Bagian 35

2.8K 138 39
                                    

Ujian cinta itu seperti tugas dan soal final, persiapkan dirimu baik-baik atau kamu akan kehilangan satu sama lain.
—FelDev

▪▪▪

Felicia berjalan cepat menyusuri koridor dengan kelas yang berjejeran di samping kiri dan kanan. Ia bermaksud ke kelas Devano sebab Remor akan mengisi kelas beberapa menit lagi. Jangan heran Ia merupakan mahasiswi teladan yang takut terlambat di mata kuliah para dosen. Baginya mahasiswa yang didahului oleh dosen memasuki ruangan kelas adalah hal yang sangat fatal.

Felicia menghentikan langkah sejenak sebelum memutar kenop pintu kelas. Ia mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Setelah nafasnya berangsur-angsur normal, Ia pun meraih kenop pintu dan memutarnya.

Cklik.

"Hwaaaaa!" Teriak Devano di depan pintu dengan wajah ala setannya. Kedua tangannya berada di dekat telinga seperti hendak mencakar.

"Aaaaaaa!" Teriak Felicia keras dan hampir jatuh salto di udara karena kaget bukan main. Jantungnya terasa jatuh ke usus.

Meledaklah tawa Devano melihat ekspresi kaget Felicia. Kelihatan imut dan menggemaskan. Bikin tangan Devano khilaf mendadak ingin mencubitnya.

"Lo jail banget sih, gue ikat lo di karung baru tau rasa," kesal Felicia mengusap dadanya berkali-kali.

"Lo sih yang lama, kan gue jadi mikirin seribu rencana buat ngejailin lo sebelum datang, bahkan mikirin masa depan kita bahkan udah jadi," Goda Devano mengedipkan sebelah matanya.

Felicia nge-flat. Efek jail Devano membuatnya kebal gombalan.

"Yang lain mana?" tanya Felicia celangak-celinguk ke dalam kelas.

"Belum datang," jawab Devano santai.

"Kok bisa? kan Pak Remor udah mau masuk?" tanya Felicia bingung.

"Nggak kok, Pak Remora masuk sejam lagi,"

"Lo ngeboongin gue yah?" ujar Felicia dengan mata melotot.

"Iya," sarkas Devano.

Felicia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Giginya gemertuk ingin mengunyah tulang-tulang Devano. Meskipun Devano adalah pacarnya tetapi rasa ingin meninjunya seperti samsak tidak dapat terelakkan lagi.

"Dev,"

"Hmm—" jawab Devano menaikkan kedua alisnya.

"Tangan gue gatal," ungkap Felicia dengan rahang mengeras dan memainkan bogeman mentahnya.

"Kok bisa?" tanya Devano dengan watadosnya.

"Pengen hajar muka lo sampai rata!" bentak Felicia dengan mata melotot.

Devano mendadak memundurkan tubuhnya. "Lo kan udah janji Fel, nggak akan ninju gue. Lo bonyokin aja boneka panda yang gue kasih, jangan gue ah. Kegantengan gue bisa hilang, kalau kegantengan gue hilang muka anak kita nanti kayak alien dong," Rayu Devano memamerkan giginya di hadapan Felicia.

"Lo kok tengil kuadrat yak," kesal Felicia merasa gemas.

"Tengil-tengil gini gue pacar—"

"Felicia, nih kalung lo jatuh di balkon tadi!" teriak Nata berlari cepat menuju tempat Felicia berdiri.

Felicia memutar badannya sejauh 180 derajat mendengar teriakan itu. Saat Nata berhenti tepat di hadapan Felicia, Ia mengulurkan kalung milik Felicia.

Felicia refleks menunduk untuk memeriksa lehernya. "Loh kok bisa jatuh sih?" sahut Felicia. "Thanks ya buntut tengil," ungkap Felicia menatap Nata dengan tulus dan mengambil kalung miliknya.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang