part 9

31 15 0
                                    

Pukul 16.45 di awal Bulan September, Tahun 2013. Usai ospek di hari pertama, Alam menyamakan langkahnya dengan gue menelusuri Jalan Nusantara.

"Boleh jalan bareng ga?" Basa basi yang aneh itu terucap dari mulut Alam. Memberi euforia apatisme tumbuh dalam diri gue.

"Apa kabar, Shen?" Tanyanya, berusaha untuk mendapatkan jawaban. "Ke...." tidak ingin mendengar perkataan Alam yang lain, gue langsung memotong suaranya dengan pura pura mendapatkan telpon dari Alena.

"Halo, Len? Kenapa?" Gue melangkahkan kaki dengan teramat lebar. Membuat Alam yang tidak bodoh itu sadar akan maksud gue.

Setelah itu, tidak lagi terdengar suara Alam di telinga gue. Sampai gue menaiki angkot yang mengarah ke Jalan Kaliurang.

Gue sampai lebih dulu sebelum teman gue yang juga setempat tinggal dengan gue.

"Lo belom pulang, Len?" Tanya gue melalui sarana mobile phone.

"Gue diajak makan sama senior gue. Ga bisa nolak. Anak BEM!"

Senior itu adalah laki laki yang dalam cerita gue selanjutnya akan selalu menarik Si Len a.k.a Alena untuk terus menerus minggat dari apart.

***

"Woy, woy! Gua dapet sosmednya." Seorang laki laki dengan puntung rokok di tangan kirinya menunjukkan senyum sumeringahnya. Seketika semua laki laki disekitarnya mengerumuni ponsel di tangan kanannya.

Cahaya terang yang sempat menerangi wajah si pemilik puntung rokok itu kini tertimbun oleh tumpukkan wajah wajah penasaran lainnya.

"Follow follow!"
"Siapa namanyaa??"
"Anjir. Cantik banget!"
"Ini punya gua, anjing!"
"Ohh. Anak soshum ya?! Gua ngobrol sama dia tadi."
"Mau dong gua, instagramnya."
"Jangan anjing, punya gua."
"Eh Eh, dia foto sama Alam!"

Mendadak seluruh laki laki itu melempar tatapannya pada Alam. Laki laki yang dengan tenangnya duduk di luar bundaran tidak waras itu. Alam menoleh, lalu bertanya, "apaan?"

"Lo kenal sama dia?" Tanya Ferro, pemilik ponsel yang sedaritadi dikerubungi massa.

"Ooh. Temen sma gua." Jawab Alam santai. Matanya menatap ujung jalan penghubung Jalan Kaliurang. Tersenyum simpul karna mendapatkan petunjuk tempat tinggal Shena dari temannya, Alena. Wanita yang tadi siang menjadi bahan pengelabuan Shena untuk menghindar dari Alam.

Dan seketika, para massa menatap Alam dengan tatapan 'kenalin gua dong, Lam.'

Sadar dengan pergeseran garis keras bumi, Alam bangkit dari duduknya. "Gua balik bentar. Sodara gua nitip martabak."

Alam jalan menuju motornya, meninggalkan tempat tongkrongan yang pada hari pertama sudah diramaikan oleh para mahasiswa pemberontak wanita.

"Bang pesen martabaknya satu. Rasa triple chocolate. Basenya ada yang greentea ga, bang?"

"Ada, mas. Tunggu sebentar ya."

Alam menyender pada motornya. Senyam - senyum sendiri melihat notif Alena di ponselnya.

Alena.
Dia di homestay. Lo mau kesana?

Alam.
Iya,

Alena.
HAHA okedeh. Semangat ya!


Gue melempar ponsel ke sofa. Mencoba melupakan kejengkelan gue pada Alena. Mengganti saluran televisi sebelum bunyi ketukan pintu mengubah pusat pandangan gue dari televisi.


Alena udah pulang? Perasaan belom ada lima menit dia bilang mau pulang malem.

Dengan gagasan Alena yang pulang, gue bangkit dari sofa menuju pintu. memutarkan pusaran kunci agar pintu segera terbuka untuk teman gue, Alena.

Tapi setelah gue membuka pintu apartemen, seseorang dengan sebungkus martabak di tangannya menatap gue dengan senyum simpulnya.

Membuat mata gue sepenuhnya membulat. Alena!

BreachTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang