• U n t u k R a m a •
Hari Rabu, 21 Maret 2018.
Hari ini, kelas IX-E hingga kelas IX-H akan melaksanakan ujian praktek olahraga, seperti kelas lain beberapa hari yang lalu.
Kelas IX-E berpasangan dengan kelas IX-F. Sebenarnya bukan itu yang dimasalahkan Asya. Hanya saja, pelaksanaan ujian praktek ini bertepatan dengan pelajaran-pelajaran penting dikelasnya, seperti IPA, IPS, Bahasa Inggris, dan Seni Budaya.
Ternyata ujian prakteknya diundur hingga pukul 08.00. Jadi Asya bisa mencuri kesempatan untuk pergi ke gedung olahraga sekolah ketika pergantian pelajaran antara IPA dan IPS.
Asya pun mengajak Rani untuk membolos pelajaran bersama. Jika bukan Rani, mau siapa lagi? Nisa? Ia tak akan mau, sebab ia sibuk berduaan dengan Ari didalam kelas. Percayalah, mereka sempat bermesraan meski guru sedang menjelaskan pelajaran, bahkan ketika guru berada tepat di depan mereka sekalipun.
"Ran, nonton yang uprak yuk." Ajak Asya bisik-bisik.
"Hah, serius?"
"Iya! Lo kan bisa nontonin Ivan."
Satu pukulan pelan dari Rani berhasil membuat Asya mengelus-elus tangannya. "Tolol lo. Udah tau bego IPS, malah ngajak skip." Ledek Rani.
"Ayo lah, jadi nakal sebelum lulus. Buat kenang-kenangan. Masa rajin terus sih, nggak berkesan buat dikenang besok kalau udah tua."
"Bangke. Yaudah, ayo." Akhirnya Rani pun mengiyakan, dan mereka pergi ke gedung olahraga sebelum guru IPS datang.
Karena seluruh ruang kelas IX berada di paling ujung sekolah, Asya dan Rani harus menyeberangi lapangan untuk sampai di gedung olahraga yng berada ditengah sekolah.
Melewati kantin, tempat parkir, dapur sekolah, dan perpustakaan, yang berada tepat di depan GOR.
"Pura-pura lewat aja, terus kita ke kantin ya." Ucap Asya.
"Kenapa nggak nonton di dalam GOR aja? Tuh, ada Deno juga." Saran Rani.
Asya mendengus, "jangan. Gue nggak mau sama Deno. Lewatin GOR aja, tapi sambil ngintip dari bangsal."
"Emang Deno kenapa sih?"
"Nggak kenapa-napa. Sebel aja gitu. Setiap liat dia, jadi keinget dulu dia pernah teriakin gue didepan Rama. Kan kesel jadinya."
Rani berdehem, "ehem, Deno naksir sama lo, kali."
Asya mendorong tubuh Rani pelan, "bego. Jangan bikin perandaian yang nggak mungkin kejadian."
Sambil berjalan menuju kantin dekat mushola, Asya mengintip keadan di dalam GOR. Ia mencari keberadaan Rama dari bangsal.
Matanya masih menyapu keadaan ujian praktek olahraga kelas IX-E dan IX-F lewat jendela yang lumayan besar di sisi GOR yang menghadap ke arah bangsal.
"Rama mana sih?"
"Cari yang bener."
"Ini juga udah bener." Bantah Asya, "nah, ketemu!"
Rani yang juga mencari keberadaan Ivan, belum juga menemukan keberadaan mantannya itu.
"Ran, kok Rama berdiri di depannya Ranya ya?"
"Urut absen kali."
"Ah iya juga. Eh, Ivan udah ketemu belum?"
Rani menggelengkan kepalanya.
"Yaudah, ke kantin dulu aja." Ajak Asya.
"Ya." Jawab Rani yang masih kecewa karena tak menemukan Ivan disana.
Mereka pun berjalan menuju kantin.
Sepi.
Tak ada siswa lain. Yang ada disana hanyalah ibu-ibu penjaga kantin.
"Bu, kok sepi?" Tanya Asya.
"Kan pelajaran. Lha kalian nggak pelajaran?"
Asya hanya terkekeh.
"Dia ngajakin bolos bu." Jawab Rani sambil memilih makanan yang akan ia beli.
"Prinsip hidup gue yang baru nih. Banyakin ngelanggar peraturan, buat banyakin kenangan." Ucap Asya dengan gaya yang sangat percaya diri.
"Yang ada, ntar lo dikeluarin dulu sebelum lulus."
"Nggak bisa lah."
"Bisa. Setiap hari, lo nggak pake sepatu item. Sabuk sama dasi lo ilang terus. Lengan baju lo ditekuk keatas gitu. Udah kayak anak berandal."
"Ye, biarin lah." Balas Asya.
"Coba kalau itu dihitung. Totalnya udah lebih dari seratus kali."
"Yaelah, selo banget dihitung gitu."
"Bodo amat lah Sya, capek gue debat sama lo."
Rani pun membayar makanan yang ia pilih tadi.
"Dah, balik yuk. Lo nggak jajan?" Tanya Rani.
"Tujuan utama gue kan mau modus, bukan buat jajan." Jawab Asya.
Rani hanya memutar bola matanya lalu berjalan mendahului Asya.
"Makasih ya, bu." Ucap Asya lalu menyamai langkahnya dengan Rani.
Ketika berjalan di depan GOR, mata Asya yang tadi mencuri kesempatan untuk melihat ke dalam GOR, dikejutkan dengan Rama yang sedang memegang bola basket, menunggu gilirannya untuk memasukkan bola ke dalam ring.
"Eh itu Rama!" Seru Asya.
Namun, belum sempat Asya melihat Rama yang akan bermain basket, temannya sudah memanggilnya.
"Asya! Rani! Disuruh balik ke kelas!" Teriak Reva, teman sekelas Asya.
Asya terkejut, dan langsung memalingkan wajah ke arah Reva. "Disuruh siapa?"
"Bu Ani lah." Jawab Reva ketus, lalu meninggalkan mereka. Ia pun berjalan menuju GOR.
Tanpa berpikir panjang, Asya mengikuti Reva.
"Mau panggil Deno, Rev?"
Reva hanya mengangguk. "Deno! Balik ke kelas!"
Ketika Asya berada dibelakang Reva, Asya dapat melihat dengan jelas tubuh Rama yang sedang berjalan menggiring bola menuju Ranya.
Dan Ranya tertawa ketika menerima bola dari Rama.
Astaga, ini sangat menghancurkan hati Asya.
• U n t u k R a m a •
21-03-18
Hai Rama,
Niatku untuk menjadi nakal tiba-tiba gagal karena teriakan Reva yang sangat keras.
Walaupun begitu, aku tak menyesal Reva datang.
Karena dia, aku bisa melihatmu hari ini!
Meski aku melihatmu yang memberi bola pada Ranya.
Dan melihatmu berdiri didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulisan untuk Rama✔
Historia CortaHai, Rama! Aku ingin menyampaikan pesan padamu. Pertama aku ingin minta maaf, Maaf karena telah dengan lancangnya menikmati senyuman manismu tanpa izin, Maaf karena telah berani memandangi wajahmu lama-lama tanpa kamu ketahui, Maaf karena sering men...