satu : upacara

4.7K 194 59
                                    

• U n t u k R a m a •

Setelah hampir satu bulan libur sekolah, Asya kembali datang ke tempat ia bertemu teman-temannya.

Asya Anandita namanya, remaja yang berusia hampir lima belas tahun itu berjalan dengan santainya melewati tepi lapangan menuju kelas.

Dari tepi lapangan, Asya dapat melihat kumpulan laki-laki yang sedang duduk dan mengobrol ria di kantin. Mata Asya tertuju pada salah seorang laki-laki yang asing baginya.

Anak pindahan atau adik kelas, ya? Pikir Asya.

Asya masih setia memperhatikan laki-laki itu hingga ia sampai di kantin, mereka beradu tatap untuk waktu yang cukup lama. Sebab ‌ternyata tatapan Asya sudah terbalaskan sejak ia memandang laki-laki itu dari tepi lapangan.

Kini jarak mereka cukup dekat, dan mereka saling bertukar tatapan.

Kalau pindahan, bukannya nanggung banget, ya? Pikirnya lagi.

Karena merasa bodo amat dengan laki-laki asing tadi, Asya pun memutuskan untuk fokus pada ruang kelasnya yang berada diseberang kantin.

Begitu masuk ke dalam kelas, Asya menghampiri teman-temannya yang ternyata sudah sedari tadi tiba di sekolah.

"Woi, oleh-oleh nya mana?" Tanyanya tiba-tiba.

Rani, salah satu dari teman Asya menoleh ke sumber suara, "tai, kayak lo ada oleh-oleh buat kita aja,"

Asya hanya terkekeh, sedang teman-temannya yang lain bersorak padanya.

Tiba-tiba matanya menoleh ke arah jendela, jendela kelas yang lebar, seolah-olah memerintah Asya untuk melihat ke luar kelas, dimana kumpulan laki-laki tadi berbincang-bincang.

Itu tadi siapa sih? Nggak pernah lihat. Lagi-lagi ia memikirkan siapa laki-laki yang ia rasa asing tadi.

"Heh! Ngeliatin apa lo?" Rani mengejutkannya dengan bentakan keras di telinganya.

Asya mengusap telinganya, "sakit, anjing. Bisa congek ntar gue nya,"

"Ayo ke lapangan, bentar lagi upacara, tolol," ucap Rani mengingatkan.

Asya hanya mendengus kesal, ngapain sih pake upacara segala, batinnya.

U n t u k R a m a •

Di lapangan, Asya masih saja mengobrol dan bercanda dengan teman-teman sekelasnya.

Namun, mata Asya lagi-lagi tertuju pada laki-laki asing yang ia lihat di kantin tadi, kini dia sedang berjongkok layaknya katak. Rupanya laki-laki itu satu angkatan dengan Asya, dan ternyata kelasnya tak berjarak jauh dari kelas Asya.

Asya kelas IXC sedang laki-laki tadi berada di barisan kelas IXE. Hanya berselisih satu kelas, namun Asya tak pernah menyadari keberadaan laki-laki tadi sejak dua tahun yang lalu.

Bisa ya, upacara gini sempat-sempatnya jongkok, situ kebelet? Ucap Asya dalam hati lalu ia terkekeh dengan ucapannya sendiri.

"Upacara bendera hari Senin, tanggal tujuh belas Juli tahun dua ribu tujuh belas siap dimulai, ..."

Hoam, duh ngantuk banget lagi, ini upacara kapan kelarnya sih? Tanya Asya pada dirinya sendiri setelah ia berhasil menguap tanpa ketahuan orang lain.

Karena bosan, Asya pun iseng memutar badannya lalu mengajak obrol Rani yang kebetulan berada dibelakangnya.

"Ran, temenin kamar mandi, yuk?" Ucap Asya iseng, sebenarnya ia tak ingin ke kamar mandi, ia hanya ingin duduk untuk sebentar saja, mengistirahatkan kakinya yang telah berdiri dalam waktu yang cukup lama.

"Ogah, kamar mandi sendiri sana." Jawab Rani ketus. Tipe manusia rajin seperti Rani tak akan pernah mau bila diajak ke kamar mandi, apalagi untuk skip upacara.

Asya pun mendengus kesal, ditambah dengan saat ia melihat seorang laki-laki berjalan keluar barisan ia merasa sangat kesal. "Tuh kan, Ran! Udah keduluan sama cowok tuh,"

"Kenapa nggak ke kamar mandi bareng dia aja? Haha," ledek Rani.

"Tai," ucap Asya mengumpat.

Rasa penasaran muncul dihati Asya, siapa itu tadi? Kok sendirian ya?

Karena rasa penasaran yang Asya miliki begitu besar, ia rela menolehkan kepalanya setiap lima detik, agar ia tahu siapa laki-laki yang mau pergi ke kamar mandi sendirian.

Rupanya, laki-laki asing itu lagi. Sumpahan? Hari pertama gue jadi anak kelas sembilan dipenuhi sama rasa penasaran ke satu anak itu tadi? Nggak banget, anjir.

Asya pun kembali menghadap ke depan, sebab rasa penasarannya sudah cukup terbalas.

Setelah kurang lebih dua puluh menit, upacara bendera pun selesai. Para siswa langsung berlarian menuju kelas masing-masing setelah barisannya dibubarkan.

U n t u k R a m a

Di kelas, Asya masih saja memikirkan laki-laki tadi, berbagai macam pertanyaan dan pernyataan yang berbentuk sindiran muncul dalam kepalanya, seperti 'seansos apakah dia, sampai ke kamar mandi pun dia nggak butuh temen?' Atau 'keren banget dia bisa hidup semandiri itu di sekolah,' atau bahkan 'manusia atau es batu sih, kok dingin banget?'

Hingga ibu guru datang, membuyarkan pikiran Asya yang duduk tepat di depan meja guru.

Brugh... Brugh... Brugh...

Semuanya berdiri, "selamat pagi, bu guru," sapa siswa kelas IX-C.

"Selamat pagi, anak-anak. Apa kabar?" Tanya ibu guru basa-basi.

"Baik, bu,"

"Bagaimana liburannya?"

Semuanya kebingungan, bagaimana jawabannya yang tepat untuk menjawab pertanyaan ibu guru tadi.

"Perkenalkan, nama saya Ibu Ani, ada yang sudah kenal saya?"

"Saya," semua anak tentu saja sudah mengenal Ibu Ani, sebab beliau merupakan guru paling baik hati yang pernah ada.

"Baik, mari kita mulai pelajaran hari ini, dengan membuka buku paket halaman lima, ..."

• U n t u k R a m a •

Hai, kamu yang telah menjadi pusat perhatianku saat pertama kali masuk sekolah, rasa penasaranku ini jadi teramat besar sebab melihatmu dari kejauhan. Dan hari ini juga, kali pertama kita bertatap muka!

Tulisan untuk Rama✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang