sepuluh : batu

987 86 31
                                    

• U n t u k R a m a •

Hari Senin, 15 Januari 2018.

Seperti biasa, para siswa selalu mengikuti upacara bendera walau tak sedikit siswa yang datang terlambat, bolak-balik ke kamar mandi, ataupun bersenda gurau dengan teman-teman sekelasnya.

Asya yang sedang asyik mencari keberadaan Rama, dikejutkan dengan bentakan Rani yang sangat keras dan bertepatan pada telinga Asya.

"Woi, Sya!" Teriak Rani.

Reflek, Asya langsung menutup masing-masing telinganya dengan kedua tangan. "Lo kalau goblok, jangan gitu-gitu amat."

"Nyariin Rama, ya?"

"Iya, lah."

"Ngapain dicari, orangnya udah sebaris sama lo, tuh."

Asya terkejut, mulutnya menganga, lalu memalingkan wajah menuju barisannya.

Beneran sebaris! Astaga! Sebaris sama Rama! Heboh Asya dalam hati.

Orang yang sudah hampir satu menit Asya perhatian, rupanya menyadari tatapan tajam Asya. Orang itu Rama. Rama pun menole kearah Asya.

Dua detik mereka bertatapan.

Hingga akhirnya Rama memalingkan wajah terlebih dulu.

Ya Tuhan, Rama lucu banget sih. Pikir Asya.

Asya masih saja memperhatikan Rama. Hingga salah satu teman kelas Rama melihat kearah Asya, ia langsung membuang muka.

Anjiran, kepergok sama temennya. Gimana ini!?

Ketika pembina upacara memberi amanat, rupanya teman Rama yang lain mengajaknya bertukar tempat. Jadi, sekarang, Rama berada didepan, sedang temannya sebaris dengan Asya.

Asya yang melihat pertukaran tempat itu, tentu saja merasa kecewa. Sebab ia tak lagi sebaris dengan Rama.

"Ran, si Rama pindah tempat." Ucap Asya kecewa.

"Yaelah, Sya. Lo tuh aneh, ya. Baru juga sebaris sama dia, gimana kalau bisa berdiri disampingnya? Lebay lo." Kata Rani meremehkan.

"Ih, lo nggak pernah ngerasain jadi gue, sih. Kan, lo belum pernah suka sama orang, ya?" Ledek Asya.

"Lhoh, kalau gue belum pernah, terus yang sama Ivan itu apa?" Ralat Rani.

"Yaelah, udah putus, masih aja dibahas."

"Suka-suka gue, lah. Kali aja Ivan denger gue ngomong, terus dia ngajakin balikan. Bisa aja, lho."

"Apasih bagusnya Ivan? Bulet, iya. Culun, ya lumayan. Ganteng, engga. Oke, dia anak basket. Tapi, gimana ya?" Ucap Asya ragu.

"Tai, lah. Diem lo." Umpat Rani tak setuju dengan perkataan Asya.

Tiba-tiba ada salah satu guru pengajar yang berjalan mengelilingi barisan kelas sembilan.

Otomatis,

Asya dan Rani terdiam.

Dan mereka mengikuti upacara dengan tenang, tanpa perbincangan lagi.

Sebelum upacara selesai, ada beberapa pengumuman dari guru matematika kelas sembilan. Dan hal ini adalah hal yang paling dibenci oleh para siswa. Karena biasanya, pengumuman yang diberikan tak pernah bermanfaat bagi para siswa.

Tulisan untuk Rama✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang