Jika semua cerita cinta kita diawali dengan permusuhan maka seharusnya kita menciptakan keadaan yang lain untuk endingnya. Kita berhak bahagia jika takdir memilih kita untuk bersama.
—FelDev▪▪▪
Aktifitas Felicia di hari sabtu kemarin tampaknya berbeda dengan aktifitasnya di hari minggu ini. Jika kemarin ia menggunakannya untuk bermalas-malasan alias hanya tidur maka hari ini ia bangun lebih awal untuk berlari-lari pagi mengitari komplek.
Badannya membutuhkan olahraga setelah dua hari ini ia absen latihan karate. Ditambah lagi ia merasakan pegal-pegal di sekujur tubuhnya akibat belajar naik sepeda kemarin. Pegal-pegal tapi bisa naik sepeda sih bukan masalah tetapi kenyataannya ia hanya memperoleh rasa sakit plus tidak bisa naik sepeda sama sekali.
Untunglah Devano sabar menghadapinya saat belajar naik sepeda kemarin. Seandainya Devano orang yang tensian maka bisa jadi sepedanya belum dikayuh, lehernya sudah dibacok.
Usai berlari-lari pagi mengitari komplek, Felicia segera kembali ke rumah. Ia sedikit terganggu dengan ibu-ibu komplek tadi yang menyapanya disertai godaan. Heran ia, dari mana mereka tahu bahwa kemarin ia bertunangan.
Pikirannya mengarah ke Anetta yang menurutnya adalah pemicu dari permasalahan itu. Pasti mulut Anetta yang bersuka ria menyebarkan gosip tersebut sampai-sampai setiap berlari di depan satu rumah, teriakan mereka pasti muncul lagi.
Semoga saja kabar pertunangannya tidak diketahui oleh seluruh warga komplek. Mana mungkin ia harus membalas sapaan mereka satu persatu di setiap melewati satu rumah.
Saat Felicia memasuki halaman rumahnya, ia mendapati mobil Devano terparkir disana. Penasaran dengan maksud kedatangan Devano yang mengapelinya di pagi buta ini seperti kemarin, akhirnya Felicia memutuskan untuk mempercepat langkah kakinya masuk ke dalam rumah.
"Eh, Fel, masuk gih," panggil Devano memamerkan gigi putih nan bersihnya.
Ia yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Rehan lantas menepuk sofa di dekatnya sebagai isyarat supaya Felicia duduk di sampingnya.
"Siapa sih yang sebenarnya punya rumah?" gumam Felicia nge-flat.
"Yuk, duduk bareng kami, Fel," panggil Rehan.
Felicia segera nimbrung bersama mereka dan duduk di samping Devano. Tidak lama kemudian muncul Anetta yang membawa nampan yang berisi dua cangkir teh hangat.
"Eh, nggak usah repot-repot, Ma," sahut Devano bangkit dari sofa dan mengambil nampan itu dari tangan Anetta kemudian meletakkannya di atas meja.
"Ma?" bisik Felicia menautkan alis.
Apakah memang rumus pertunangan begitu memudahkan sesuatu. Posisi orang yang bertunangan mirip dengan orang yang telah menikah. Dimana milikmu adalah milikku seperti mama dan papamu adalah mama dan papaku juga.
"Gak apa-apa kok, oh ya mama kembali ke dapur dulu yah," Sahut Anetta ngeloyor pergi.
"Ayo diminun, Nak," sahut Rehan mempersilahkan Devano meminum tehnya.
"Makasih, Pa," ucap Devano mengambil secangkir teh di atas nampan kemudian menyeruputnya pelan.
"Katanya nggak usah repot, tapi nyatanya tehnya diminum juga. Dasar manusia penuh drama," gumam Felicia mengumpati Devano.
"Oh iya, papa tinggal sebentar yah," ucap Rehan bangkit dari sofa dan meninggalkan ruang tamu.
Sepeninggal Rehan suasana mulai hening. Felicia melirik Devano untuk menunggunya membuka pembicaraan terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERNYATA CINTA [END]
ЮморPART LENGKAP/PROSES REVISI Felicia Adzkya Hendriawan si cewek pemberani dan jago karate. Dia tidak takut siapapun termasuk Devano Ranggata Andalas si senior tengil dan sok senioritas. Dipertemukan di berbagai kesempatan membuat mereka selalu adu mul...