Sejak kejadian itu, Bara merasa Nala menghindarinya. Sepertinya gadis itu benar-benar takut dengan kakaknya, tentu saja hal itu membuat Bara gemas dan marah. Usaha yang sudah dilakukannya beberapa minggu ini sia-sia.
Beberapa kali obrolan Bara tidak ditanggapi Nala bahkan ditinggal pergi begitu saja. Harga diri Bara terhina. Siapa yang tidak mengenalnya, satu kampus tahu siapa dia. Keren, cerdas, supel, dan pastinya masa depan cerah. Gadis-gadis berotak cerdas gak bakal menolak dekat dengannya apalagi sampai dijadikan pacar. Eh si Nala malah mengabaikannya, dan semua itu karena Tito, kakak laki-laki yang overprotektif.
"Yakin Lo Bar? Katanya Lo cinta sama Nala?" Tanya Yoga sahabatnya. Bara tersenyum sinis, cinta? Bulshit itu!
"Cinta? Gak penting buat gue. Lo tahu siapa gue, seribu perempuan bisa gue dapat dalam semalam!" Jawabnya sombong.
Wajahnya mengeras menahan emosi, dadanya naik turun dengan cepat. Yoga menatap sahabatnya ngeri, dia sudah hafal apa yang bakal terjadi kalau Bara sudah marah.
"Bar, pikir lagi deh! Kasihan, Nala kan baik sama Lo. Dia hanya..."
"Gak usah belain dia. Jangan sebut gue Bara kalau gak bisa menghancurkan keluarga sombong itu. Lihat saja!" Katanya sesumbar.
"Bar, jangan menghancurkan diri Lo sendiri. Ingat masa depan Lo masih panjang," kata Yoga mengingatkan.
"Tenang Bro, gue ingat pesen Lo! Santai!" Bukan masa depan gue yang bakal hancur tapi masa depan Nala dan keluarganya, sambungnya dalam hati.
Yoga terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ekspresi Bara membuatnya benar-benar kuatir.
***
Jam dinding di kamar tidur masih menunjukkan pukul 18.30, tetapi mata Nala sudah mengantuk. Gadis itu tergolek lesu di ranjangnya. Hatinya gelisah, sudah beberapa hari ini katanya Tito pergi keluar kota dan tidak memberinya kabar.Sejak peristiwa beberapa waktu lalu, Nala makin tidak mengerti dengan perasaannya pada kakak laki-laki beda ibu itu. Rasa sayangnya terasa berlebihan, Nala takut kehilangan laki-laki itu.
Drtt..gawai kecil hadiah ulang tahunnya beberapa waktu lalu dari Tito bergetar. Satu pesan masuk, Nala cepat membuka pesan dari Tito
Temui kangmas di hotel... tanpa melanjutkan membaca, Nala langsung melompat bangun dan bergegas mempersiapkan diri. Diraihnya tas kecil yang tergeletak di nakas lalu berlari keluar. Diabaikan tatapan heran teman-temannya yang sedang mengobrol di ruang tamu.
Dengan diantar ojek, gadis itu menuju sebuah hotel yang tadi disebutkan Tito. Jantungnya berdebar cepat, kenapa kangmas mengajaknya bertemu di hotel? Kenapa tidak datang ke posko saja? Tanya itu diabaikannya, yang diinginkan hanya satu bertemu dengan laki-laki yang dirindukan selama ini.
Hotel terlihat sepi, Nala menghampiri resepsionis menanyakan keberadaan Tito. Petugas memeriksa daftar tamunya, lalu menunjukan kamar yang diminta. Nala bergegas mencari kamarbyang dimaksud. Di depan kamar no 211, gadis itu berhenti untuk memastikan.
Pintu kamar sedikit terbuka, Nala mengetuk beberapa kali tidak ada sahutan.
"Kangmas, Kangmas ada di dalam?" Tanyanya lirih sambil melonggokan kepalanya. Tetap tidak ada jawaban.
Dengan setengah keberaniannya yang tersisa, gadis itu mendorong pintu lebih lebar untuk dapat melihat lebih banyak. Betapa terkejutnya Nala, melihat Tito tergeletak di tempat tidur dengan kondisi tidak berdaya. Ditutupnya pintu perlahan, dia tidak ingin orang melihat keadaan Tito.
"Kangmas kenapa?" Nala menghampiri kakaknya. Aroma alkohol menguar hampir membuatnya muntah.
"Diajeng, kamu kemana saja? Kangmas kangen." Tito mencium Nala tanpa kendali. Serangan tiba-tiba yang dilakukan Tito membuat Nala tidak kuasa menolak. Jantungnya berdebar kencang, logika dan perasaan suka pada sang Kakak berdebat dalam hati.
Akal sehatnya berangsur menghilang, Nala tenggelam dalam keinginan dagingnya. Hasrat menggebu Tito ditanggapi malu-malu, tanpa dapat dicegah perbuatan terlarang itu terjadi. Terlarang karena Tito sudah menikah dan dia kakak seayah dengannya.
Leguhan panjang Tito mengakhiri pertarungan panjang mereka. Keduanya terkulai lemas sambil berpelukan. Nala tersenyum malu dalam pelukan hangat sang kakak.
"Adisti, Kangmas mencintaimu," bisik Tito menyentak tidur Nala. Adisti? Dadanya terasa nyeri, dia salah mengartikan perhatian dan hasrat Tito.
Oh Tuhan, apa yang sudah aku lakukan. Kangmas Tito menyentuhku karena menganggap aku mbak Adisti? Perempuan macam apa aku, dengan mudahnya menyerahkan diri dan melayani napsu kakakku sendiri yang sedang mabuk.
Dengkuran halus mulai terdengar, sepertinya Tito sudah tidur nyenyak. Nala beringsut, perlahan mencoba melepaskan diri dari pelukan laki-laki itu. Dipandangi tubuh polos kakaknya, tubuh yang baru saja bergelut dengannya. Diselimutinya tubuh polos itu dengan sesak di dada.
Airmata perlahan turun membasahi pipi merahnya, penyesalan dan sakit hati tidak lagi sanggup ditahannya. Nala turun, memungut satu persatu baju mereka yang berserakan. Mengenakan kembali bajunya sambil terisak.
Tas yang tergeletak di nakas diraih cepat, lalu diselempangkan dibahunya. Dipandangi sekali lagi, sebelum berbalik menuju pintu dan meninggalkan Tito sendiri dengan mimpinya.
Maafkan Laksmi Kangmas, Laksmi harus pergi
Dunia Nala hancur, mimpi memiliki keluarga bahagia seperti yang Tito dan keluarganya sirna. Tentu saja bukan dengan Tito, kakaknya sendiri. Dekat dengan Bara sempat membuatnya berani merancang mimpinya. Mimpi itu ditanggalkannya ketika Tito marah dan mengultimatum hubungan mereka. Kenapa Tito menentangnya kalau tidak suka padanya?
Malam itu, Nala tidak kembali ke posko, tidak pula kembali ke rumahnya di Solo. Gadis itu pergi mencari penginapan lain tidak jauh dari hotel tempat Tito menginap. Bersembunyi dari keluarga dari teman-temannya untuk beberapa hari kemudian. Alat komunikasinya dimatikan sampai dia yakin siap menghadapi dunia.
***
Mundur setengah hari ya updatenya, maaf semalam sudah gak sanggup melanjutkan menulis lagi.Salam literasi
KAMU SEDANG MEMBACA
Namaku Daito
General FictionMaafkan Ibu Nang, Ibu membuatmu menderita... Aku Daito. Aku tidak pernah menyalahkan Ibu atas hidupku. Ibu segalanya bagiku, milik yang paling berharga yang diberikan Tuhan kepadaku. Bagiku Ibu perempuan luar biasa, tidak ada seorang perempuan pun...