Sebuah tangan terjulur saat gue sibuk memegangi gaun panjang gue ketika sedang menaiki panggung. Bukan Rico. Tapi sang king prom.
Gue menerima uluran tangan tersebut. Hanya untuk malam itu, pikir gue.
Rico memakaikan angket award pada tubuh Alam juga memberikan mahkota king. Rico beralih pada gue, memasangkan angket award dan melekatkan mahkota ratu di kepala gue sebelum akhirnya ia berdiri 10cm di samping gue.
"Rico! Jangan jangan lo salah baca. Gue ga mungkin jadi queen prom." Gue bersuara sedikit berbisik pada Rico. "Jangan merendah terus! Angket ini bukti kalo lo cantik." Jawabnya membuat Alam agak terkekeh. Pasti dia tidak setuju dengan jawaban Rico.
Gue menuruni panggung, diikuti Alam di belakang gue. Dengan setelan navy yang sangat ideal dengan tubuhnya, ia menyamakan barisan dengan gue kemudian berbicara, "Ada yang mau gue bicarain, Shen."
Ia melihat sekeliling sebelum akhirnya menarik gue menuju suatu tempat.
Ini cerita di lain sisi. Ratu mendudukkan tubuhnya pada salah satu singgahan di depan portable bar. Meminta bartender untuk meberikannya segelas vodka. Atau mungkin tiga gelas.
Rasa kacaunya menusuk hingga ke nadi. Mengingat kalimat Alam yang terutarakan untuknya saat mereka baru ingin memasuki gapura prom.
"Ra, sampe sini aja ya?" Kata Alam menahan langkahnya. Membuat Ratu sedikit bingung dengan perkataan Alam. "Kamu mau pulang? Kenapa?" Respon Ratu menandakan bahwa ia tidak paham dengan arah perbincangan Alam.
"Bukan. Maksudnya hubungan kita." Kata Alam dengan raut wajah teramat datar. Kini Ratu terpaku, takut dengan kemungkinan yang akhir akhir ini menghantui pikirannya. "Maksud kamu putus?" Tanya Ratu yang sudah mulai berkaca kaca.
"Iya. Sorry gue ga pernah jujur. Sorry karna baru ini bisa jujur sama lo." Dengan kalimat ambigunya, Ratu justru semakin takut untuk melontarkan pertanyaan pada Alam. "Jadi sampe sini aja ya hubungan kita?" Pertanyaan itu sekarang terdengar seperti sebuah perintah yang tidak bisa dibantah. Bahwasannya, seperti Ratu dan Alam memang harus menyelesaikan hubungannya saat itu juga.
"Kenapa?" Pertanyaan itu tertatih tatih keluar dari mulut Ratu. Air matanya sudah menggenang di pelupuk kedua mata Ratu. Alam melihatnya. Melihat air mata yang nyaris jatuh itu tidak sama sekali membuatnya iba. Dan kalimat yang ia lontarkan pun semakin menyetujui air mata Ratu untuk bertumpah ruah.
"Gua suka Shena. For long time. Dan gue juga ga nyangka bakal segini tergila gilanya sama dia."
Gue tersedak saat Alam memuji kecantikan gue. Diambil alih gelas berisi soft drink yang sebelumnya berada di genggaman gue. Alam menaruh jemarinya pada wajah gue. Menyapu seluruh bagian wajah dengan bagian depan jemarinya.
"Nyokap gue kenal Papah lo." Alam bersuara, namun jemari tangannya masih tetap berada di pipi gue. "Nyokap gue kenal lo." Lanjutnya.
"Siapa nyokap lo?" Tanya gue dengan menatap kedua matanya. Ia balik menatap kedua mata gue, "calon mertua lo." Gue mengerutkan kedua alis sebelum akhirnya menertawainya, "that is a fucking joke, Lam! Gue udah nyaris percaya."
Alam hanya memasang wajah dingin yang tidak bisa gue artikan. Pandangan yang semula tajam di kedua mata gue, kini berpindah ke bibir gue. Tiba tiba, jemari yang sebelumnya berada di wajah gue kini menyekap rahang kecil gue yang sedikit dibuat mendongak. Lalu, sebuah benda lembap menyentuh ujung bibir gue.
Kini wajah Alam benar benar tidak berjarak dari hadapan gue. Dengan mata yang mulai mengatup, Alam menguatkan kedua tangannya dari rahang kecil gue.
Sedang gue hanya diam terkesiap. Alam benar benar tampan. Membuat gue lupa akan keharusan gue untuk memberontak. Tangan Alam sedikit menarik dagu gue, membuat mulut gue seperti dengan wajar memberi jalan untuk lidahnya masuk mejelajahi seisi mulut gue. Saat itulah mata gue ikut terpejam.
Alam mengubah posisi kepala yang sebelumnya condong ke kiri menjadi berlawanan arah. Ia menggigit bibir bawah gue sebelum akhirnya mengulum dengan lebih kuat dan lebih dalam dari sebelumnya.
Alam bawah sadar gue terus memberi lampu hijau seakan setuju dengan perbuatannya. Ia melepas pagutan kami hingga hanya deru nafas memenuhi pendengaran.
Mata kami bertemu, hanya 2 detik. Alam kembali mengulum bibir gue dengan rancu seperti tidak ingin kehilangan sesuatu yang sedang ia dapati malam itu. Sampai akhirnya Alam mengeluarkan dialognya, "gue ga pernah naruh perasaan gue untuk Ratu, Shen."