Keluarga tampak sangat cemas dengan keadaan sekarang.Prilly tak berhenti menangis dengan menatap ruangan ICU serta memanjatkan do'a.
Didalam ruangan yang penuh dengan bau obat dan alat alat medis terdapat seseorang yang sedang berjuang antara hidup dan mati.
Sudah lebih dari dua jam mereka menunggu tapi tak ada tanda tanda keluarnya dokter ataupun suster dari dalam ruang ICU, membuat semua keluarga sangat cemas menunggu kabar.
"Tenang ya semuanya baik baik aja" ucap Mama Ully menenangkan putrinya yang sedari tadi terus menangis dalam pelukannya.
"Tapi Ma..
"Kamu tenang, banyak banyak berdoa"
"Prilly benci keluarga Jusi, mereka yang....
"Shttt.. udah" ucap Mama Ully.
Tak lama pintu ruangan ICU terbuka, seorang dokter yang berumur sekitar tiga puluh tahun keluar dengan tiga orang suster sekaligus.
Semua berdiri didepan sang dokter.
"Keluarga pasien?"
"Kami dok" ucap Papa Edward, diikuti mama Resi, Papa Reymond, Mama Ully, dan Prilly.
"Bagaimana keadaannya dok?" tanya papa Reymond.
"Alhamdullillah pelurunya sudah bisa dikeluarkan dan tidak sampai menembus jantung, pasien juga sudah melewati masa kritisnya kita tinggal menunggu pasien sadar" semua tampak menghembuskan nafas bersyukur semuanya baik baik saja.
"Alhamdullillah, terima kasih dok '' ucap Mama Resi
"Sama sama, Kalau begitu saya permisi, kalau ada yang ingin menjenguk hanya satu atau dua orang saja" dokter tersenyum dan berlalu.
Tak berapa lama, datang beberapa bodyguard serta Tris yang berjalan didepan bodyguard tersebut.
"Tris bagaimana?" tanya Edward.
"Semua sudah beres Tuan" Edward mengangguk.
Prilly langsung berdiri, melepas pelukan Mamanya dan berhamburan kedalam pelukan laki laki yang sedang berjalan menuju kearahnya.
"Icha Aliii" ucap Prilly menumpahkan tangisnya kedalam pelukan Ali.
"Iya, kamu tenang pasti dia baik baik aja"
"Dia selamatin kamu demi aku, karena dia gak pengen lihat aku sedih,i..ini salah aku.." ucap Prilly masih dalam tangisnya.
"Heii lihat aku, gak ada yang salah disini, mungkin itu cara Icha tunjukin rasa sayang dia kekamu"
"Gak" Ali melepas pelukan Prilly dan menangkup pipi chubby istrinya yang sudah penuh dengan air mata.
Ali menghapus air mata tersebut dengan ibu jarinya "Bagaimana keadaan Icha?"
"Kata dokter dia udah nglewatin masa kritisnya, tinggal nunggu dia siuman aja"
Ali membawa istrinya kedalam pelukannya, duduk dikursi yang tersedia disana.
Semua mulai tenang ketika mendapat kabar bahwa pasien yang berada didalam ruangan ICU sudah melewati masa kritisnya hanya tinggal menunggu siumannya saja.
Kenapa Icha? Kenapa bukan Ali? Kenapa bukan Prilly? Kenapa bukan Tris? Kenapa bukan Jusi? Kenapa bukan Mario? Ini sudah takdir, takdir penulis yang membuat Icha berada disana.
Dorr...
Bunyi tembakan membuat para karyawan berlari keluar.
"Pak Aliii" teriak para Karyawan ketika Mario melayangkan pistol itu tepat pada Ali, tapi sayang bukan Ali tapi Icha.