Bagian 21

3.5K 178 17
                                    

Hari minggu bersama kamu dan sahabat adalah paket sempurna.
Devano Ranggata Andalas

▪▪▪

Nata duduk di kursi ukir teras rumah Devano dengan perasaan gelisah. Ia berulang kali mengganti posisi, sebentar-bentar duduk bersila di atas kursi atau duduk cool ala cogan tebar kegantengan ataupula duduk menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi sembari menghitung burung-burung yang beterbangan di langit biru.

Sesuai adat istiadat setiap hari minggu setelah jam makan siang, rumah Devano menjadi langganan untuk berkumpul kebo kaum jomblowan seperti Ia dan Roy.

"Nat, tehnya diminum," Sahut Mona tiba-tiba muncul sambil membawa secangkir teh dan setoples kue keju.

"Makasih tante, maaf merepotin," balas Nata memamerkan gigi putihnya.

"Alah, dari dulu mah kamu emang hobinya ngerepotin tante," ledek Mona terkekeh pelan sambil meletakkan secangkir teh dan setoples kue tadi di atas meja.

"Si Tante mah kalau ngomong suka bener," Ungkap Nata ikutan tertawa.

"Nat!" Panggil Mona.

"Iya tante?" Nata memandang Mona sembari mengangkat alis.

"Jagain Devano yah," pinta Mona serius.

"Emang tante mau kemana?" Nata tertegun.

"Besok tante sama Papanya Devano mau ke luar negeri, mau jemput Kakaknya Devano soalnya nggak bisa pulangn sendiri," Tutur Mona.

"Wah enak yah jadi orang kaya bisa ke luar negeri tanpa mikirin biaya," Ungkap Nata menghela nafas panjang.

"Nat, semua orang punya rejekinya masing-masing," nasihat Mona menatap Nata lembut.

"Iya iya tante,"

"Tante titip Devano yah, jangan ajakin ke tempat aneh-aneh, ingetin terus belajar—"

"Hahaha."

"Kenapa ketawa?" Tanya Mona heran.

"Tan, Devano bukan bocah yang mesti dijagain lagi, yang nggak perlu dicebokin pas lagi pup, yang nggak perlu dibedakin dan dipakein baju pas udah mandi, lagian Devano anaknya baik kok, justru Dia yang sering ingetin Aku kalau jalannku belok," Tutur Nata terkikik.

"Tapi tetap aja Tante ingetin biar kalian bisa saling menjaga," Imbuh Mona serius.

"Iya deh Tan," Nata mengangkat jempolnya.

"Kalau gitu tante ke dapur dulu, kamu yang sabar yah nunggu Devano," pamit Mona.

"Yang belum pasti aja aku sabar menunggu, gimana yang udah pasti Tan," ujar Nata memainkan alisnya.

"Bocah gini nih pantas—"

"Pantas jadi menantu yah tante?" Potong Nata cepat.

"Pantas di dikubur hidup-hidup di lumpur sawah," ledek Mona terkekeh.

"Ish, tante mah gitu," protes Nata mencebikkan bibir.

"Udah ah, tante masuk ke dapur dulu," ujar Mona melenggang pergi dari tempat itu.

Nata kembali berganti posisi duduk dengan berjongkok di atas kursi mirip orang yang sedang buang air besar.

"Dev, lo dimana sih? udah kayak orang penting aja yang mesti ditungguin, lagian lo ngaret banget sih kalau keluar," dumel Nata merasa jenuh.

"Si Roy juga, lama banget dah datang mirip cecan aja yang ditungguin dandan," tambah Nata berdecak kesal.

●●●

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang