Kemarin itu daebak. 90 komen dalam satu inline, isinya sama semua, njajah saya.
Jadi, komen serame kemarin loh ya? Lebih rame, bagus lagi. 😁😁
❄❄❄❄
"Adik cantik. Kakak Alen punya es krim nih. Adik mau?"
Hingga hari di mana aku mulai tidak lagi bisa melihat ibu jari kakiku, tidak bisa membungkuk untuk mengambil sesuatu yang jatuh menggelinding, tidak bisa lagi tidur nyenyak, suasana hatiku selalu jatuh meluncur dengan drastis hanya karena mendengar sapaan Alen ini.
Benak di dalam sana langsung meronta-ronta. Takut menjalar dari sisi satu ke sisi lain, lalu berakhir mengikatnya kuat-kuat. Khawatir soal bagaimana jika bayi yang akan kulahirkan berjenis kelamin yang sama dengan Papanya, akan menghasilkan kebencian tersendiri untuk Alen membuatku tidak bisa tenang tiap detiknya. Aku selalu berpikir keras, dan pada akhirnya membuatku beberapa kali jatuh sakit karena kekurangan nutrisi akibat stress.
Suamiku tidak berhenti mendamaikan hatiku. Tidak lelah membujuk, untuk mengesampingkan keinginan Alen terlebih dahulu dan benar-benar fokus untuk tetap sehat demi buah cinta kami. Tapi aku tidak bisa.
Sungguh, apabila bayi yang kukandung ini adalah laki-laki, maka masalah tidak hanya cukup berputar pada Alen yang membenci adiknya. Implikasi kebencian Alen akan merambah ke banyak sisi. Sebutlah, aku tidak ingin anakku tertolak oleh Alen. Aku tidak menginginkan keadaan itu membuat Rajendra juga akan berhati-hati saat menyayangi dia yang akan kulahirkan tak lama dari sekarang. Aku juga tidak ingin membenci Alen, hanya karena dia tidak memperlakukan anakku dengan semestinya. Aku ingin menyayangi keduanya bersamaan. Aku ingin Rajendra menyayangi Alen dan anakku dengan rata.
Apa itu tidak bisa, Tuhan?
"Ah, Kakak Alen ngomongnya gitu lagi. Nggak keren ah."
Rajendra mencibir, Alen balas nyengir lebar. Masih dengan menguasai satu cup es krim rasa coklat, dia meninggalkan perutku yang membuncit. Memanjat sofa, lantas duduk bersisian dengan Papanya.
"Sudah sering Papa kasih tahu, kan, Len? Kalau adik itu hadiah dari Allah, yang dititipkan lewat perut Bunda. Kayak, suka-sukanya Allah mau nurunin hujan atau tidak. Begitu juga suka-sukanya Allah, mau kasih Alen adik cowok atau cewek. Alen, Bunda, Papa, itu cuma harus terima dengan senyum. Alen, Bunda, Papa itu cuma harus selalu jagain adik. Kamu ngerti, kan?"
Alen mengangguk-angguk yang tak berarti paham. Masih terlihat jelas, bagaimana raut tidak ikhlas menghiasi wajahnya. Omongan sang Papa tidak digubris. Ia pura-pura sibuk dengan es krim juga kartun.
"Lagian, punya adik cowok juga bagus kok, Len. Nanti ada temennya Alen main bola. Nanti ada temennya Alen main layangan. Kalau mau benerin sepeda, adik Alen yang cowok juga bisa bantuin. Alen bisa main banyak hal kalau punya adik cowok. Paham jagoan?" terang Rajendra sangat hati-hati. Biar bagaimanapun, kami tidak boleh memaksa Alen. Perlahan saja, kami yakin kerasnya keinginan anak ini bisa kami luruskan seiring berjalannya waktu.
"Tapi nanti adik cowok ganteng. Alen nggak mau, Pa," kali ini dengan merengek. Dengan memamerkan wajahnya yang sendu.
Rajendra menghela napas, memijit pelipis. Ribuan cara sudah kami lakukan untuk mengurangi keinginan Alen. Ribuan kalimat bujukan tidak kurang kami kirim ke otak Alen. Sayang, itu tidak pernah bertahan lama. Dalam hitungan jam, keinginan untuk memiliki adik cantik dan menolak dengan tegas memiliki adik ganteng akan kembali.
Kalau aku sudah cukup stress dengan keadaan ini, aku yakin Rajendra mengalami hal yang lebih parah. Sebagaimana dilihat, dia harus bertindak adil untuk tiga orang sekaligus. Alen, aku yang mengandung, lantas anak kami yang sudah bisa merasakan lingkungannya. Rajendra berusaha keras untuk mendamaikan kami bertiga dalam satu waktu, tanpa harus mengecilkan satu dan yang lainnya. Dan kuyakin, itu sangat berat.

KAMU SEDANG MEMBACA
(Masih) Yang Terindah
Ficción GeneralElvira. Wanita dewasa yang harus terlibat dengan rutinitas gali lubang tutup lubang. Dia punya cita-cita besar, dan tidak ada masalah dengan meletakkan sejenak harga dirinya demi tergapainya sebuah niat megah itu. Tidak ada yang boleh menggagalkan c...