Mbak Denta

4.1K 117 2
                                    

      "To, setelah makan siang kamu antar mobil mbak Denta ya!" Perintah mas Bagas ketika kami sedang makan siang bersama di kantin.

      "Siap mas," sahutku bersemangat. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kesempatan ini yang kutunggu dua bulan ini, berharap bisa bertemu langsung dengan salah satu keluarga di sana. Thanks God, Engkau beri juga kesempatan itu bagiku.

      "Semangat amat To, kamu naksir Sasti ya?" Goda Samto.

      "Sasti siapa?" Tanyaku tidak mengerti.

      "Masak kamu gak tahu?  Sasti itu adiknya mbak Denta, cantik deh. Lebih cantik dari mbak Denta tapi judesnya ampun, hi.. serem lihat mata tajamnya," Samto mengediknya pundaknya ngeri.

      "Lebay kowe Sam, lagian emang Sasti mau sama kamu. Kita tidak selevel dengan mereka," sahut mas Bagas sinis. Ucapan laki-laki berkacamata itu membuat kami tertawa lepas. Entah apa maksudnya aku tidak terlalu paham.

     Sarkastis laki-laki kepala bengkel di tempatku bekerja, tak bisa dipungkiri membuatku sedikit tidak nyaman. Yang dibicarakan itu keluargaku. Satu sisi hatiku merasa nyeri, sesinis itukah pandangan mereka tentang kasta? Waktu bertemu Bapak, mas Bagas tampak hormat, bukan takut. Ah, wajah manusia, betapa mudahnya berubah. Betapa kemunafikan terlihat nyata di mana pun juga, bahkan di kalangan masyarakat yang konon katanya ramah, santun dan beretika.

                    ***
       Mobil yaris merah mbak Denta membawaku masuk ke dalam pekarangan rumah mewah keluarga Bapak. Seorang laki-laki paruh baya berlari menyambutku, aku sedikit kecewa. Dalam hati aku ingin bertemu langsung dengan pemiliknya, mbak Denta. Ngarep aja kamu To, yo ra mungkin priyayi menyambut teknisi mobilnya, paling juga kacungnya yang mengambil alih, batinku menggerutu.  Laki-laki itu berdiri tegak di dekat mobil, begitu pintu mobil kubuka, laki-laki itu sudah bersenyum cerah.

       "Selamat sore Mas, saya Dibyo. Dari Toyota depan ya Mas?" Sapanya ramah.

       "Sore pak, ini saya mengantar mobil mbak Denta. Ini kuncinya," balasku mengulurkan kunci mobil ke arah pak Dibyo.

       "Iya Mas, terima kasih. Tapi boleh minta tolong diparkir di depan situ gak,  saya tidak bisa nyopir," pinta si bapak tersipu malu.

       "Oh ngih Pak, saya majukan dulu mobilnya," aku kembali masuk ke dalam mobll dan memarkirkannya sesui permintaan pak Dibyo.

       Selesai parkir aku segera keluar, kuedarkan mataku ke sekeliling halaman rumah yang sangat asri itu. Pak Dibyo berjalan mendekat, kunci segera aku ulurkan ke tangannya.

       "Asri banget ya Pak, adem di hati," kataku gak jelas.

      Aku sengaja mengulur waktu kembali ke bengkel. Aku masih berharap bertemu salah satu penghuni rumah asri itu. Ternyata Tuhan mendengar doaku, baru saja mau berpamitan terdengar suara lembut menyapa pak Dibyo

       "Mobil sudah diantar ya Pak?" Laki-laki itu berbalik lalu membungkuk takzim. Aku ikut berbalik, seorang perempuan cantik mengenakan kemeja putih dengan jeans biru berjalan ke arah kami. Duh Gusti, mbakyuku cantik sekali

      "Betul den rara, ini baru saja sampai," jawabnya tetap membungkuk.

      "Terima kasih ya Mas, sudah diantar. Saya baru saja mau ke sana," kata mbak cantik itu lembut. Tangan halusnya menjabat tanganku hangat, dadaku berdebar cepat.

       "Sama-sama den rara," jawabku sopan.

      "Jangan panggil den rara, panggil saja mbak Denta. Anak bengkel semua memanggil begitu," sahutnya ramah. Benar kata teman-teman, mbakyuku yang cantik itu sangat ramah dan baik hati.

       "Baru ya Mas.., maaf mas siapa?" Tanyanya menjabat tanganku.

       "Eh.. Ito mbak," kusambut jabatan tangan hangatnya. Perempuan itu tersenyum sangat manis, entahlah aku bahagia berkenalan dengan saudara sebapakku itu. Kubalas senyumnya semanis mungkin.

        "Sejak kapan kerja disana?" Tanyanya lagi membangunkan lamunanku.

       "Baru dua bulan mbak,"

       "Jadi berangkat jam berapa mbak?" Seorang gadis yang sama cantiknya dengan mbak Denta muncul dari balik pintu.  Berpakaian kasual sama dengan perempuan di depanku, rambutnya panjang mengurai, bergerak tertiup angin ketika kakinya melangkah anggun mendekati kami. Begitu sampai matanya tajam menatapku sinis. Tetap cantik meski sinis begitu, aku tersenyum dalam hati. Pantas Samto jatuh cinta atau mas Bagas, tapi ditolak?

      "Lha ayo sekarang aja, mobil sudah diantar sama Ito," kata mbak Denta memandangku

       "Gak papa kan aku panggil nama saja, kayaknya kamu seumuran Sasti deh," katanya mulai beraku kamu.

       "Gak papa mbak," tentu saja gak papa kamu memang mbakku.

    "Saya permisi mbak,"

    "Tunggu! Ini titip buat rame-rame dengan teman-teman," perempuan cantik itu menyodorkan sebuah amplop. Aku menatapnya bingung. Melihatku diam saja, mbak Denta memaksa meletakkan benda putih itu dalam tanganku.

      "Buat jajan sama teman-teman," katanya memaksa.

     "Terima kasih mbak, saya sekalian pamit," kujabat sekali lagi tangan lembutnya. Dia tersenyum ramah. Sasti yang ada didekatnya masih menatapku sinis.
                  
                    ****

     

    

     

Namaku DaitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang