Bagian 43

3.1K 138 15
                                    

Bahagia itu sederhana, ketika aku dan kamu menjadi kita.
—FelDev

▪¤▪

"Loh baju kalian couple?" seru Deki memandang Felicia dan Devano secara bergantian.

Suaranya yang sedikit keras membuat beberapa penghuni meja lain menoleh ke arah mereka. Namun kejadian itu berselang tidak cukup lama. Para tamu undangan kembali mengobrol dengan lawan bicaranya dan mengabaikan Deki.

Baik Felicia maupun Devano sama-sama menundukkan kepala melihat baju mereka kemudian melihat baju lawannya masing-masing.

"Kok sama?" ucap Felicia dan Devano berbarengan.

Bukan hanya keduanya yang sama-sama terkejut. Devani, Syena, Roy dan Nata juga ikut-ikutan terkejut. Mereka baru saja menyadarinya setelah Deki menemukan keganjilan itu.

Gaun warna camel yang dipakai Felicia memiliki warna yang sama dengan jas dan celana yang dipakai oleh Devano. Siapa pun pasti akan menyangka bahwa pakaian mereka berdua dirancang khusus untuk pasangan.

"Nggak, ini nggak couple. Ini cuma kebetulan aja," elak Felicia gugup.

"Iya, cuma kebetulan," imbuh Devano berusaha meyakinkan mereka.

"Benar-benar terlihat jelas bahwa kalian sehati. Gue baru percaya sekarang akan cinta yang terpisah secara terpaksa dan dipertemukan untuk menunjukkan bahwa kesempurnaan cinta benar-benar ada," tutur Nata menggelengkan kepala dengan mupengnya.

"Ngomong apasih lo, berliku-liku tiada arti," ucap Roy cengingesan dan menjitak pelan kepala Nata.

"Apaan sih?" protes Nata memelototi Roy.

"Lo calon tunangannya Devano yah?" tanya Deki kepada Felicia dengan alis yang saling bertautan.

Spontan Felicia menggeleng cepat dan melambaikan tangan sebagai pertanda bahwa ia bukan calon tunangan Devano.

"Nggak usah malu-malu kali," goda Deki menyeringai iblis.

"Emang nggak kok, bener kata Felicia. Lagian kata Papa tadi, calon tunangan gue masih di dalam perjalanan," ucap Devano berusaha meyakinkan Deki.

Deg. Jantung Felicia rasanya berdetak sekali lalu berhenti berfungsi untuk selamanya. Perkataan Devano sangat menohok hatinya. Rasanya begitu sakit, sampai-sampai termometer, stetoskop, speedometer tidak akan bisa mengukur kedalaman sakitnya.

"Nih cowok jangan-jangan sengaja lagi memamerkan tunangannya di hadapan gue," pikir Felicia.

"Devano!" Panggil Andalas melambaikan tangan ke arah Devano.

Refleks Devano, Felicia, Devani dan Deki menoleh ke arah Andalas yang masih stay di tempatnya tadi.

Devano segera mendekat ke arah Andalas sedangkan Devani mengait tangan Deki untuk segera meninggalkan tempat itu. Jadinya Felicia sendiri lagi dan tidak ada yang harus dilakukannya kecuali kembali duduk di kursinya.

Syena mencolek bahu Felicia seraya berbisik di telinganya.

"Kuatin hati lo Fel, bentar lagi Devano akan tunangan,"

Felicia mengabaikan perkataan Syena. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk memberikan paru-parunya pasokan oksigen setelah mengalami syndrom sesak. Felicia lalu menoleh kepada Anetta dan Rehan yang telah kembali duduk di kursinya. Rasanya ia ingin mengajak mereka pulang detik itu juga.

"Kenapa, Fel? kok mukanya nggak gairah gitu?" tanya Anetta heran.

Refleks Felicia menggeleng cepat dan membuang muka. Sepertinya ekspresi wajahnya saat ini sangat kontras bahwa dirinya sedang menggalaukan sesuatu.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang