Bagian 23

3.3K 199 12
                                    

Kuingin katakan cinta sebelum oranglain mendahuluiku tapi rasanya masih gengsi untuk mengatakannya.
—Devano Ranggata Andalas

▪▪▪

Devano duduk menyandarkan tubuhnya di dinding tembok sembari membaca sebuah buku dan sebelah tangan lainnya memegang coffee cup. Sesekali Ia menyesap minuman itu dengan penuh kenikmatan.

"Tumben hari ini lo sama istri lo diam-diaman di kelas?" Tanya Nata yang duduk di sebelah Devano memperbaiki posisi duduknya dan menghadap ke arah Devano.

"Dev, jawab dong." protes Nata sebal.

"Berisik lo." ujar Devano menutup buku bacaannya dan menghela nafas panjang.

"Ya elah, gitu amat sih sama gue. Gue kan cuma nanya ke lo yang aneh gitu sama istri lo. Biasanya kan kalau lo ketemu sama dia bawaanya mirip Tom and Jarry," jelas Nata melipat tangannya di depan dada dengan perasaan BT.

Pletak.

"Istri istri. Istri lo pala dua," Devano menjitak kepala Nata sambil berdecak kesal.

"Aww, gue terdzolimi lagi," keluh Nata memegangi kepalanya yang terkena jitakan cantik Devano. "Lagian lo minta doanya yang baik-baik lah, masa istri gue kepalanya dua, siluman dong berarti," imbuhnya dengan wajah cemberut.

"Mulut lo mau dijahit, berisik banget. Makanya kalau nggak mau dijitak dan di doain yang jelek, jangan suka ganggu orang. Mendingan lo belajar sana untuk MID nanti," Devano lagi-lagi memukul kepala Nata dengan bukunya.

"Aduh." ringis Nata mengusap kepalanya. "Gimana gue bisa pintar sih, kalau kerjaan lo taunya cuma ngedzolimi kepala gue," Nata memelototi Devano.

"Tuh mata minta dicolok dan dicopotin yah atau urat mata lo pengen dikepang!" Bentak Devano balas memelototi Nata.

Nata hanya mampu mendesah frustasi tanpa membalas ucapan Devano. Meski dalam mulutnya greget minta mengumpat balik bahkan kalau perlu menonjoknya sampai mukanya rata seperti habis diparut. Namun apalah daya, bukan hanya otak, otot Devano jauh lebih kuat dibandingkan dirinya yang paling anti dengan gym hingga tenaganya pun se-melow hello kitty.

"Dev?" Panggil Nata lagi-lagi mengusik ketenangan Devano yang tenggelam dalam bacaanya. Seolah tiada habis waktunya untuk menganggu Devano. Ia pun tidak jera jika kepalanya menjadi langanggan jitakan sahabatnya.

"Nat, gue gemes deh sama lo," ucap Devano menggertakkan gigi hingga tulang rahangnya tampak mengeras. "Gue pengen banget blender tubuh lo sama cabe," imbuh Devano mencengkram bahu Nata hingga bajunya tampak kusut.

"Dev ampun," Nata memelas.

"Makanya jangan ganggu gue kalau lagi belajar," Devano menunjukkan keseriusannya.

"Iya deh, iya," balas Nata bergidik ketakutan.

"Mirip psykopath aja dia," Batin Nata segera bangkit dari posisinya. "Dev, gue cari angin dulu yah?" pamit Nata berdiri dari tempatnya tanpa mendapat respon dari Devano.

Nata berjalan menuju teras gedung lantai dua yang ditempatinya sekarang. Selain bisa menikmati udara segar, Ia juga bisa meneropong daun muda yang berlalu lalang di bawah, siapa tau bisa kecantol dan diajakin pacaran.

●●●

"Halo Yang," ucap Syena menerima telepon setelah iphone-nya berdering selama beberapa kali.

"Yang, Iyang, Mayang, Cenayang, Sayang. Ambigu banget deh," cicit Felicia mulai kepo dan mendekatkan pendengarannya di dekat iphone Syena yang menempel di telinga.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang