Bagian 12

4.4K 239 24
                                    

Menyukaimu adalah sebuah keraguan.
—Felicia Adzkya

▪▪▪

Malam mulai beranjak. Sang purnama mulai menampakkan pesonanya. Seperti biasanya Felicia tengah bergelut di atas meja belajarnya pada waktu seperti ini. Ia terlihat menatap sederetan abjad yang bertebaran di permukaan bukunya lalu membacanya kemudian berusaha memahami isinya.

"Akh, fokus fokus fokus." Keluh Felicia memukuli kepalanya sendiri, lama-lama Ia menjadikannya sebagai samsak.

Bukannya memokuskan pandangan kepada buku, Felicia malah menopangkan dagu dan sebelah tangannya lagi menjentikkan jari di atas meja. Pikirannya mulai melayang tak tentu arah.

"Tuh, bocah ngapain sih pake acara peluk-pelukan segala?" Felicia berdecak.

Saat insiden pingsan karena kegelapan di rumah Devano tadi siang, Ia sempat tersadar dan merasakan jika tubuh mungilnya berada di dalam pelukan Devano. Sempat Ia merasakan jantungnya berdetak lebih keras selama beberapa detik kemudian kembali tidak sadarkan diri.

"Buat apa juga Dia seperhatian tadi?" Felicia mencebikkan bibirnya. Devano yang terkenal bodo amat terhadap urusannya, entah kesetrum apa ataukah sedang mabuk malah melarang Mona untuk menanyainya setelah tersadar dari pingsannya.

"Dan ngapain coba Dia ngebela-belain nganterin gue pulang, padahal bisa aja Dia nyuruh gue pulang sendiri atau paling nggak nyuruh orang lain-lah nganterin gue?" imbuh Felicia masih berpikir keras.

"Kalau dipikir-pikir tuh bocah ada juga yah sisi baiknya," senyum Felicia mengembang.

"Khm khm," dehem Felicia kemudian mendatarkan bibirnya untuk menolak garis takdir bahwa Ia sedang tersenyum karena ulah manis Devano yang tulus atau karena modus.

Tok Tok Tok. Felicia menoleh ke arah pintu.

"Iya, bentar!" Teriak Felicia beranjak menuju pintu.

"Ada apa, Ma?" Tanya Felicia saat Anetta telah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Di bawah ada yang nungguin kamu?" 

"Siapa Ma?" Felicia tertegun. Seumur hidupnya baru kali ini ada orang yang bertamu malam-malam dan mencari dirinya.

"Lah mana Mama tau," Anetta mengangkat bahunya.

"Dia manusia kan Ma?"

"Kamu ini ngomongnya ngawur mulu," tegur Anetta memelotot.

"Becanda Ma," Felicia terkikik mirip kuntilanak bercermin bawaanya jerit-jerit takut liat muka sendiri.

"Atau jangan jangan—"  selidik Anetta menyipitkan matanya ke arah Felicia.

"Jangan-jangan apa sih, Ma. Yang nyariin cowok apa cewek Ma?" Tanya Felicia menautkan alis.

"Cowok." Jawab Anetta menyeringai iblis.

"Hah. Cowok?" Suara Felicia meninggi.

"Ini masih di rumah loh Fel, bukan di gunung, lagian kalau bicara sama orangtua itu harus lemah lembut," Anetta berdecak beberapa kali.

"Maaf Ma," Felicia menangkupkan tangannya di depan dada sembari memanyunkan bibir.

"Buruan ke bawah gih, nggak baik tamunya menunggu!" Titah Anetta yang segera diiyakan oleh Felicia.

●●●

Felicia berdiri membatu saat menginjakkan kaki ruang tamu. Nyawanya seakan di tarik naik ke langit sehingga susah bernafas. Ia tidak mampu pula bergerak, berkata bahkan berkedip pun terasa berat untuk dilakukan seperti kedua bulu matanya telah digantungkan barbel. Felicia berusaha mengumpulkan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang terlanjur sekering gurun sahara.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang