Tidak terlalu sulit mencari informasi tentang keluarga Eyang R. M. Susastro Hadi Suryaningrat. Keluarga eyang cukup dekat dihati orang -orang sekitar rumah besar mereka. Aku mendapat banyak informasi, siapa saja yang tinggal di rumah itu, aktivitas apa saja yang biasa dilakukan di sana.
Dua hari mengamati aku lihat banyak kesibukan di dalam sana. Kata pak Beno tukang becak yang mangkal di depan rumah eyang, besok ada hajatan mitoni cicit eyang. Anak perempuan R. M. Harjito Bayu Suryaningrat alias pakdhe Tito, bapakku. Berarti anak kakak tiriku.
Masih kata pak Beno, besok malam akan ada pertunjukan wayang kulit untuk menyongsong kehadiran cucu laki-laki pertama bapakku. Besok malam aku bisa masuk ke sana untuk ikut melihat wayang orang sekaligus mencari lebih banyak keberadaan bapak.
*****************************
Pementasan wayang kulit belum dimulai tetapi penonton sudah banyak berkerumun. Tuan rumah juga menyediakan makanan kecil di beberapa sudut halaman.Ternyata benar kata pak Beno, eyang orang yang baik dan dihargai penduduk sekitar. Seharusnya ibu juga menjadi bagian dari keluarga bahagia itu. Kalau tidak ada aku, ibu masih ada di dalam sana.
"Ngalamunin opo mas Ito?" Tanya pak Beno yang tiba-tiba sudah ada di sebelahku.
"Ah, gak apa-apa pak," sahutku malu.
Untung suasana agak gelap jadi pak Beno tidak tahu apa yang sedang kuperhatikan. Di pendopo itu aku melihat beberapa laki-laki mengenakan baju tradisional jawa lengkap.
Wajah-wajah berwibawa yang tampak bahagia. Bahagia menyambut cucu laki-lakinya.
"Mas Ito, ambil cemilan yuk, itu ada di sana," ajak pak Beno membuyarkan pandanganku."Oh iya pak," terpaksa aku mengikuti bapak tua yang baik hati itu.
Setelah mengambil beberapa makanan, kami kembali ke tempat kami duduk tadi untuk menikmati pementasan wayang kulit yang hampir di mulai.
" Itu yang namanya raden mas Tito, lihat yang ganteng itu mas," Aku mengikuti arah yang ditunjukkan pak Beno.
Sebenarnya tanpa diberitahu pun aku tahu itu bapakku, wajahnya tidak banyak berubah. Tetap ganteng seperti di dalam foto yang dimiliki ibu.
"Ganteng yo mas. Baik hati lagi," pak Beno terus bercerita tentang bapak tanpa aku minta.
Mulut pak Beno sibuk mengunyah sambil tak berhenti bicara, ditengah hinggar binggar suara gamelan dan suara lantang ki dalang. Aku juga gak paham alur ceritanya. Yang kutangkap hanya cerita tentang bapak yang sedang bahagia di depan sana.
"Mas Ito kenal keluarga den Tito?" Pertanyaan pak Beno membuatku tersedak.
"Maksud bapak?" Tanyaku kaget.
"Kalau saya amati wajah mas Ito mirip dengan den Tito," lanjut pak Beno.
Mata Tua di depanku itu cukup jeli mengamati persamaan wajah kami.
"Pak Beno ada-ada saja. Saya gak kenal pak, masak sich saya mirip den Tito?" Jawabku pura-pura malu.
Mulai gak aman nich! Aku harus meninggalkan tempat ini dengan segera. Sesaat kemudian..
"Maaf pak, saya pamit dulu ya. Saya tidak biasa dengan wayang malah jadi mengantuk," pamitku sopan.
"Aku mengganggu ya mas?" Tanyanya gak enak hati.
"Gak pak, saya ngantuk mau tidur. Besok mau cari kerja," kataku beralasan.
Kutepuk pundak tua yang banyak memberiku informasi itu. Pelan aku bangun dan berlalu dari tempat itu.
Cukup untuk hari ini. Sudah banyak yang aku dapatkan Besok aku harus pulang kembali pada ibu. Dan menyusun rencana selanjutnya.
**************************
26032018. 18.25
KAMU SEDANG MEMBACA
Namaku Daito
General FictionMaafkan Ibu Nang, Ibu membuatmu menderita... Aku Daito. Aku tidak pernah menyalahkan Ibu atas hidupku. Ibu segalanya bagiku, milik yang paling berharga yang diberikan Tuhan kepadaku. Bagiku Ibu perempuan luar biasa, tidak ada seorang perempuan pun...