Chapter 04

30 12 0
                                    


Kini Kevin dan vino berada di tengah lapangan. Di tatapnya si vino yang sedang menatapnya juga.

"Berhenti bikin ulah di sekolah. Apa loe gak kasihan lihat mama sama papa?" Tanya vino memulai percakapan.

"Kasihan? Emang perlu, gue kasihan sama mereka?" balas Kevin.

"Gue gak ngerti jalan pikiran loe vin. Loe selalu aja bikin masalah, buat onar, tawuran dimana-mana, dan sekarang, loe malah bikin ulah lagi"

"Kenapa loe harus peduli? Gue gak butuh perhatian loe" ujar Kevin dengan nada tak sukanya.

"Kenapa loe jadi gini? Kenapa loe malah berubah gini?"

"Loe mau tau alasannya?" Tanya Kevin. dia melangkah lebih dekat dengan vino.

"Itu karna elo" ucapnya dengan nada yang sulit di artikan.

"Gue muak sama loe! Gue benci lihat muka loe! Karna itu, gue ngancurin muka loe...dengan cara ini" ucap Kevin menunjuk wajahnya sendiri. "Gue lebih suka punya muka ancur gini dari pada punya muka serupa kayak loe!" kata Kevin tepat di hadapan vino.

Vino hanya diam dan menatap wajah kembarannya itu yang memang sudah penuh dengan luka dan darah. Dia seakan melihat wajahnya sendiri. Itu pasti sangatlah sakit. Ya, dia bisa merasakannya.

"Kenapa? Kasihan? Sorry, gue gak butuh kasihan dari loe" ucap Kevin.

"Satu lagi, loe harus fokus sama title yang loe sandang kemana-mana. Dan jangan ikut campur urusan gue. Karna elo, Cuma ketos bagi gue! Loe bukan siapa-siapa. Jadi loe jangan sok care" lanjutnya.

Menepuk pundak vino kemudian pergi meninggalkannya.

Vino hanya menatap kepergian Kevin hingga punggung kekar itu menghilang di balik lorong koridor menuju gudang. Dia menghembus nafas berat. Kali ini, dia membiarkan Kevin lolos dari hukumannya. Ya, bagaimanapun, Kevin masih adiknya. Dan dia, masih abang dari Kevin. walaupun adiknya itu tak menganggap begitu.

***

Kevin berjalan memasuki gudang sekolah. Memberikan uang 700rb tadi kepada teman-temannya. Lalu pergi begitu saja.

Selalu begitu, setiap mereka memperoleh uang, Kevin akan selalu membagikan semuanya pada dava dan reza. Dia tak pernah ambil bagian. Ya,karna Kevin hanya melakukannya untuk pelampiasan.

Sehabis dari gudang, dia berniat ingin ke kantin. Saat ingin masuk kantin, matanya berhenti pada seorang cewek yang sedang berdiri di dekat pintu kantin. Menatapnya dengan kening berkerut dan tangan yang berlipat di depan dada.Kevin melanjutkan langkahnya, tak peduli dengan gadis itu.

Ina yang berdiri disana hanya menatap sinis most wanted itu. Dia sedang menunggu tari yang sedang membeli beberapa roti isi. Mereka berniat ingin memakannya di atas atap gedung perpustakaan. Setelah melihat tari sudah keluar, mereka langsung berjalan meninggalkan kantin dan pergi kea tap.

Sampainya disana, mereka langsung duduk di pinggir pagar atap yang cukup tinggi. Sekitar 4 meter ke bawah. Kaki mereka berjuntai ke bawah. Disini, mereka merasa aman karna tak ada satu pun yang melihat mereka karna disini adalah tempat yang paling jarang di hampiri oleh para siswa-siswi. Dan juaga letaknya jauh dari kantor guru dan ruang osis tentunya. Posisinya juga menghadap kearah taman belakang sekolah. Tak aka nada yang mengetahui kalau mereka berada disini.

"Sprite gue mana? Kenapa gak ada?" Tanya ina, mengunyah roti isi itu dengan lahap.

"Udah gak ada. Yang ada Cuma Coca Cola sama fanta" jawab tari dengan mulut penuhnya.

"Kenapa gakk loe beli?" Tanya ina sewot.

"Yaa elo kan mintanya sprite" jawab tari.

Ina manyun dan menengguk minuman aqua yang di belikan tari.

Matanya melirik kebawah. Tanpa sengaja dia melihat seorang cowok yang sedang merokok di bawah sana. Jika di pikir-pikir, tempat itu memanglah tempat yang aman bagi mereka yang ingin melanggar aturan sekolah.

"Gue mau balik ke kelas. Tugas ekonomi belom kelar" ucap tari yang sudah bangkit dan menepuk-nepuk rok bagian belakangnya. "Loe gak balik ke kelas?" tanyanya pada ina.

"Nggak. Duluan aja deh loe" ujar ina yang sibuk menatap ke arah bawah.

"Emang tugas ekonomi loe udah kelar?" Tanya tari sinis.

"Udah...loe mau nyontek, ambil aja di laci meja" kata ina, masih menoleh ke bawah.

"Yaudah deh. Gue ke kelas dulu. Bye!"

"Hm. Bye"

Setelah kepergian tari, ina masih mengawasi setiap gerakan-gerakan cowok itu. Kevin. dia yakin itu cowok itu.

Kevin melirik keatas karna merasa ada yang menatapnya dari atas. Benar, ada seorang gadis yang sedang duduk di atas sana yang memperhatikannya.

"Ngapain loe?!!" seru Kevin.

Ina terperanjat dan langsung berdiri.

"Turun loe!!!" titah Kevin.

Ina yang ketakutan, langsung mengambil kantong kreseknya yang masih berisi beberapa roti isi. Lalu berlari turun dari sana. Dia ingin kabur dari situ sebelum si bad boy Kevin menangkapnya dan menghabisi tubuh langsingnya itu.

"Woik!!! Jangan lari loe!!!" teriak Kevin, membuang rokoknya dan menginjak puntung rokok itu.

Ina berlari menuruni tangga perpus dan berlari sekencang-kencang mungkin menuju kelasnya. Dia tak peduli dengan orang yang memandangnya dengan tatapan heran dan bingung. Jika dilihat, memang seperti orang gila. Dia berlari membawa kantong kresek yang berisi roti dan terus menoleh ke belakang. Seperti orang baru saja mencuri dari toko.

Dia langsung melesat masuk ke dalam kelas dan menutup pintunya dengan sangat keras hingga menarik semua perhatian orang baik di dalam maupun di luar.

"Hufp...hufp...hufp..." napasnya tersengal-sengal.

Lalu ina berjalan menuju bangkunya dan duduk disana dengan menyenderkan punggung dan menggigit rotinya yang tadi belum habis.

Tari yang menatap nya heran, berpikir banyak apa yang sebenarnya terjadi.

"Kenapa loe na?" Tanya tari.

"Gu...gue...gak...pa...pa..." jawab ina dengan nafas tersengal-sengal.

Tari manyun.

"Ini katanya loe udah kelar pr ekonomi. Tapi kok gue liatin, Cuma soalnya doang?" ujar tari dengan nada sinis.

"Oh ya? Aah...gue lupa. Gue...liat...pu...nya...loe aja...deh. Kalo gituu"

"Tai" 

VANA ILUSIONWhere stories live. Discover now