Bagian 25

3.3K 176 19
                                    

Satu kata yang sulit terucap hingga batinku tersiksa.
Devano Ranggata Andalas

▪▪▪

"Felicia—" Panggil Devano dengan suara lembut, pandangannya yang teduh bikin cewek manapun ileran jika melihatnya.

"Fel, gue mau bilang sesuatu ke lo," Devano menggigit bibir bawahnya, gugup.

Ia kemudian menghela nafas panjang seolah ingin menghirup seluruh oksigen di muka bumi sebelum melanjutkan ucapannya.

"Gue suka sama lo," Devano menahan nafasnya sejenak.

"Arghh!" Jerit Devano menjambak rambutnya sendiri dengan rasa frustasi.

Devano menatap lekat bayangannya di balik cermin. Tinjunya mengepal.

"Lo pengecut Devano. Untuk bilang cinta aja lo nggak bisa. Nyali lo dimana Dev?" Ucap Devano pada dirinya sendiri.

"Ini semua gara-gara lo Kak Dion, seandainya aja lo nggak punya kasus sama Felicia, gue nggak bakalan secepat ini nyatain cinta. Bodoh banget sih gue, tapi kalau kelamaan juga gue takut ada yang nikung gue dan gue kehilangan Felicia," Devano menggebrak meja dudukan cerminnya menahan perasaan yang campur aduk di dalam dirinya.

"Nyatain nggak yah. Tapi gue nggak tau malu banget sih, udah nolak mentah-mentah anak orang. Eh, sekarang malah kebelet nyatain," Devano menjentikkan jari-jarinya di atas meja sembari berpikir.

"Tapi diterima nggak yah kalau cara nembak gue kaya gini, nggak ada romantis-romantisnya, hambar nggak ada micinnya. Mana anak orang juga nggak tau suka balik atau nggak. Oh iya gue ada ide." Devano senyum cerah. Lampu otaknya yang telah lama korslet akhirnya menyala.

Ia menatap iphone-nya yang tergeletak di atas nakas. Ia segera merampasnya kemudian duduk di atas tempat tidur king-nya.

"Cara menembak cewek yang romantis," Bisik Devano sambil menjentikkan jari-jarinya di atas layar iphone miliknya.

"Katakan dengan bunga, aduh alay banget sih, bukan gue banget. Lagian kalau pakai bunga bukannya bunganya bakal diterima malah disuruh tanam kembali. Candlelight Dinner, gue mahasiswa dan gue masih minta duit ke bokap jadi kalau mau ngajak doi makan malam di restoran, bisa-bisa gue nggak akan kuliah satu semester. Buat puisi untuknya, emang gue pujangga yang bisa merangkai kata, bukannya baper, si doi bakalan muntah cangkul. Ungkapkan cinta di tempat romantis, masalahnya pea, gue juga nggak tau tempat yang romantis itu dimana dan gimana suasananya. Gue kan nggak pengalaman, kaya nggak tau aja kalau gue udah menjomblo sejak zaman baheula. Mau nembak cewek aja gue ngerasa kayak konser perdana internasional,"

"Ah, tips yang lain deh," Devano dengan sigap men-scroll layar iphone-nya.

"Buat video romantis, ya elah waktunya mepet kali, gimana sih gel, gue kan maunya yang instan karena malam ini anak orang udah mau di dor. Bersikap ala ala mau melamar, Duh lo babo yah gel, ngapain ngajarin gue tips yang ginian kalau anak orang beneran mau kawin dan tiba tiba nelpon penghulu kan gue yang repot, mana mahar gue belum ada lagi, gue kan masih nebeng ke orangtua. Buat hadiah yang unik dan lucu, Dia mah mana suka yang unik dan lucu kalau bawaannya galak dan serius begitu, bukannya diterima malah entar bakalan dibanting dan dijadiin alat latihan karate. Nyanyikan sebuah lagu cinta, emm tumben lo connect gel, gue sih paling bisa yang ini nih, tapi nggak tau doinya, suka apa nggak. Soalnya telinga dia kan unik, telinga-telinga yang cuma kuat dengerin rekaman pembelajaran."

"Gel gel, lo emang nggak bisa bantuin gue," keluh Devano menghela nafas panjang.

"Pokoknya gue harus bisa," Devano manggut-manggut berusaha menguatkan dirinya.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang