Part 22

8.6K 313 0
                                    

"Nafisah... Kamu udah lebih baik?". Sakha mengusap pucuk kepala Nafisah dengan lembut, wajah Nafisah sudah tak lagi pucat.

"Aku udah lebih baik ko mas. Mas ga kerja?".

"Hari ini mas mau jagain kamu dan lagi pula Abi bisa gantiin aku sementara di kantor".

"Mas...". Nafisah berusah bangkit dari tidurnya dengan dibantu Sakha.

"Ada apa? Kamu harus istirahat dulu ya".

"Aku mau tanya, apa mas yakin untuk mengundurkan diri sebagai seorang pilot?". Pertanyaan Nafisah membuat Sakha berfikir kembali akan keputusannya itu.

"Jujur... Aku masih belum yakin, tapi.. Aku tidak mau jauh dari kamu sayang, dan aku tidak bisa jika harus meninggalkanmu begitu jauh". Sakha mengecup kening Nafisah sesaat dan menatap wajah sayu istrinya itu.

"Aku akan mendukung apapun keputusanmu mas, dan aku akan selalu ada sisi kamu. Selamanya...".

"Terimakasih sayang". Sakha memeluk Nafisah erat.

"Aku ke dapur sebentar ya, kamu harus makan, karna tadi kamu muntah terlalu banyak". Sakha keluar dari kamar untuk mengambilkan makanan setelah Nafisah mengiyakannya.

ΔΔΔ

"Umi... Abi.... Sakha dari tadi nunggu umi, katanya umi mau buatin teh untuk Nafisah?". Sakha baru ingat saat Rasya pamit untuk membuat teh untuk Nafisah, dan di ikuti oleh Handaya.

"Ehh... Astaghfirullah Umi sampai lupa, ini gara-gara Abi sih".

"Ko Abi sih, Umi". Elaknya

"Hah... Ya udah biar Sakha aja yang buat sekalian Sakha mau ambilkan makanan untuk makan siang Nafisah". Sakha mengambil beberapa lauk dan membuatkan teh untuk Nafisah. Sedangkan Rasya dan Handaya memperhatikan Sakha yang begitu mengkhawatirkan Nafisah sampai segitunya.

"Sakha...".

"Iya Umi?". Jawabnya masih sibuk dengan aktivitasnya membuat teh hangat.

"Bukankah lebih baik jika kita panggil dokter kesini, umi juga khawatir pada Nafisah".

"Sakha juga maunya gitu umi, tapi Nafisah terus menolaknya".

"Ya udah kamu bawa makanannya dulu, biar umi telpon dokter untuk memeriksa Nafisah. Nafisah tidak akan bisa nolak kalau dokternya datang nanti".

"Iya Umi, terimakasih". Sakha membawa makanannya ke kamar dan menyuapi Nafisah dengan lembut.

^^^^

Disisi lainnya.

"Sandra... Kamu ko disini sendirian nak?". Tanya wanita paruh baya yang tak lain ibu tiri Sandra.

"Emm... Sandra hanya ingin menghirup udara segar di sini Ibu". Sandra berusaha menenangkan pikirannya setelah 2 hari sebelumnya ayahnya marah besar setelah mengetahui Sandra akan bercerai, bahkan ayahnya pun belum tahu bahwa Sandra sudah menikah dan tiba-tiba saja bercerai. Di tambah lagi kini pikiran yang muncul adalah nama dari suami sahabatnya Nafisah adalah 'Sakha', dan itu menjadikan tanda tanya baru di pikiran Sandra.

"Ayahmu, sebentar lagi pulang. Dia sudah bisa menerima semuanya, dan dia bilang. Dia tidak akan pernah marah terlalu lama pada putri cantik satu-satunya ini". Safiya [Ibu tiri Sandra] mengelus pucuk kepala Sandra dengan penuh kasih sayang.

"Terimakasih Ibu, maaf kalau Sandra masih belum bisa menjadi wanita yang baik. Sandra permisi ke kamar dulu ya Bu". Sandra bangkit dari duduknya dan pergi ke kamarnya.

Safiya tahu bahwa Sandra masih belum siap menerimanya dengan sepenuh hatinya. Tapi, Safiya akan terus berusaha mengubahnya menjadi seorang wanita shalihah seperti almarhumah Alisia.

TULUSNYA CINTA SAKHA (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang