
Saat telah sampai dirumah....
"Assalamu'alaikum". Ucap Sakha dan Handaya berbarengan seraya mengetuk pintu.
"Wa'alaikumussalam". Jawaban dari dalam yang di sambut oleh 2 suara wanita, yang tak lain Rasya dan Nafisah.
"Nafisah kamu bisa tolong bukakan pintunya. Umi nanggung lagi cuci piring". Ucap Rasya lembut. Dan diangguki Nafisah. Nafisah berjalan ke arah pintu dan membukakannya. Disana ia dapat melihat Sakha yang memakai baju koko berwarna putih lengkap dengan peci yang berwarna senada dengan bajunya, ditambah sajadah yang bertengger di pundaknya. Entah mengapa Nafisah merasakan pipinya panas melihat penampilan Sakha yang begitu tampan dengan baju kokonya itu.
"Nafisah... Kamu kenapa nak, ko mukamu merah. Apa kamu sakit?". Tanya Handaya saat melihat Nafisah hanya tertegun tak berbicara dan ditambah dengan wajah yang sedikit memerah.
"Ehh...emm... Engga ko Abi aku... Aku..ga pa-pa". Ucap Nafisah gugup betapa malunya ia saat ini karna Handaya melihat wajah merahnya, Nafisah langsung mempersilahkan kedua pria itu masuk dengan wajah yang menunduk karna malu.
"Tunggu.. Tadi kau bilang Abiku dengan sebutan 'ABI'?". Tanya Sakha penasaran, dia pikir Nafisah sudah menjadi istrinya seenaknya menyebut Abinya dengan sebutan ABI.
"Umi-mu yang menyuruhku memanggil mereka seperti kau memanggilnya". Ucap Nafisah kemudian berlalu menuju dapur dan membantu Rasya di dapur.
"Dasar wanita aneh". Ucap Sakha pelan agar tidak di dengar oleh orang rumah termasuk Nafisah.
Saat makanan telah di sajikan di atas meja makan oleh Nafisah dan Rasya, Handaya dan Sakha mengambil tempat duduknya masing-masing.
Sakha yang sudah siap dengan baju khas Pilot terlihat sangat gagah dan sangat tampan. Dan semua itu tak luput dari pandangan Nafisah yang lagi-lagi terkagum dengan ketampanan Sakha, bukan hanya tampan saat dia mendengar semua tentang Sakha dari Rasya, ternyata Sakha seorang Hafidz Qur'an sama sepertinya yang juga seorang Hafidzah. Entah mengapa kini selalu ada debaran bila dirinya dekat dengan Sakha. Ada rasa gugup, takut, senang, semuanya tercampur sempurnya.
"Nafisah... Nafisah.... Nafisah....". Ucap Rasya sampai tiga kali dia memanggil namun Nafisah hanya tersenyum terus memandangi Sakha, Sakha yang beberapa menit kemudian dipandangi oleh Nafisah hanya mengenyitkan matanya.
"Ehhh... Emm... Astaghfirullah... Maaf Umi, aku tadi melamun". Ucap Nafisah menunduk malu menutupi wajahnya yang kembali memerah.
"Biasa aja dong liatin gue-nya lagian gue udah biasa pake baju segagah ini". Ucap Sakha dengan nada dingin saat dia telah mengambil tempat duduknya. Nafisah yang mendengar lontaran kata dari Sakha semakin menunduk malu karna ternyata Sakha tahu kalau dia memeperhatikannya.
"Hahaha....". Gelak tawa pecah dari Handaya dan Rasya. Sakha dan Nafisah yang mendengarkan hanya mengernyitkan mata menatap kedua pasangan yang telah halal itu.
"Apasih Bi...Mi...". Ucap Sakha dan Nafisah berbarengan.
"Kamu kenapa ngikutin omonganku". Ucap mereka berbarengan lagi dan kali ini suasanan di meja makan penuh dengan suara tawa dari Handaya dan Rasya.
"Ya ampun kalian ini sudah sudah jangan buat Abi dan Umi sakit perut karna ngetawain tingkah kalian ini". Ucap Rasya berusaha meredam tawanya.
"Sudah... Sudah ayo kita sarapan dulu". Kata Handaya setelah tawanya kini telah pudar karna melihat wajah kedua remaja itu saling menunduk menahan malu.
Apa-apaan sih dia itu membuatku menahan malu dengan orangtuaku. Batin Sakha kesal.
Dia itu maunya apasih kenapa juga ngikutin ucapanku. Batin Nafisah merasakan kekesalan juga.
*****
Hadeuhh... Hadeuhh... Nih Sakha sama Nafisah kerjaannya berantem aja. Tapi lucu sih berantemnya romantis haha...😄
Vote and coment jangan dilupakan ya😆
See You Next Time...👋
KAMU SEDANG MEMBACA
TULUSNYA CINTA SAKHA (TELAH TERBIT)
Teen Fiction{✔} Rank : #1 Calonimam #8 Islami #11 Keluarga #2 Rohani #2 Ketulusan #1 Kekasih halal #3 Kehidupan #4 Kisah cinta # 1 Religi #22 Fiksi #33 Remaja Seorang Pria tampan bernama Sakha Abhiyu Nugraha. Lahir di keluarga yang menjunjung tinggi nilai agama...