Bagian 20

3.8K 203 65
                                    

Bolehkah Aku meminta waktumu lebih lama meski untuk alasan yang tidak jelas.
—FelDev

▪▪▪

Felicia menuntun sepedanya menuju lapangan sekaligus taman yang tidak jauh dari rumahnya. Suasana tempat tersebut mulai ramai sejak pagi buta tadi. Bagi yang taken atau keluarga kecil memang menjadikan tempat ini sebagai pelepas penat untuk weekend. Sedangkan jomblowan dan jomblowati menjadikan tempat ini hanya untuk jogging, bersepeda santai atau menonton keromantisan orang yang memiliki pasangan sambil gigit jari dan adu cakar dengan tanah.

"Jis!" Teriak Devano yang sedang duduk di kursi taman di temani oleh sepeda polygon berwarna silver kehitam-hitaman yang terparkir di dekatnya.

Felicia nyengir kuda saat Devano melambaikan tangan ke arahnya yang masih berjarak beberapa meter.

"Sepeda lo rusak?" Tanya Devano seketika berdiri dari tempatnya saat Felicia berhenti tepat di depannya sambil menurunkan stand sepedanya.

"Nggak," jawab Felicia singkat.

"Lo mau balap sepeda atau bersepeda santai sih?" tanya Devano lirih dan melipat tangannya di depan dada.

"Maksud lo?" Felicia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Lo ngapain bawa sepeda ginian, udah pake keranjang, bukan sepeda balap lagi," komentar Devano berdecak beberapa kali.

"Yang penting kan bisa balapan," Protes Felicia merasa tersinggung.

Perjuangan untuk mendapatkan city bike-nya itu penuh halangan seperti lari rintangan, mengharu biru dan membutuhkan tenaga. Ia harus memecahkan si bangkok, celengan ayam jantannya dan memaksa toko sepeda untuk mengantarkan sepedanya tepat jam 08.00 Wita dari pemesanan pukul 07.00 Wita. Bahkan bukan hanya itu Anetta dan Rehan menyangkanya kerasukan dedemit, pasalnya Ia adalah cewek samson yang terkenal kuat tetapi memiliki banyak trauma, bukan hanya takut gelap, Ia juga takut naik sepeda sejak kecil.

Dulu saat umur 7 tahun, Ia belajar naik sepeda di jalan depan rumahnya. Naasnya Ia jatuh di selokan dan tubuhnya berlumuran lumpur ditambah tubuhnya luka-luka. Lebih parahnya lagi Ia menangis meraung-raung dan tidak ada satu orangpun yang menolongnya karena disangka jelmaan tuyul hitam yang tersesat di dalam selokan. Sejak saat itu Ia trauma dan benci dengan yang namanya sepeda.

"Ya elah, yakin lo bisa ngalahin gue, sepeda macam ini mah sekali goes langsung patah jadi dua," Ledek Devano menendang pelan ban sepeda Felicia.

"Ish, sepeda gue bisa rusak entar osuki tengil!" Bentak Felicia dengan mata memelotot.

"Alah sepeda ginian mah murah, bisanya cuma ditukar sama ikan kering doang," Ledek Devano santai.

Spontan Felicia maju selangkah tepat di hadapan Devano. Tubuh mereka hanya berjarak beberapa centi saja. Jantung Devano semakin berdetak tidak karuan.

"Osuki tengil, boleh nggak gue—" Felicia menggantung ucapannya dan menatap lekat iris mata Devano yang berwarna coklat seperti mata elang itu dengan perasaan marah.

Devano menahan nafasnya. Otaknya semakin gesrek mendengar ucapannya Felicia. Imajinasi liarnya mulai melanglang buana.

"Gue iyain kalau lo minta yang itu itu tuh," Batin Devano semakin gugup saat memandangi bibir mungil Felicia. Ia merasa Felicia telah terkontaminasi oleh kemesraan orang taken yang sedang memamerkan adegan mesranya yang bikin mupeng dan iler netes.

"Boleh nggak gue pukul lo," sambung Felicia dengan nafas turun naik menahan amarahnya yang naik di ubun-ubun.

Devano menghela nafas panjang. Ia merasa kecewa dengan maksud Felicia yang sebenarnya. Ia merutuki otaknya yang dirasuki setan hingga pikiran macam-macamnya mode on. Ke-GR-annya bikin makan hati dan malu setengah mati. Seandainya Felicia bisa membaca pikirannya maka Ia mungkin akan terjun ke dasar lautan dan tidak akan muncul kembali ke permukaan.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang