Bagian 18

3.5K 190 23
                                    

Saat kita berpisah, seolah dunia adalah penjara bagi kita. Namun ada alasan mengapa kita dipisahkan agar kita bisa saling merindu dan menyadari perasaan masing-masing.
—FelDev

▪▪▪

"Psikologi faal adalah psikologi yang mempelajari perilaku manusia berkaitan dengan fungsi dan kerja alat-alat tubuh, arghhh—" Felicia menjambak rambutnya sendiri dengan perasaan frustasi.

Ia berulang kali membaca buku yang terbuka lebar di atas meja belajarnya. Namun konsentrasi belajarnya sedang nge-drop sama seperti malam malam sebelumnya. Pikirannya selalu mengambang ke mana-mana sehingga materi pelajaran hanya masuk di telinga kiri dan keluar tanpa pamit di telinga kanan bahkan nangkring sedikit pun saja enggan.

"Dalam perkembangan ilmu psikologi faal di dunia barat bernama Biopsikologi, dalam kajiannya Biopsikologi. Arggghh, sial!" Felicia mengacak-acak semua buku yang berada di atas meja belajarnya.

"Please, gue pengen konsentrasi belajar, lo jangan singgah di otak gue pea." Jerit Felicia menyandarkan tubuhnya di kursi dan menghela nafas panjang.

"Lo pea, osuki tengil, sampah kampus, kutu kampret kampus!" Teriak Felicia keras, bahkan semut pun bisa terkena jantung koroner karena teriakannya.

"Gue emang babo, mulut gue nggak bisa dikontrol," Kesal Feliciapada diri sendiri seraya menidurkan kepalanya di atas meja belajar.

"Ngapain sih gue bikin kesepakatan konyol kayak gitu, kekanakan. Gue nyesel." Felicia memukuli kepalanya yang tidak berdosa.

Tok tok tok.

"Siapa?" Teriak Felicia menoleh ke arah pintu kamarnya.

"Ini Mama!"

Serta merta Felicia memungut bukunya yang berserakan di lantai dan memperbaikinya seperti posisi semula.

"Ada apa Ma?" Tanya Felicia saat pintu terkuak lebar.

"Ada apa, ada apa. Kamu lagi ngapain, kenapa bukain pintunya lama?" Tanya Anetta balik dengan omelan khasnya, suaranya datar tetapi matanya memelotot mengintrogasi.

"Kan lagi belajar Ma," Felicia memamerkan gigi.

"Trus tadi mama dengar dari lantai bawah kamu teriak teriak nggak jelas, kamu lagi ngapain?" Selidik Anetta.

Felicia menggigit bibir.

"Mama lagi nanya, kamu kamu lagi ngapain, ngusir setan?" Imbuh Anetta menatap Felicia lekat.

"Ih, mama horror banget sih," Felicia mengusap tengkuknya yang tiba-tiba merinding.

"Kamu itu yah niatan bikin Mama jantung koroner," Anetta menggelengkan kepala.

"Maaf deh Ma," Felicia menangkupkan tangannya di depan dada.

"Lain kali kalau mau nyanyi keras-keras, sana di karokean jangan di kamar, entar kalau tetangga bangun dan ngirain kamu teriak karena kemalingan kan repot," Tutur Anetta menghela nafas panjang.

"Ma, Felicia lagi nggak nyanyi—"

"Trus ngapain?" Potong Anetta cepat.

"Udah dulu yah Ma, introgasinya besok aja, Felicia mau belajar dulu," Felicia memainkan alisnya.

"Ya udah belajar yang baik, jangan teriak-teriak lagi." Anetta menyerah dan membalikkan badannya untuk meninggalkan tempat itu.

"Ma!" Panggil Felicia yang serta merta membuat Anetta membalikkan badannya sejauh 180 derajat.

"Ada apa?" Tanya Anetta menautkan alis.

"Ma, Felicia pengen punya adik," Felicia tertawa garing.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang