Bagian 17

3.8K 225 57
                                    

Perpisahan akan terasa menyakitkan bila kita saling merindu.
—FelDev

▪▪▪

Suasana hening, yang terdengar hanyalah bunyi sendok yang beradu dengan piring. Felicia dan Rehan benar-benar khidmat menikmati sarapan pagi yang dibuat oleh Anetta.

"Gimana Fel masakan Mamamu?" Tanya Rehan sebelum menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Enak banget Pa," Felicia menaikkan jempolnya.

"Makanya belajar masak, udah besar kok nggak tau masak, mau jadi apa kamu nanti," Tuding Rehan sambil mengunyah nasi goreng.

"Mau jadi diri sendirilah Pa," Balas Felicia lirih.

"Entar kalau nggak tau masak, kamu dikira bukan anak mamamu loh," Imbuh Rehan menggelengkan kepala.

Felicia berhenti mengunyah nasi goreng yang bersuka ria di dalam mulutnya. Nasi itu mendadak terasa berubah menjadi sekam saat melewati tenggorokan.

"Pa udah dong," Sahut Anetta menatap suaminya.

Felicia meneguk secara brutal segelas air yang terletak di samping piringnya. Nafsu makannya tiba-tiba hilang.

"Mama juga selalu ngebela Felicia, bawaanya dia jadi manja. Coba dia diajarin masak, itu kan demi masa depannya juga. Gimana kalau mertuanya nanti nggak suka menantu yang kemampuan masaknya nol besar, kan repot," tutur Rehan panjang lebar.

"Pikiran Papa itu kejauhan, lagian kalau aku nggak bisa masak kan bisa nyari pembantu. Kalau mertuaku nggak bisa terima kemampuan masakku, aku akan kasih dia jurus karateku atau kalau nggak mau lagi, yah tinggal nyari mertua baru lagi." jelas Felicia enteng.

"Hus, jangan ngomong sembarangan," tegur Anetta memelototi Felicia.

"Iya deh Ma, maaf," Felicia mengatubkan bibirnya.

"Oh ya Ma, Papa udah selesai makan," ujar Rehan sambil membersihkan mulut dan tangannya secara bergantian.

"Papa berangkat dulu," imbuh Rehan beranjak dari kursi untuk menghampiri Anetta dan mengulurkan tangan. Anetta kemudian menerima uluran tangannya dan mencium penuh takhzim.

Dan momen termanis terjadi saat Reham mencium pucuk kepala Anetta. Felicia menelan liur berkali-kali, ada juga orangtua yang tega tebar kemesraan di depan anaknya yang jomblo menahun.

"Fel," Panggil Rehan.

"Iya Pa?" Felicia memandang Rehan.

"Kamu nggak salaman sama Papa?" Rehan mengerutkan dahinya.

Refleks Felicia berdiri dan mencium punggung tangan Rehan.

"Kuliah baik baik kamu, dan jangan lupa—" pesan Rehan mengelus rambut Felicia.

"Jangan lupa apa yah?" Felicia memandang Rehan sambil menautkan alis.

"Jangan lupa bawain Papa calon suami yang berkualitas secepatnya," sambung Rehan ngikik mirip kuntilanak yang lehernya di cekik.

"Emang barang pake kualitas," Felicia mencebikkan bibir. "Lagian pikiran ayah itu kecepetan, mentang-mentang dosen fisika, perkara nikah nggak mikir jarak per waktu, " Imbuh Felicia menghela nafas.

"Pa, cepetan sana berangkat. Jangan becanda mulu entar terlambat loh. Kamu juga Fel, katanya ada kuliah pagi," tegur Anetta memandangi Rehan dan Felicia secara bergantian. Jika perbincangan anak papa itu semakin mendalam, keduanya bisa terkena syndrom sengklek dan lupa waktu.

"Gara-gara Papa nih Ma, otaknya lancar mulu kalau bahas masalah jodoh," Tuding Felicia membela diri.

"Ooh, jadi Papa disalahin," Rehan manggut-manggut. "Dengan terpaksa uang bulananmu Papa potong," Ancam Rehan dengan wajah digalak-galakin.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang