Cup Cakes Soon

40K 4.4K 836
                                    

Ontyyyy, Alen datang nih ...

❄❄❄❄

Kini aku tidak harus menyumpal telingaku dengan musik, tiap kali hendak menukar kesadaran dengan sebuah lelap. Tidak harus menyalakan lampu, yang kata Marisa akan mengurangi kualitas tidurku. Secaara ajaib, aku tidak membutuhkan itu semua setelah tahu aku tidak pernah sendirian saat kantuk memanggil. Ada deru napas teratur, sebagai nada rendah pengganti musik. Ada dekapan hangat yang melindungiku agar tetap aman. Aku mempercayai pria yang kini tengah berbagi selimut denganku. Mungkin karena itu, aku bisa tidur lelap tanpa sekali-kali diganggu kilasan-kilasan buruk masa lalu.

Senyumku terukir begitu saja, saat mendapati teman hidupku itu masih sangat pulas bergelut dengan mimpinya. Rahang tegas dihinggapi dengan bakal cambang membuat tanganku gemas untuk berkunjung. Begitu saja dia terusik oleh polah tanganku. Berbaring miring, memamerkan wajah tampannya sebagai menu sarapan untuk dua mataku.

"Mas?" panggilku pelan.

Dia bergumam, matanya setia terpejam.

"Sudah pagi, loh. Katanya mau olahraga."

"Nggak hujan?"

"Enggak."

"Tapi dingin. Kamu kedinginan juga kan? Sini kupeluk supaya hangat, Sayang," gombalnya lalu serius memenjaraku dalam dekapannya yang tak pernah gagal memberikan kehangatan pun dengan nyaman.

Aku terkekeh, mengusap tengkuknya, "Modus terus ya?"

Dia tertawa, masih dengan suara rendah khas bangun tidur. Sejenak kami mengunci tubuh satu sama lain. Sejenak menutup bibir masing-masing agar tak merecoki pelukan kami dengan suara-suara tidak penting. Karena bagiku, pelukan itu sesuatu yang lebih magis untuk merajut benang-benang kasih. Dibanding ciuman yang biasanya menjurus ke arah seksualitas, maka pelukan—untukku—lebih candu guna mengungkapkan cinta.

Jantung kami berdekatan seperti beradu detak. Hati kami seolah bertaut jadi satu. Tak ada hal yang tak bisa kami ungkapkan hanya dengan membentangkan dekapan. Aku bisa mengatakan cinta. Aku bisa mengatakan lelah. Aku bisa mengatakan takut. Aku bisa menyalurkan seluruh emosiku, hanya dengan memeluk pria ini.

Beberapa menit berselang dia mengecup pundakku. Sebagai isyarat, bahwa cukup untuknya mendapatkan pelukan. Dia membawa tubuhnya sedikit ke belakang, tersenyum hingga mata. "Mau ikut jogging?" tawarnya.

Aku menggeleng, "Mau jogging di mana? Di kompleks atau pake treadmill di belakang?"

"Di belakang aja deh. Malas keluar."

"Ih, keliling kompleks sana, Mas."

"Kenapa memangnya?"

"Sekalian aku mau nitip bubur kacang hijau yang ada di depan kompleks itu. Aku pengen," kataku dengan cengiran lebar.

Suamiku mendengus geli, "atau mau makan bareng di sana sekalian?"

Leherku tergerak memberikan penolakan. Aku punya agenda yang lebih penting dibanding menemani suamiku jogging. Hanya ingin membuat cup cakes spesial di pagi hari yang disambut oleh cerahnya mentari.

❄❄❄


"ALEN," teriak Marisa yang berasal dari lantai bawah. Sembari meniti tangga, dia masih sibuk berteriak, "KAMU SEMBUNYIIN DI MANA JAKETNYA, TANTE?"

Tidak lama, tubuh tinggi milik Marisa sudah menjeblak pintu kamar Alen. Dia memamerkan wajah kesalnya. Memamerkan tangan yang bertolak di pinggang. Dua orang ini memang selalu kompak membuatku memijit kening tiap pagi.

(Masih) Yang TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang