tiga puluh dua : terakhir

706 49 10
                                    

U n t u k R a m a

Peraturan dibuat untuk dilanggar.

Asya kerap sekali mendengar kalimat itu, hingga ia pun menjadikannya sebagai prinsip sekolah. Padahal, sekolah sudah memperingatkan para siswa perihal sanksi yang akan diterima bila melanggar tata tertib yang ada.

Apalagi jika melanggar peraturan ketika upacara berlangsung. Sanksi yang diterima bukan hanya teguran dari bapak ibu guru dan point, tetapi juga rasa malu, karena bagi para siswa yang melakukan hal tersebut, akan ditarik dari barisan dan akan membuat barisan baru di bagian paling belakang.

Dan Asya, ingin mencobanya. Ia sudah tahu jika Senin ini akan diadakan upacara, tetapi ia malah menggunakan sepatu berwarna ungu, tali berwarna putih, dan kaos kaki pendek.

Awalnya ia berpikir tak masalah jika ia ditarik untuk yang pertama kali di upacara terakhirnya ini.

Tapi setelah berangkat sekolah dan sampai disana, Asya sudah ditegur duluan oleh bapak guru.

"Hayo, mau upacara kok pake sepatu ungu tu gimana to?" Ucap bapak guru yang sedang piket pagi itu.

Asya hanya meringis lalu pergi.

Anjir, belum juga upacara udah serem aja tegurannya. Gimana kalau nanti ditarik ya? Pikir Asya.

Ia berjalan menuju kelasnya, melewati lapangan sepakbola yang sangat luas, lalu melewati lapangan voli.

Tiba-tiba terdengar suara kencang dari arah IX-C. "Eh, Asya, kok pakai sepatu warna ungu?"

Asya pun menengok ke sumber suara, dan dilihatnya Ranya yang sedang tersenyum manis menghadap kearahnya. "E-eh, itu, sepatu item gue basah." Jawabnya terkekeh pelan.

"Oh."

Wow, si ratu ramah ke gue lagi. Berarti yang kemarin itu emang waktunya yang engga tepat aja. Pikir Asya.

Ketika Asya sampai di kelas, ia malah pamer pada Rani perihal sepatunya yang berwarna ungu.

"Ran, gue pakai sepatu keren lho."

Rani melihat kaki Asya, "lo udah gila?"

Asya hanya tertawa lalu meletakkan tas yang ia bawa di sebelah kursi yang Rani duduki.

"Ehe, gue mau bikin kenangan baru. Tapi, tiba-tiba takut gara-gara Pak Tono."

"Sana beli sepatu." Ucap Rani bercanda.

"Ya lo gila. Ah, biarin aja lah."

Hingga bel masuk berbunyi, menandakan para siswa harus pergi ke lapangan untuk melaksanakan upacara bendera.

Ketika upacara berlangsung, Asya dikejutkan dengan ledekan yang cukup keras dari barisan belakang.

"Sya, sepatu lo warna apa tuh." Tanya Dewa.

Asya memutar badannya, menghadap kearah Dewa. "Um, biarin lah, hitung-hitung kenangan pernah nakal."

"Ya oke lah. Toh kalau lo ditarik, nanti juga bareng sama Deno, haha." Ledek Dewa.

Asya terkejut, ia langsung menyipitkan matanya. "Deno?"

Dewa mengangguk. "Lihat aja tuh sepatunya. Item sih, tapi talinya putih."

"Kenapa mesti Deno sih." Ucap Asya pelan.

Rupanya, Deno yang berdiri di depan Asya, mendengar ucapannya. "Kenapa?"

"Hah, nggak apa-apa." Jawab Asya terkejut.

"Lo keberatan deket sama temen orang yang lo suka? Haha aneh."

Asya melotot.

Dewa mendengar apa yang Deno ucapkan, "siapa nih maksudnya?"

"Ram-"

Belum sempat Deno menyelesaikan apa yang ia ucapkan, Asya sudah buru-buru menginjak kaki Deno.

Tapi sayangnya, Dewa sudah paham.

"Oh, Rama. Lhah itu orangnya disana. Mau gue panggilin nggak?" Tanya Dewa iseng.

Asya terkejut, dan ia langsung memukul lengan Dewa. "Jangan ngaco, geblek."

"Ekhem, ekhem."

Mereka bertiga langsung memutar kepala mereka, ternyata itu Bu Susan, guru paling killer yang pernah ada di sekolah.

"Kalian bertiga, mundur ke belakang!"

Asya terdiam.

Baru kali ini ia dibentak oleh guru killer.

Deno dan Dewa hanya menyengir, mereka memang sudah biasa dimarahi guru.

Akhirnya, mau tak mau, mereka pun berjalan menuju belakang.

Akhirnya, Asya berdiri di antara dua manusia nakal kelasnya.

"Gara-gara kalian, gue jadi ikut dihukum." Ucap Asya.

Deno langsung mengalihkan pandangannya yang semula memandang teman-teman yang ada didepannya, menjadi ke arah Asya.

"Bisa-bisanya, lo, tai." Umpat Deno.

Dewa hanya tertawa pelan.

"Coba lo nggak bocor, gue nggak akan disini." Ucap Asya masih kesal.

Kali ini ia ditarik kebelakang karena ramai. Mungkin, nanti ia akan dimarahi lagi karena melanggar peraturan sekolah.

Ketika amanat dari pembina upacara selesai, Asya malah mencuri kesempatan untuk memotret Rama diam-diam.

Diam-diam, tapi disebelah kanan dan kirinya adalah teman Rama.

"Kalian diem, lho." Ucap Asya.

"Yaelah, Sya. Sebenernya, sebelum Deno ngomongpun gue juga udah tau kalau lo naksir Rama."

Asya menaikkan sebelah alisnya, "taunya dari mana?"

"Kelihatan, kali. Lo sering banget paparaziin dia." Ucap Dewa. "Gini nih logikanya, bahkan gue yang nggak deket sama lo pun bisa tahu, kalau lo naksir dia. Kelihatan banget dari kelakuan lo."

Asya benar-benar malu.

Bisa-bisa seangkatan tahu hal ini. Pikirnya.

U n t u k R a m a

• U n t u k R a m a •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

02-04-18

Rama! Teman sekelasku sudah tahu!
Tinggal tunggu kelasmu saja haha.
Oh iya, Rama.
Ranya menyapaku pagi ini!
Sepertinya kemarin dia tak marah padaku.
Hehe...

Tulisan untuk Rama✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang