Penyerangan

4K 245 5
                                    

Tak terasa pekerjaan hinata akhirnya selesai juga. Dia melepaskan jubah putih kebanggaannya dan menaruhnya di atas kursi.

"Terima Kasih atas kerja kerasmu hari ini hina-chan" ucap sakura memeluk hinata erat membuat hinata tertawa geli melihat tingkah sahabat pinknya itu.

"Ha'i, ha'i sakura-chan..." sakura lalu melepaskan pelukannya dan menghela nafas panjang. Dia mendudukkan pantatnya kasar ke kursinya.

"Aaaaahhh... Senang sekali sudah lepas dinas sepertimu hina-chan" keluh sakura. Dia memutar-mutar kursinya bosan, lalu berhenti dan menatap horor berkas-berkas, yg sebagian yang lain adalah status pasien dan sebagian lagi laporan rumah sakit yang harus dia urus. Besok lusa dia harus menggantikan neneknya mengikuti pertemuan di rumah sakit suna, karena neneknya akan berangkat keluar negri bersama shizune mendiskusikan dengan beberapa negara tentang pembangunan rumah sakit di Palestina yang sampai saat ini selalu mengalami konflik dengan Israel. Karena konflik itu kebanyakan rumah sakit disana hancur dan mereka kekurangan tenaga kerja.

Hinata tertawa pelan.
"Yah, salahkan dirimu sendiri yang dengan bodohnya menjadi model jidat!!!" ino masuk dari balik pintu ruangan sakura. Sakura langsung menatap ino tajam. Di belakang ino ada shikamaru.

"Cepatlah masuk nona pirang!" ejek shikamaru lalu mendorong pelan punggung ino hingga dia masuk ke dalam ruangan sakura itu.

Hinata menatap mereka bertiga secara bergantian.

"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu..." ino dan shikamaru menatapnya heran "Lah, nata-chan sudah mau pergi??" tanya ino. Hinata mengangguk pelan.

"Berjuanglah sakura... Dan,, minna aku duluan" ucapnya benar-benar pamit. Dia lalu keluar dari ruangan sakura, tak lupa menutup pintu ruangan sakura.

"Inoo!!" sakura berdiri dari duduknya menatap ino sebal "kenapa kau seenaknya masuk kemari?? Kau taukan aku sedang bekerja sekarang!!" hadriknya. Ino tertawa masam. Apa-apaan ini?? Sahabatnya sedang memarahinya sekarang???

Ino menatap sakura tak kalah kesalnya. Dia melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Hei, hei nona haruno.. Aku datang untuk melihat keadaanmu!! Karena ku dengar sudah 2 hari kau tidak tidur karena nenekmu menyuruhmu menggantikan semua jadwalmu yang kau tinggal gara-gara kau menjadi model!!!" ucapnya kesal.

Sebelum keributan terjadi shikamaru menengahi mereka berdua dan mendorong wajah mereka berdua yang saling berhadapan tadi.

"Ya, ya.. Karna aku senpai yang baik aku tidak akan melihat kalian berdua berkelahi" shikamaru lalu melangkah menjauhi mereka dan mengambil salah satu status pasien sakura dan membacanya, sementara ino dan sakura menatap shikamaru kesal.

Shikamaru lalu menaruh status itu kembali dan menatap ino.

"Jadi,, apa perjodohanmu dengan si mayat hidup itu berjalan dengan lancar??" tanya shikamaru tanpa basa-basi membuat sakura menatap ino kaget.

"Mayat hidup?? Maksudmu dokter sai, senpai??" kini sakura menatap shikamaru tak percaya dan kembali menatap ino, meminta penjelasannya.

"Iya, perjodohan kami berjalan dengan lancar... Mayat hidup itu bahkan dengan lancarnya mengatakan bahwa dia akan menjagaku apapun yang terjadi... Dan dia tersenyum, dengan senyumannya yang terlihat sangat menjijikkan.." ino mengeluarkan lidahnya seakan-akan dia akan memuntahkan isi perutnya jika mengingat kejadian acara perjodohan itu.

"Hahahahahahaha" sakura tertawa lebar mendengar penjelasan ino sedangkan shikmaru menutup kedua telinganya.

"Berisik!" ucap shikamaru

Sementara ino hanya mengendus kesal. Dia benar-benar bodoh sudah mengatakannya pada sakura. Sakura lalu mendekatinya dan merangkulnya lalu tersenyum jahil.

"Ku harap kelak kalian akan bahagia" doanya disertai senyuman jahil dan di balas dengan raut kesalnya ino.
.

.

.

.

.

"Maaf sudah membuatmu menunggu lama..." ucap hinata yang berlari kecil menuju naruto yang sedang duduk di kursi selasar rumah sakit. Naruto tersenyum ke arah hinata dan menggeleng pelan.

"Emm,, tidak kau tepat waktu hyuga-san" ucapnya formal. Hinata mengangguk pelan lalu tersenyum.

"Bisakah kita pergi sekarang??" tanya naruto. Hinata mengangguk. Mereka berduapun pergi dari rumah sakit meninggalkan kiba yang sudah di urus oleh seorang perawat bercepol 2 tadi yang baru masuk ke ruangannya.
.

.

.

.

.

Selama perjalanan naruto dan hinata tak pernah berbicara. Mereka dalam pikiran mereka masing-masing. Namun, seketika suara naruto memecahkan keheningan di antara mereka.

"Jadi,, neji tak sering berada di rumah??" tanyanya. Pandangannya masih lurus ke depan. Hinata menatapnya sekilas dan mengangguk pelan. "Iya" jawab hinata singkat. Naruto mengangguk pelan.

"Paman,, dia sakit apa??" tanya naruto lalu kini menatap hinata lalu kembali menatap jalanan di depan. Hinata berdeham "Jantung ayah lemah, kata dokter itu di sebabkan karena aktivitasnya yang padat, mengurus perusahaan dari pagi sampai pagi lagi. Dan, tentu saja faktor utama pemicunya juga karena dia sudah tua..." jelas hinata setengah mengkhayal. Naruto menatap hinata. Meskipun ayah dan ibu naruto sehat-sehat saja, dia merasa sangat prihatin pada hinata sekarang. Diam-diam dia menggerutui neji dalam hati. Kenapa dia sampai membuat adiknya yang cantik ini bisa mengkhawatirkan keadaannya. Kenapa juga neji tak pulang ke rumah untuk melihat keadaan ayahnya. Setidaknya dengan begitu, ayahnya akan merasa baikan dengan melihat neji ada di rumah...

Tak lama kemudian mereka sampai di rumah hinata. Rumahnya bernuansa tradisional. Perlahan hinata membuka pintu kayu besar di hadapannya. Namun, saat pintu itu terbuka naruto dan hinata terbelalak kaget begitu melihat penjaga-penjaga rumah mereka telah mati. Naruto menatap ke dalam rumah neji. Perasaannya tidak enak. Dia lalu menarik tangan hinata, berlari masuk ke dalam rumah melewati tumpukan mayat para penjaga rumah hinata. Naruto membuka semua pintu yang berada disana dia bahkan tak peduli dengan hinata yang sudah ngos-ngosan di belakangnya. Pintu terakhir yang di buka naruto, membuat kedua orang itu membelalakkan mata kaget. Mereka mendapati ayah hinata tengah tergeletak di lantai dengan berlumuran darah di perutnya. Hinata langsung berteriak histeris, dia melepaskan tangannya dari genggaman naruto dan menangisi ayahnya.

Naruto mengeraskan rahangnya. Siapa yang melakukan ini? Batinnya marah. Dengan cepat dia mengeluarkan ponselnya dan menelpon ambulans, setelahnya dia menelpon neji.

"Neji... Ayahmu... Ayahmu tertembak!" seiring perkataan naruto itu, ponsel yang neji pegang langsung jatuh ke bawah....











New chap up date... Silahkan di votr dan komen... Maaf kalau ada yang kurang...

Always with you✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang