Icha mengerucutkan bibirnya sedari tadi menatap sang sahabat yang hanya diam, yang sejak dihitung Icha lebih dari empat puluh menit lima belas detik.
Prilly, tentu! Padahal hari ini adalah pengumuman kelulusan, dimana semua siswa siswi sedang bergembira mencoret mencoret seragam SMA mereka.
Tapi tidak dengan Prilly, gadis itu menarik Icha menuju kantin kemudian memesan teh manis dan duduk dikantin, disana Prilly hanya memutar mutar sedotan dan menunduk diam.
Icha yang duduk berada di hadapannya hanya menghela nafas, awalnya ia juga ingin bersama siswi yang lain yang sedang bergembira tapi melihat sahabatnya ia urungkan, bagaimanapun Prilly lebih penting dari itu. Baju mereka juga masih bersih.
"Prill, gue mau cerita deh" ucap Icha memecah keheningan, Prilly mendongak menatap Icha.
"Apa?"
"Gue udah ketemu Bu Nadya" ucap Icha, Prilly mengernyit.
"Kapan?"
"Kemaren, jadi kemaren gue lagi jalan sama Mario ketemu dia di mini market sama om om lagi. Gue labrak aja dah"
"Serius?" tanya Prilly, Icha tersenyum. Kemajuan jika Prilly merespond ucapannya daripada dari tadi hanya diam.
"Ya, lo tau Papa gue di bohongin sama dia, alasan dia katanya dia hamil anak Papa gue, eh tau nya gak. Seneng dong gue" ucap Icha.
Prilly menggigit bibir bawahnya, hamil? Mendengar kata itu, dada Prilly rasanya nyeri. Kejadian beberapa hari lalu membuat dirinya yang biasanya ikutan ngoceh bersama Icha berubah menjadi lebih diam dan tak bersemangat.
Icha mengernyit menatap Prilly yang kembali berubah diam dan menunduk. Apa ia salah bicara? Batin Icha.
"Woyy" ucap Icha melambaikan tangan kanannya pada wajah Prilly.
Prilly tersenyum tipis "Kenapa?"
"Prill kalau ada masalah cerita aja, gue kalau ada apa apa juga cerita kan sama lo. Itu sih kalau lo anggap gue sahabat lo" ucap Icha.
Prilly menghela nafas "Oke" Icha tersenyum.
Prilly mulai menceritakan apa yang terjadi beberapa hari lalu sedetail detailnya, tawa Icha langsung pecah saat itu juga.
"Nyonya, ada dua garis" pekik seorang pelayan.
Prilly dan Ali melepas pelukan mereka. Prilly yang mendengar itu langsung berlari menuju pintu kamar mereka dan membukanya dengan tergesa. Ali juga mengikuti istrinya.
"Apa? Mbak tadi bilang apa?" tanya Prilly tak sabar setelah membuka pintu kamar.
Pelayan yang kebetulan saat itu bukan Siti atau Yani, tapi seorang wanita yang berumur empat puluhan tahun membawa testpack itu ditangannya.
Siti yang mendengar pekikan itu juga langsung menuju kamar Tuannya. Berarti test pack yang ia berikan pada pelayan itu berubah menjadi dua garis, lega rasanya hati Siti.
"Beneran mbak Nam?" tanya Siti, Siti langsung mengambil test pack itu dari tangan Nami, pelayan itu. Wajah Siti yang semula juga sumringah berubah menjadi sedih dan sendu.
Hal itu membuat Ali, Prilly dan Nami mengernyit "Kenapa mbak Siti, saya hamil kan?" tanya Prilly.
Siti hanya diam tak berani menatap majikannya, yang ia lakukan hanya menyerahkan test pack itu pada Prilly tapi malah diterima Ali.
Ali melihat hasil testpack itu, awalnya wajah Ali juga ikut menegang tapi kemudian berubah sendu, Prilly yang penasaran ikut melihat hasil testpack itu.