Sabtu pagi di bulan September, tepatnya pada tanggal 7, tahun 2013.
Gue berdiri di bawah palang Jalan Kaliurang. Di depan apartemen gue. Menunggu seseorang yang akhir akhir ini sangat memikat perhatian gue.
"Gausah jemput. Gue naik angkot aja." Kata gue pada Gibran melalui telepon.
Gibran adalah seorang ketua BEM dari Fakultas Psikolgi.
Hari ke 3 dalam masa ospek, gue mengalami suatu kendala. Pingsan saat sedang jam kebugaran. Dan saat itu, Gibran adalah satu satunya senior laki laki yang katanya berdiri di dekat gue.
Gue terbangun karena sebuah perdebatan yang tidak ada habisnya memenuhi ruang uks.
Sedikit demi sedikit gue menangkap sinar matahari yang masuk dari celah jendela kaca tanpa gordeng di dekat ranjang. Kemudian, mata gue melihat wanita yang pada hari pertama ospek menannyakan tentang slayer gue. Dengan refleks gue kembali memejamkan mata. Setidaknya sampai wanita itu keluar dari ruang uks.
"Liat Iswa ga?" Tanya wanita itu kepada Gibran. "Gatau. Daritadi gue di uks, Ra. Ga liat siapa siapa." Jawabnya. "Lagian ngapain sih di uks? Yang lain pada repot di luar." Jawab si 'Ra' itu dengan nada ketus.
"Lo ngapain disini? Yang lain pada repot." Gibran mengembalikan kalimatnya. "Mau minta tolong sama lo." Katanya. "Apa?"
"Temenin gue ke ruang panitia dong. Gue malu banget dari tadi salah orang."
"Gue lagi ada urusan. Sendiri aja." Kata Gibran kepada wanita itu.
Apa? 'Gue lagi ada urusan'? Urusan apa ya?
Kali ini gue mencoba sedikit mengintip. Penasaran dengan apa yang benar benar terjadi.
"Gamau. Gue gamau sendiri." Kini wanita itu memegang lengan Gibran, siap untuk menarik laki laki itu. Ah ini namanya bukan pintaan, tapi paksaan.
"Yaudah minta tolong aja sama yang 'lain' itu. yang 'lagi pada repot'. Lo ngenalin mereka kayaknya tuh."
"Ya kan mereka lagi repot, Gib." Gibran bangkit dari kursinya. menunjukkan cetak punggungnya yang bugar dari kemeja putih tanpa almamater. Benar benar maskulin. Mata gue seakan dipaksa agar terbuka sempurna untuk memandangi tubuh bekalangnya.
Namun tiba tiba, Gibran berbalik. Membuat gue panik untuk kembali memejamkan mata.
Mata gue bertemu dengan Gibran yang juga sebenarnya kaget. "Lo keluar duluan aja Ra, gue lupa naro dompet gue dimana."
Itu adalah awal pertemuan gue dengan Gibran.
"Yaudah kalo gamau." Kata Gibran dengan berterus terang. "Yaudah." Kata gue dan tiba tiba Gibran memutuskan sambungan telponnya.
"Iihh. Dasar kaku." Dumel gue saat menyadari tindakan Gibran.
Ini kebiasaan lama gue. Jual mahal padahal mau.
Tiba tiba satu pesan masuk melalui aplikasi line.
Gibran.
Jangan nolak lagi. Gue jemput ya?Senyum sumeringah langsung mencuat di wajah gue. Dengan cepat gue berlari menuju lift dan disini gue sekarang. Berdiri di bawah palang Jalan Kaliurang. Di depan apartemen gue. Menunggu seseorang yang akhir akhir ini sangat memikat perhatian gue. Gibran.
Setelah berdiri sekitar 5 menit di depan apart, gue melihat mobil berinisial persis seperti yang di deskripsikan oleh Gibran di line sedang berada ditengah tengah ramainya kendaraan. Dengan sangat gesit gue kembali masuk kedalam area apartemen
Mengalibikan kalau gue baru saja keluar dari apartment.
Saat gue keluar yang kedua kalinya, Gibran sudah meminggirkan mobilnya. Setelah melihat gue, ia keluar dari mobilnya dengan senyuman yang menghipnotis jiwa dan raga gue. Senyumannya seperti menginstruksikan gue untuk ikut tersenyum padanya.
"Hai," sapa gue, kemudian ia membukakan pintu mobil untuk gue.
Gue masuk kedalam mobil, diikuti oleh Gibran. Kemudian mobilnya melaju ke tujuan utama kita, lapangan GSP.
Setelah sampai di GSP, gue langsung melihat Alam di parkiran motor. Namun gue berusaha terlihat seperti orang bingung yang tidak sadar akan ia.
Berjalan menjauhi titik pusat Alam berada. Namun tiba tiba Gibran memanggil gue, "Shena!"
Ini adalah hari dimana Alam baru mengetahui kedekatan antara gue dengan Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breach
Roman pour Adolescents"You're the real one queen." Alam Penjajah Samudera